ARTI MENDIRIKAN SHALAT
Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menerangkan arti mendirikan sholat dengan mengemukakan pendapat-penadapat para sahabat dan tabi’in sebagai berikut :
Pendapat Ibnu Abbas r.a. : mendirikan sholat adalah mengerjakan segala fardhunya-fardhunya (rukun-rukunnya) (pedoman sholat : 74) “ Adh-Dhahhak menerangkan bahwa Ibnu Abbas r.a pernah berkata,” mendirikan shalat ialah menyempurnakan ruku’, sujud, tilawah (bacaan), khusyuk dan menghadapai shalat dengan sempurna-sempurnanya.” (pedoman shalat : 74)
pendapat Qatadah :” mendirikan shalat ialah tetap memelihara waktu-waktunya, wudhu’nya, rukuknya dan sujudnya.” (pedoman shalat : 74)
Apabila ketiga pngertian diatas digabungkan , maka arti mendirikan shalat ialah memelihara waktu-waktunya, menyempurnakan wudhu’nya dan melaksanakannya dengan sesempurna mungkin (sempurna dalam berdiri, rukuk, I’tidal, sujud, duduk antara dua sujud, duduk tasyahhud, dzikir, do’a, khusyuk, hadir hati, takut serta sempurna dalam adab-adabnya)
pendapat al-Allamah as-Sayyid Rasyid Ridha :” mendirikan shalat ialah melaksanakannya dengan sebaik-baiknya dengan cara yang paling sempurna, yaitu mengerjakan shalat dengan pengagungan dan pemuliaan terhadap Allah dan menunaikannya dengan khusyuk karena Allah.” (Tafsir al-Manar, 1:50)
pendapat al-Ustadz Abdul Azis al-Khulli : “ mendirikan shalat ialah melaksanakannya dengan sebaik-baiknya disertai khusyuk ; memikirkan segala maknanya dan mengenangkan Allah, serta melaksanakannya karena Allah.” (al-Adab an-Nawawi : 7)
KHUSYU’
Sebagian ulama mengatakan bahwa khusyu’ adalah memejamkan mata (penglihatan) dan merendahkan suara.
Imam Ali bin Abi Thalib r.a. berkata,” khusyu’ adalah tiada berpaling kekanan dan kekiri di dalam shalat.” Amru ibn Dinar berkata,” khusyu’ adalah tenang dan bagus kelakuan.” Ibnu Sirin berkata,” Khusyu’ adalah tiada mengangkat pandangan dari tempay sujud,” Ibnu Jubair berkata,” Khusyu’ adalah tetap mengarahkan pikiran kepada shalat hingga tiada mengetahui orang yang di sebelah kanan dan kirinya.” Atha’ berkata,” Khusyu’ adalah tidak memain-mainkan tangan dan tidak memegang badan pada shalat.”
Dalam buku pedoman shalat (80) : Khusyu’ adalah tunduk dan tawaddhu’ serta berketangan hati dan segala anggota tubuh kepada Allah.
IKHLAS DAN JUJUR
Abu al-Qasim Abdul Karim al-Qusyairi mengatakan di dalam risalahnya,” Ikhlas adalah meng-Esakan Allah dalam beribadat dengan tujuan mendekatkan diri kepada-Nya tanpa maksud lainnya. Bukan untuk makhluk atau mencari pujian manusia, demi cinta dan sanjungan makhluk atau tujuan-tujuan lainnya selain mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Hudzaifah al-Mar’asyi berkata,” Ikhlas adalah berbuat sama antara lahir da bathin
Dzun Nun al-Mishri berkata,” Ciri Ikhlas ada tiga, pertama ; apabila dipuji atau di cela orang lain sama saja baginya. Kedua ; ketika beramal, ia tidak melihat dirinya
Abu Muhammad Sahal bin Abdullah at-Tsauri berkata,” Ikhlas adalah seluruh gerak dan diamnya hanya karena Allah, baik dalam kesendirian maupun di keramaian, tidak tercampur dengan kehendak nafsu, keinginan diri dan keinginan duniawi.”
Abu Ali ad-Daqqaq berkata,” Ikhlas adalah menjaga diri dari keinginan di perhatikan manusia. Sedangkan Shidq (jujur) ialah bersih hati dari mengikuti hawa nafsu.” (pedoman shalat : 80)
Pada diri orang yang ikhlas tidak akan ditemukan riya’ dan pada diri orang yan jujur tidak akan ada kesombongan.
TAKUT KARENA ALLAH
Maksud takut kepada Allah dalam shalat adalah sungguh merasa takut akan kuasa dan kekuatan Allah.
Dalam sebuah hadits Qudsi disebutkan,” Pada hari kiamat Allah Ta’ala berfirman ; “Keluarkanlah dari neraka orang yang pernah sesaat dzikir kepada-Ku dan orang yang pernah merasa takut kepada-Ku.” (HR Tirmidzi, dari Anas r.a. ; Hadist Qudsi : 223)
Yang dimaksud dengan dzikir adalah ingat dengan ikhlas dan jujur dalam meng-Esakan Allah dan itu hanya bisa dilakukan oleh mukmin. Nabi SAW bersabda,” Barang siapa mengucapkan La ilaha Illallah dengan ikhlas dari hatinya, niscaya ia masuk surga.” (Hadits Qudsi : 234)
Sedangkan yang dimaksud dengan khauf (takut) didalam hadits Qudsi tersebut adalah menahan nafsu dan semua anggota tubuh dari perbuatan maksiat dengan penuh ketaatan.
HADIR HATI DI DALAM SHALAT
Hadir hati didlam shalat adalah menghadapkan seluruh perhatian kepada Allah dalam setiap tindakan dan bacaan shalatnya serta tidak berpaling kepada selain Allah. Tanpa kehadiran hati, shalat menjadi tidak berarti.
Didalam Ihya Ulumuddin (3: 23) Imam al-Ghazali berkata,” Allah tidak akan memperhatikan shalat yang hati pelakunya tidak hadir bersama tubuhnya.” (pedoman shalat: 85)
Muhammad bin Nasr meriwayatkan hadits dari Utsman bin Abi Dira’ “Allah tidak akan menerima suatu amal dari seorang hamba jika hati si hamba itu tidak hadir bersama tubuhnya.” Dan “Seorang hamba hanya akan memperoleh dari shalatnya sesuatu yang dipahaminya.” (Syarah Ihya’ : 2 ; 112) pedoman shalat : 86
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar positif dan membangun di harapkan