Selasa, Maret 03, 2009

Puteri Pertama Kami Yang Tercinta

SYIKA AFDHOLIA RAHMA

Itulah nama puteriku yang tersayang, lahir di Tebing Tinggi, 11 Juni 2004 silam, yang sekarang usianya baru empat tahun setengah. Darah yang mengalir padanya adalah campuran dari darah Bangka dari garis ayahnya dan darah Padang dan Banten dari garis Umminya. Tidak terasa sekarang usianya sudah memasuki tahun keempat dan sudah mulai sekolah di TK. Aku sangat gembira sekali punya seorang puteri yang tumbuh sehat, cerdas dan mengerti dengan keadaan walaupun sering ditinggal oleh sang ayah yang tercinta. Bersama dengan umminya dia tinggal di Tebing Tinggi dan ayahnya sekarang sedang sekolah di Yogyakarta. Pernah suatu ketika dia bertanya,”ummi ayah dimana” umminya menjawab ayah lagi sekolah nak di Jogja”, maka setiap orang dan kawan-kawannya bertanya tentang ayahnya, dia langsung menjawab,”Ayah Syika lagi sekolah di Jogja, nanti kalau sudah selesai kami ke Bangka”.

Ada satu ciri khas yang ada pada puteriku, yaitu kalau sudah mau berpergian pasti dia tergesa-gesa dan tidak sabar menunggu. Aku seneng melihatnya, dia sudah siap untuk pergi dan merasa begitu seneng bila diajak jalan-jalan. Lain dari itu daya ingatnya cukup tajam. Pernah suatu hari aku dan dia sedang jalan-jalan dan duduk di sekitar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sambil dia minum jus apocado, didepannya ada warnet dan terpampang spanduk AVATAR, trus dia bilang,”ayah-ayah, itu khan AVATAR yang di TV itu khan yah”, aku bilang betul dan sepintas aku berfikir memang kuat daya ingat anak ini, padahal dia hanya melihat AVATAR lewat TV yang dia tonton pada pagi hari. Lain dari itu lagi, apa yang dia minta pada hari dan saat itu, kemudian sebelum di penuhi permintaannya trus dia tertidur, tapi pas bangun tidurnya pasti dia minta lagi apa yang dia minta sebelumnya, padahal dia belum berbicara sepatah katapun selain apa yang dia minta itu. Aku sangat bangga dan bahagia denga puteriku yang satu ini.

Syika kecil pada saat lahir dan sampai umurnya 2 tahun tinggal di Pesantern Al-Hasyimiyah Tebing Tinggi yang pada saat itu ayahnya masih mengajar di Pesantren tersebut. Kemudian sekitaran umur kurang lebih 3 tahun tinggal di Bangka, tepatnya di Sungailiat kurang lebih selama satu tahun. Setelah itu, ketika ayahnya sekolah di Jogja kembali lagi pindah ke Jogja, tepatnya di jalan perkutut nomor 12 Demangan Baru, Yogyakarta sekitar kurang lebih 8 bulan, kemudian pulang kembali ke Tebing Tinggi sekitaran bulan Juni 2008 yang lalu dan mulai masuk sekolah TK disana. Memang sepanjang masa kecilnya sering berpindah-pindah dan belum menetap. Insya Allah selesai kuliah sekitaran bulan September 2009 nanti sudah selesai ayahnya kuliah dan menetap di Bangka. Mudah-mudahan.

Aku hanya bisa berdo’a, semoga puteriku sehat selalu menjadi anak yang zakiyah dan sholihah. Aku cinta dan sayang anakku - puteriku satu-satunya Syika Afdholia Rahma “cium peluk sayang selalu dari ayah di Jogja”


Biografi Seorang Anak Kampung


“Shobri bin Haji Hasan bin Abdurrahim”

Masa Kecil di Kampung Puding Besar yang Damai

Lahir pada tanggal 02 Maret 1974 silam di desa Puding Besar, sekarang Kecamatan Puding Besar Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Anak keempat dari enam bersaudara yang sejak kecil di didik dan di besarkan di kampung. Shobri Hasan atau nama aslinya di ijazah adalah Subri, ketika di Gontor dikenal dengan Shobri dengan tambahan Hasan adalah nama dari sang ayah, dinisbahkan kepada ayah karena di Gontor terlalu banyak yang memiliki nama Shobri sehingga untuk membedakannya dalam panggilan saja.
Tinggal dan dibesarkan di kampung kecil disebuah pulau, adalah memiliki makna dan kenangan tersendiri. Dengan segala keterbatasan dan kondisi kampung yang sangat “kampungan” itulah watak dan sifat terbentuk dengan sendirinya, namun demikian kehidupan di kampung sangatlah jauh berbeda dengan pola kehidupan di “perkotaan” , dimana sistem kehidupannya terlalu memaksa, hedonis, arogan, dan nafsi-nafsi / individualitas. Lain halnya dengan tata kehidupan di kampung yang sarat dengan persaudaraan, loyalitas, kesahajaan dan sosialitas.
Berteman dan bergaul selama tinggal di kampung dengan kawan-kawan tentunya sungguh sangat banyak kenangan ketika itu ; main bola, pergi ke hutan mencari burung, mencari buah-buahan yang bisa dimakan bersama-sama teman sekampung, cari tai karet untuk di jual, ngaret, minter atau mancing, pergi ke kebun lada / merica untuk ngerumput atau metik sahang, mengambil upah di kebun orang lain, cari junjung, dan lain-lain itu adalah bentuk-bentuk pekerjaan yang bisa dilakukan bagi masyarakat kampung khususnya kampung Puding Besar, Bangka.

Masa-Masa Sekolah dan Menuntut Ilmu.

Sebagaimana yang lain juga, walaupun tinggal di kampung masa pendidikan atau sekolah adalah wajib bagi setiap orang. Maka, walaupun anak kampung, tetapi sempat juga menamatkan sekolah dasarnya selama enam tahun di SDN 48 Puding Besar, kemudian melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat pertama di SMPN masih di kampung juga yaitu Puding Besar. Kemudian pada tahun 1990, berangkat ke Jawa Timur mondok di pesantren Pondok Modern Babussalam, Madiun selama kurang lebih sembilan bulan dan pada bulan Ramadhan tahun 1991 mencoba mendaftarkan diri di Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo dan Alhamdulillah ternyata lulus dan menyantrilah di Pondok Modern ini selama lima tahun. Selama menempuh study yang dimulai dari SD, SMP lalu di Pondok Modern Gontor, prestasi yang diraih tidak begitu tinggi dan juga tidak terlalu mengecewakan, boleh dikatakan yang sedang-sedang saja.
Anak dari seorang ayah yang bernama Haji Hasan dan anak dari seorang ibu yang bernama Hajjah Hotiah ini, kemudian setelah menamatkan studynya pada tahun 1996 dari Pondok Modern Gontor mendapat amanah dari pimpinan ketika itu untuk mengabdi di Pondok Pesantren Modern Al-Istiqamah, Nagata Baru Sigi Biromaru Palu, Sulawesi Tengah. sebagai manifestasi dan dalam rangka merealisikan ilmu pengetahuan selama belajar di Pondok Modern Gontor, maka setiap alumni diwajibkan untuk mengabdi dan mengamalkan ilmunya kepada yang lain. Kurang lebih satu tahun mengabdikan diri di Pondok Pesantren Modern Al-Istiqamah tersebut, lalu kembali lagi ke Pondok Modern Gontor untuk mendapatkan Syahadah dari Pimpinan sebagai bukti bahwa yang bersangkutan benar-benar sudah mengabdi dan mengemban amanah kyai Gontor dengan sebaik-baiknya.
Setelah mendapatkan syahadah dari Gontor, kemudian kembali ke kampung halaman kurang lebih tiga bulan, selanjutnya pergi lagi ke Jawa pada waktu itu sekitar tahun 1997 tepatnya di Cikarang dan sempat mengajar kembali di Pondok Pesantren Darun Nadwah, Cikarang Bekasi, Jawa Barat. Selama kurang lebih satu tahun juga di daerah ini sambil kuliah mengambil jurusan Akuntansi Komputer di AMIK Bani Saleh, Bekasi. Kemudian, dari Jawa Barat pada tahun berikutnya tahun 1998 sempat juga bekerja dan mengajar di wilayah kepulauan Riau tepatnya di Tembilahan atau di SP I GHS I Guntung, Riau. Tinggal di daerah ini kurang lebih selama satu tahun, mengajar dari SD sampai SMP dan pada sore harinya mengelola Madrasah Diniyah. Sepertinya pengembaraan seorang anak manusia yang bernama Shobri ini belum berakhir, maka pada tahun 1999 kembali melanjutkan perjuangannya menuju Sumatera bagian utara tepatnya di Tebing Tinggi.
Selama di Tebing Tinggi, mengajar di Pondok Pesantren Al-Hasyimiyah Jl. Danau Singkarak Kelurahan Pabatu, dengan bekerja sambil kuliah (learning by doing) di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Hikmah. Bekerja dengan mengajar di Pesantren ini kurang lebih enam tahun dilalui dengan segala suka dukanya. Bekerja sambil kuliah inilah yang saya jalani selama lima tahun, dengan segala semangat perjuangan dan peluh keringat akhirnya bisa menamatkan S 1 tepat pada tanggal 30 Maret 2005 silam dengan jurusan Tarbiyah, PAI. Kemudian pada September 2007 melanjutkan ke jenjang Magister Study Islam / Pasca Sarjana S 2 di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta dengan mengambil jurusan Pendidikan Islam.

Masa Mengadu Nasib dan Bekerja

Pertama sekali merasakan kerja adalah mengajar di Pondok Pesantren Modern Al-Istiqamah Palu, Sulawesi Tengah tahun 1996 silam. Ketika itu adalah masa-masa pengabdian setelah menamatkan belajar dari Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo, Jawa Timur, mengadu nasib di tempat ini kurang lebih satu tahun dan kemudian melanjutkan pengalaman kerjanya ke daerah Jawa Barat, tepatnya di Pondok Pesantren Darun Nadwah Cikarang, Bekasi. Kurang lebih satu tahun juga mengajar dan bekrja di Pesantren ini, kemudian pada tahun 1998, kembali melanjutkan perantauan ke daerah Riau Kepulauan, tepatnya di Tembilahan SP I GHS I, Kecamatan Kateman, Guntung. Di wilayah ini juga sempat berjuang selama satu tahun dengan mengajar di SDN, SMP dan pada sore harinya mengajar dan mengelola Madrasah Diniyah.
Kemudian pada tahun berikutnya, tahun 1999 kembali meneruskan untuk melangkahkan kaki ke wilayah Sumatera Utara, tepatnya di daerah Tebing Tinggi, dengan mengajar di Pondok Pesantern Al-Hasyimiyah, jl. Danau Singkarak, Pabatu. Di tempat ini mengadu nasib kurang lebih enam tahun sambil kuliah mengambil S 1, dan Alhamdulillah selesai pada tahun 2005 yang lalu. Kemudian, setelah menamatkan S 1 tersebut, maka pada tahun 2006 akhir, kembali pulang ke kampung halaman yaitu Desa Puding Besar, Bangka untuk mengadu nasib dan peruntungan dengan mencoba mendaftarkan diri Sebagai Pegawai Negeri Sipil di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Syaikh Abdurrahman Siddik, Bangka Belitung. Dan ternyata Alhamdulillah usaha dan do’a dikabulkan oleh yang Maha Kuasa lulus dan jadilah sekarang seorang Dosen di lingkungan STAIN SAS BABEL. Dan sekarang ini tahun 2008 sedang menyelesaikan study S 2 di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Dari pengalaman bekerja dan mengajar di beberapa tempat tersebut, ternyata memberi kesan dan pelajaran yang berharga bagi saya dalam mencari jati diri dan kehidupan. Kadang saat, terpikir di benak ini, bahwa pada setiap orang memang sudah di tentukan oleh yang maha kuasa jatah dan porsi rezeki masing-masing. Sejauh manapun dan sebesar apapun pegorbanan yang diperjuangkan jika belum tiba saatnya kiranya mustahil untuk dapat diraih, tetapi sebaliknya jika rezeki sudah menghampiri kepada tuannya maka tidak ada yang bisa menolaknya. Maha suci Allah yang selalu mengasihi umatnya.

Saya dan Keluarga

Pada tanggal 18 Mei 2003 silam aku melangsungkan pernikahan dengan Dewi Hastuti di Tebing Tinggi, Sumatera Utara. Karena pada saat itu saya bekerja di Pondok Pesantren al-Hasyimiyah Tebing Tinggi. Pada saat pernikahanku, tidak satupun dari keluargaku yang menghadiri hari yang bahagia tersebut. Dikerenakan faktor jarak yang jauh dan biaya yang cukup mahal, sehingga keluarga dan orang tuaku (yang pada saat itu hanya tinggal ibu) tidak bisa menghadiri secara langsung hari yang sangat istimewa itu. Tetapi saya cukup bahagia, karena saya punya bapak angkat di Tebing Tinggi (Bapak Sulaiman dan Ibu Suharmi) yang mewakili aku dan orang tuaku. Saya sangat berterimakasih sekali dengan kedua orang tua angkat tersebut.
Kemudian, pada tanggal 11 Juni 2008 lahirlah puteri kami yang pertama “Syika Afdholia Rahma” yang sekarang sudah berumur empat tahun setengah. Sebagai ayah dan orang tua tentunya sangat berbahagia sekali dengan kelahiran seorang puteri yang cantik dan manis. Aku sangat bersyukur sekali, ternyata dalam hidup ini setiap setelah kesusahan dan kesulitan yang di alami pasti setelahnya kemudahan yang diberikan Allah SWT dan hal ini terjadi dengan apa yang saya jalani dan rasakan. Sungguh sangat adil dan maha pemurah Tuhan semesta alam, sang kholik pencipta yang tiada Tuhan yang hak untuk disembah selain Allah SWT. Semoga kiranya kedepan dan di kemudian hari keluarga kecil ini tetap bahagia dan bersama sampai akhir nanti… Amien...
Potret keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah adalah sebuah keluarga yang di idam-idamkan oleh semua keluarga, penuh dengan pengertian dan kesabaran dalam menjalani keutuhan rumah tangga dengan segala lika-likunya. Ya Allah Anta Rabbi La Ilaha illa Anta, berkahilah keluarga kecilku ini, murahkan rezkinya dan satukanlah hatinya untuk menunaikan kewajiban kepada-Mu, ya Allah. Ampunilah segala khilaf dan salah yang terjadi dalam keluarga kecil ini, sesungguhnya tiada daya upaya kami selain ketentuan dan takdir-Mu, ya Allah…

Cita-Cita Dan Harapan

Dari kisah perjalanan hidup yang dijalani oleh setiap anak manusia di muka bumi ini, tentunya masing-masing dari tiap orang berbeda dan memiliki kisah atau cerita sendiri. Aku teringat dengan apa yang di ungkapkan oleh pepatah arab yang menyatakan “Lan Tarjia’ al-Ayyamu al-Lati Madhot” artinya Tidak akan pernah kembali lagi waktu-waktu yang telah berlalu. Artinya bahwa kalau kita mau maju dan berubah dalam segala bidang kehidupan jangan pernah lagi mengingat masa-masa lalu, tetapi itu semua hendaknya menjadi kaca perbandingan dan batu loncatan untuk melangkah ke depan yang lebih maju dan penuh optimis. Hidup maksimal, berbuat maksimal dan melakukan hal yang bermanfaat bagi diri, keluarga dan orang lain adalah sebaik-baik manusia yang menjalani kehidupan di dunia yang hanya sementara ini.
Dalam mengarungi bahtera alam dunia “Safinah ad-Dunya” ini, sudah barang tentu masing-masing dari anak manusia memilki cita-cita dan harapan. Sehingga hidup ini memiliki nilai dan mempunyai arti, cita-cita dan harapan adalah dua sisi yang memiliki tujuan akhir yang sama. “Kebahagiaan di dunia dan akherat”, kebahagiaan dalam mengarungi bahtera keluarga, kebahagiaan dalam hidup bermasyarakat, kebahagiaan dalam ekonomi dan kebutuhan, kebahagiaan dalam pekerjaan dan tempat tinggal, kebahagiaan dalam beragama kebahagiaan dalam setiap relung dan sisi kehidupan, itu semua adalah manifestasi dari kebahagiaan “Fi ad-Din wa ad-Dunya wa al-Akhiroh”.