PENDAHULUAN
Manusia di ciptakan oleh Allah SWT adalah mahluk yang sebaik-baik ciptaannya, hal itu di karenakan, manusia memiliki beberapa kelebihan. Di samping ia bisa berkomunikasi dengan sesamanya dan yang terpenting adalah manusia di beri oleh Allah kelebihan yang sempurna yaitu berupa akal. Dengan akal inilah manusia bisa berpikir dan bisa melakukan sebuah revolusi atau perubahan dalam hidup dan kehidupannya.
Manusia, dengan akal bisa berpikir dan bisa melakukan semua pekerjaan dan perbuatan, dan kemudian dengan akal ini juga bisa memilah dan memilih perbuatan yang baik (amalun Sholih) atau perbuatan jahat (amalun sayyi’ah). Proses ini berjalan dengan keteraturan dan tanpa ikut campur tangan mahluk yang ada di alam ini. artinya bahwa akal tersebut bisa dijadikan kebaikan dan juga bisa membuat kerusakan bagi manuisa itu sendiri, tergantung kepada yang memiliki akal untuk membawa kemana peran akal itu di gunakan.
Di samping itu, untuk memenuhi tuntutan akal tersebut agar kehidupan manusia bisa berubah lebih baik dan maksimal di dunia ini, maka manusia membutuhkan pendidikan, karena dengan pendidikan manusia bisa mendewasakan dirinya atau dengan kata lain pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Melalui pendidikan manusia dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan sempurna.
Pendidikan bisa merubah manusia dari tidak tahu menjadi tahu. Dari tidak baik menjadi baik. Pendidikan mengubah semuanya. Begitu pentingnya pendidikan dalam Islam sehingga merupakan suatu kewajiban perorangan. Rasulullah SAW. bersabda : “Menuntut ilmu itu diwajibkan atas tiap orang Islam” (HR. Ibnu Barri).
Oleh karenanya, maka dengan akal manusia bisa belajar dan belajar membutuhkan pendidikan dan pada akhirnya manusia memiliki ilmu pengetahuan. Dengan ilmu pengetahuan inilah manusia manusia menjadi mahluk Allah yang sempurna, namun kesempurnaan tersebut belumlah paripurna kalau tidak dibarengi dengan campur tangan agama. Agamalah yang menjadi rem untuk membatasi kebebasan suatu ilmu pengetahuan. Sebagai rem maka peran agama sangat urgen bagi manusia dengan ilmu pengetahuannya agar menjadi manusia yang paripurna selamat di dunia dan akherat.
Kualitas tertinggi manusia yang berpengetahuan ditentukan oleh kadar takwanya. Takwa pada tingkatan tertinggi menunjukkan kepribadian manusia yang benar-benar utuh dan integral; semacam stabilitas yang terjadi setelah semua unsur yang positif diserap masuk ke dalam diri manusia. Di dalam takwa terdapat radar hati nurani yang melaluinya, manusia bisa membedakan mana yang benar dan salah, yang lurus dan sesat, dan akan melindungi (menjaga) dirinya dari perbuatan yang buruk dan jahat. Atas pengetahuan akan adanya sisi baik dan buruk, benar dan salah, serta lurus dan sesat itu manusia diberi kebebasan untuk memilih jalan yang dipilihnya. Dari sisi ini, manusia adalah makhluk yang merdeka. Namun demikian, di sisi yang lain manusia juga harus mempertanggungjawabkan setiap pilihan yang diambilnya kepada Allah di dunia dan akhirat nanti. Sebab kebebasan itu diberikan sebagai konsekuensi dari rahmat dan kepengasihan Allah kepada manusia. Dan Allah akan menilainya dengan alat ukur; takwa, baik untuk menilai manusia sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Salah satu sumber hukum Islam yang penting dalam pembentukan hukum sesudah al-Qur’an adalah al-Hadits. Disamping itu, hadits juga mempunyai fungsi lain yaitu sebagai penjelas terhadap apa yang terkandung dalam al-Qur’an yang global. Merinci atau memberikan contoh pelaksanaannya. Dan sudah kita maklumi bersama, bahwa ketika Rasulullah wafat, beliau tidak meninggalkan apa-apa untuk umatnya kecuali al-Qur’an dan al-Hadits. Dengan dua sumber pengangan hidup tersebut, manusia akan selamat di dunia dan di akherat selama dijadikan lentera sepanjang hidupnya. Untuk dapat memahami keduanya dibutuhkan alat yaitu berupa ilmu pengetahuan sehingga dalam menelaah dan mengkaji keduanya tidak salah baca dan interpretasi. Oleh karenanya dalam makalah ini, saya mencoba mengangkat sebuah hadits Nabi yang berkaitan dengan ilmu dan pendidikan.
PENELUSURAN HADITS
Adapun hadits yang akan di takhrijkan dalam penulisan ini, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muawwiyah r.a., yaitu :
من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين (متفق عليه)
Yang artinya :
Dari Muawiyah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda : “Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan, maka Dia akan memberinya pemahaman tentang agama”. (Muttafaq Alaihi).
Hadits diatas dapat dilihat dalam buku terjemahan hadits Bulughul Maram karangan Ibnu Hajar Atsqalani, bab mendorong untuk berakhlak mulia halaman 497, hadits nomor 1551.
Hadits tersebut diatas adalah hadits shohih yang menempati hirarchi tingkatan pertama dalam syarat-syarat hadits shohih. Hadits ini dari Muawiyah (w. 60/680) “ia adalah satu di antara putra Abu Sufyan, seorang tokoh yang mengepalai perlawanan bangsa Makkah terhadap Nabi Muhammad. Muawiyah menjadi khlaifah Islam keenam dan merupakan pendiri Dinasti setelah memaksa Hasan ibn Ali melepaskan jabatan khalifah”.1
Melihat dari matan hadits tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa hadits ini termasuk golongan hadits Makiyah. Hal ini sesuai dengan ayat al-Qur’an surat al-Ankabut Ayat 43 yang artinya Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. yang termasuk golongan surat-surat makiyah.
C. PERAWI (MUKHRIJ) HADITS DAN BIOGRAFINYA
Mukhrij hadits diatas adalah yang diriwayatkan oleh Muttafq Alaihi, hadits Muttafaq Alaihi adalah hadits yang disepakati keshohihannya oleh Bukhari dan Muslim, yang menempati urutan pertama dalam hirarchi hadits shohih. Berikut adalah biografi kedua perawi tersebut :
Imam Bukhori (13 Syawal 194 H – 30 Ramadhan 256 H)
Nama lengkapnya ialah Abu’ Abdullah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn Mughirah ibn al-Ja’fi ibn Bardizbah al-Bukhari. Dia di kenal dengan Bukhari, hal ini di sandarkan pada tempat kelahirannya, yakni bukhara. Ayahnya bernama Ismail terkenal sebagai seorang ulama shaleh.2 Nenek moyang Bukhori adalah orang Parsi dan yang pertama masuk Islam ialah Jaddabiyah al-Mughirah melalui al-Yaman bin Ahnas al-Ja’fy, seorang Gubernur Bukhara, yang menjadi wali bagi Bukhari dan keturunannya.
Ketika usianya menginjak sepuluh tahun, dia selalu datang dan mempelajari ilmu hadits kepada al-dakhili, seorang ahli yang mahir dalam bidang tersebut. Setahun kemudian dia mulai menghafal hadits-hadits Nabi saw dan sudah berani mengoreksi kesalahan dari guru yang keliru yang keliru menyebutkan periwayatan hadits. Beliau telah menghafal hadits-hadits yang terdapat dalam kitab karangan al-Mubarak dan karangan Waqi’ al-Jarrah, serta melawat ke berbagai kota untuk mendatangi ulama-ulama hadits.
Diantara kota yang pernah beliau kunjungi dalam rangka mencari ilmu hadits adalah : Maru, Naisaburi, Ray, Baghdad, Basrah, Kufah, Madinah, Mekkah, Mesir, Damaskus, dan Asqalani. Guru-gurunya dalam bidang hadits lebih dari 1000 orang. Beliau sendiri pernah menyebutkan bahwa kitab al-Jami’ al-Saghir atau yang terkenal dengan nama Shahih al-Bukhari, disusun dari hasil menemui 1.080 orang guru dalam bidang ilmu hadits.
Beliau terkenal dengan kuat hafalannya, ketika masih kecil, sudah mampu menghafal 70.000 hadits lengkap dengan sanadnya. Mengetahui hari lahir, wafat dan tempat para perawi dan yang dihafalnya tersebut ia catat juga.
Imam al-Bukhari dilahirkan pada malam hari raya Ramadhan, tepatnya 13 Syawal tahun 194 Hijriyah, dan wafat pada hari sabtu di malam lebaran idul fitri 1 Syawal 256 Hijriyah atau bertepatan dengan tanggal 31 Agustus 870 Masehi.
Imam Muslim (202 H – 261 H)
Nama lengkapnya adalah Abu Husain Muslim ibn al-Hajjaj ibn Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi. Beliau di nisbatkan kepada al-Naisaburi Karen lahir dan wafat di Naisabur. Imam al-Bukhari dan Muslim dalam rawi hadits disebutkan dengan Syaikhani (dua syaikh).3
Semenjak kecil, ketika umurnya menginjak 14 tahun, ia mulai mengkhususkan diri mencari dan mendengarkan hadits-hadits dari guru-gurunya di Naisabur. Karena ketertariakannya dengan hadits, maka ia mengadakan rihlah ke beberapa tempat diantaranya Hijaz, Irak, Suriah dan Mesir. Dalam perjalanannya ia bertemu dengan guru-guru dan ulama-ulama hadits terkemuka dan pebgahafal-pengahafal hadits, dan ia pernah belajar dengan Imam Bukhari ketika beliau berkunjung di Naisabur. Dianatar guru-gurunya yang lain dan beliau pernah meriwayatkan hadits mereka adalah Yahya ibn Yahya al-Naisaburi, Ahmad ibn Hanbal, Ishaq ibn Rawaih, ‘Abdullah ibn Maslamah, al-Qa’nabi, al-Bukhari dan lain sebagainya.
Para ulama sepakat menyatakan bahwa, kitab Muslim adalah kitab kedua setelah kitab al-Bukhari, dan tidak seorang pun yang dapat menyamai al-Bukhari dalam bidang mengkritik hadits sanad-sanad hadits dan perawi-perawinya selain dari Muslim.
Imam Muslim lahir di Naisabur pada tahun 206 Hijiriyah dan wafat di Naisabur pul pada tahun 261 Hijriyah.
PEMAKNAAN HADITS
Tinjauan Hadits
Sebagaimana yang termaktub dalam hadits yang di sebutkan dalam pembahasan ini adalah, bahwa hadits ini menjelaskan bahwa “kefahaman tentang agama merupakan asas bagi segala kebaikan seorang muslim, baik menyangkut akhlak, perilaku atau amal perbuatan. Oleh karena itu, kita harus memberikan prioritas dan perhatian yang sangat besar terhadap upaya membentuk aspek kefahaman yang baik bagi setiap muslim tentang agamanya. Menyadari pentingnya masalah ini, Imam Syahid al-Banna menjadikannya sebagai syarat bai’at yang pertama dan utama“.4
Hubungan Hadits dengan Ilmu dan Pendidikan
Melihat dari matan hadits tersebut yang menceritakan tentang kebaikan yang diberikan Allah kepada hamba-Nya dengan jalan menuntut dan mendalami ilmu-ilmu agama sehingga manusia diberi Allah pemahaman tentang agamanya. Menuntut ilmu adalah suatu kewajiban bagi muslim, dalam artian bahwa ilmu-ilmu yang bermanfaat dan membawa kemaslahatan dan manfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain. Dengan ilmu derajat manusia bisa terangkat dan mulia seperti yang di ungkapkan dalam al-Qur’an surat al-Mujadalah ayat 11 yang artinya niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Senada dengan apa yang diungkapkan oleh Ibnu Taimiyah yaitu, “Tidak mungkin suatu perbuatan menjadi amal saleh jika orang yang melakukannya tidak berilmu dan paham atas apa yang ia lakukan”.5 Pengertian ilmu yang dikemukakan oleh Ibu Taimiyah mencakup ilmu tentang kebaikan dan kemunkaran itu sendiri, yakni bisa membedakan antara keduanya dan berilmu tentang hal-hal yang diperintah dan yang dilarang oleh agama (Al-Quran dan hadits). Sedangkan Umar bin Abdul Aziz mengatakan, “Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka apa yang dirusaknya lebih banyak dari apa yang diperbaikinya”. lebih lanjut hadits Mu’adz Bin Jabal Rasulullah Saw bersabda, ‘Ilmu adalah imam amalan, dan amalan mengikutinya.’ Sesungguhnya niat dan amalan jika tidak berlandaskan ilmu maka itu adalah kebodohan, kesesatan dan mengikuti hawa nafsu…dan inilah perbedaan antara orang-orang jahiliyah dan orang-orang Islam,”
Kata “Kebaikan” dalam hadits ini adalah manivestasi dari ilmu, karena ilmu mendatangkan kebaikan bagi orang yang menuntutnya. Untuk memperoleh ilmu tentunya dengan proses pendidikan yang harus ditempuh oleh para penuntut ilmu. Dalam khazanah keilmuan dikenal dua istilah yang cukup populer yaitu pendidikan dan pengajaran. “pada umumnya pendidikan lebih menekankan pada aspek dalam diri manusia, sedangkan pengajaran lebih banyak bersentuhan dengan aspek luar”.6 Lebih lanjut Zakiyah Deradjat menyebutkan ada tiga landasan utama dalam pendidikan Islam. Pertama : Al-Qur’an7, kedua : As-Sunnah8, ketiga : Ijtihad.9
Dalam kenyataannya, banyak orang yang berilmu, maka perilakunya akan baik, ahlaknya baik dan lebih tenang, dalam arti lain dalam menghadapi hidup ini tidak menjadi beban baginya, karena mereka tahu bahwa dengan ilmu hidup lebih mudah dan meyakinkan. Dalam kaitan inilah hadits tersebut menyatakan bahwa orang yang memiliki ilmu akan di beri Allah kebaikan, kebaikan dalam agamanya, hidupnya dan urusan dunianya.
F. PENUTUP
Sebagai penutup dari makalah ini, dapat saya ringkas pengertian dari hadits diatas sebelumnya adalah bahwa :
Dengan ilmu sesungguhnya Allah swt memberikan kebaikan berupa ; kebaikan ahklak, kebaikan perilaku / amal perbuatan, kebaikan hidup, ekonomi, pekerjaan, keturunan dll
Hadits tersebut diatas adalah hadits shohih yang menempati hirarchi pertama hadits shohih karena hadits tersebut diriwayatkan oleh Muttafaqun Alaihi (Bukhori & Muslim)
Ilmu yang berlandaskan agama akan memberi kebaikan bagi tuannya, baik di dunia maupun di akherat dan Allah akan memberi kebaikan padanya berupa pemahaman tentang agama..
Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka apa yang dirusaknya lebih banyak dari apa yang diperbaikinya
Ilmu adalah imam amalan, dan amalan mengikutinya.’ Sesungguhnya niat dan amalan jika tidak berlandaskan ilmu maka itu adalah kebodohan
Suyudi, M, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, (Yogyakarta : Penerbit Mikraj), 1999
Soetrari, Endang, Ilmu Hadits Kajian Riwayah & Dirayah, (Bandung : Amal Bakti Press), 2000
Atsqalani, Hajar, Ibnu, Alih Bahasa, Masdar Helmy, Tarjamah Hadits Bulughul Maram, Cet. Ketiga (Bandung : Gema Risalah Press), 1994
Kumpulan Makalah Studi Ilmu Hadits, PPS MSI UII, 2002/2003
Qardhawi, Yusuf., Seleksi Hadits-Hadits Shahih Tentang Targhib Dan Tarhib, Cet. Kedua (Mesir : Darul Wafa’ al-Manshuroh), 1993.
Deradjat, Zakiyah dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Cet, Ketiga (Jakarta : Bumi Aksara), 1996
1 Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada), 1999, hlm 275.
2 Ending Soetri, Ilmu Hadits Kajian Riwayah & Dirayah, (Bandung : Amal Bakti Press), 2000, hlm. 235.
3 Ibid., hlm 238
4 Yusuf Qardhawi, Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Seleksi Hadits-Hadits Shahih tentang Targhib dan Tarhib, (Mesir : Darul Wafa’ al-Manshuroh), 1993, hlm129.
5 Ibnu Taimiyah, al-Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil munkar, (Wizarah Syuun al-Islamiyah), hlm 19
6 H.M. Suyudi, Pendidikan dalam Persepektif Al-Qur’an, (Yogyakarta : Mikraj), 2005, hlm 211.
7 Al-Qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh Jibril kepada nabi Muhammad SAW, didalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad.
8 As-Sunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rasul Allah SWT. Yang dimaksud dengan pengakuan ialah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui Rasulullah dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan. Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah Al-Qur’an, seperti Al-Qur’an, Sunnah juga berisi aqidah dan syari’ah. Sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertakwa.
9 Ijtihad adalah istilah para fuqaha, yaitu berpikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syari’at Islam untuk menetapkan/menentukan sesuatu hukum syari’at Islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur’an dan Sunnah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar positif dan membangun di harapkan