Jumat, November 28, 2008

ISLAM DI ASIA

Sejarah Dinasti Mongol – Islam
Book Review

Judul Buku : Islam Di Asia Tengah (Sejarah Dinasti Mongol – Islam)
Penulis : Dr. M. Abdul Karim, M.A.,M.A.
Pengantar I : Prof. Dr. H. J. Suyuthi Pulungan, M.A.
Pengantar II : Prof. Dr. H. Ahmad Syafi’i Ma’arif, M.A.
Pengantar III : Prof. Dr. H. Anhar Gonggong, M.A.
Penerbit : Bagaskara, Yogyakarta
Cetakan : First Edition, 2006
Tebal Buku : 140 Halaman

Perkembangan sejarah Islam di belahan bumi mongol dan pada Dinasti mongol patut memang untuk di acungkan jempol bagi seluruh umat Islam di belahan dunia lain. Berangkat dari propaganda dan perjuangan keras yang di pelopori oleh tiga Dinasti keturunan Chengis Khan yakni Cagthai, Golden Horde dan Ilkhan. Mereka berhasil membangun peradaban yang luar biasa, dengan spirit Islam. Memang dengan tidak mengenyampingkan fakta sejarah, mereka adalah keturunan yang bukan Islam, yang terkenal dengan kebengisan dan kebiadaban yang di lakukan oleh garis keturunan mereka sebelumnya. Namun, disisi lain fakta sejarah mengungkapkan bahwa pada masa mereka inilah bahwa Islam bisa bangkit dan berkembang. Peradaban Islam Mongol, tidak kalah pentingnya dengan peradaban Islam di Asia Barat, Eropa Barat Daya (Andalusia), Afrika Utara, bahkan di anak benua India sekalipun. Mereka berhasil menggoreskan hasil peradaban dalam bidang ketatanegaraan, militer, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Termasuk juga seni arsitektur yang bernilai tinggi. Daerah kekuasaan selama kepemimpinan Mongol Islam dalam tiga Dinasti ini, juga melebihi luas kekuasaan Dinasti Islam yang pernah ada sebelumnya.
Pasca jatuhnya Baghdad di tangan bangsa Mongol pimpinan Hulagu Khan pada tahun 1258 M. adalah bukti dari kuat dan jitunya strategi politik mereka, sehingga Baghdad yang ketika itu adalah pusat kajian ilmu bagi umat Islam bisa di kuasai dan tunduk di hadapan tentara Mongol. Maka ketika kemudian Islam sudah menghampiri mereka pada tiga Dinasti Islam di Mongol yang berada Persia (Ilkhan), di Rusia (Golden Horde) dan di Asia Tengah (Cagthai), adalah awal mula dari kemunculan Islam pada Bangsa Mongol dan kemudian tercatat sebagai sejarah baru peradaban Islam pada Bangsa ini.
Sejarah awal mula berdirinya Dinasti Mongol di mulai dari kepemimpinan Kabul Khan yang bergelar Khakan, adalah kakek dari Chengis Khan. Sedangkan ayah dari Chengis Khan adalah Ishujayi (Ishugayi) dan ibunya, Helena Khatun. Pada masa kekuasaan Ishujayi, tiga belas suku di Mongol adalah merupakan daerah-daeraah yang di pimpin oleh ayah Chengis Khan, dengan kemampuan dan kemahiran Ishujayi daerah-daerah tersebut bisa di orgainsir dengan baik sehingga ke tiga belas suku tersebut tunduk dan patuh di bawah kekuasan ayah Chengis Khan. Kemudian pada tahun 1162 M, lahirlah seorang putra dari Ishujayi, yang kelak akan menggemparkan dunia dan bangsa Mongol, putra dari Ishujayi dan cucu dari Kabul Khan adalah Temujin / Temucin (artinya besi / baja yang kuat) yang pada akhirnya bergelar Chengis Khan.
Saat ayahnya terbunuh Temucin berusia 13 tahun, pada usia muda belia inilah Temucin memimpin tentara Mongol untuk menggantikan posisi ayahnya. Pada awal mula masa kepemimpinannya, bangsa Mongol dalam keadaan sulit, dikarenakan mereka enggan untuk tunduk dan mengakui kepemimpinan Temucin. Namun, hal itu dapat diatasi oleh Temucin dengan berani dan bijak berkat didikan yang tangguh dari ayahnya Ishujayi dan ibunya Helena. Sehingga mulai sejak saat itu daerah kekuasaannya semakin bertambah dan meluas hampir di seluruh belahan benua Asia. Kemudian pada tahun1227 M Chengis meninggal dunia dan kemudian setelah meninggalnya perluasan wilayah Mongol tetap berlanjut yang diteruskan oleh keempat anaknya, Chengispun membagi wilayah kekuasaannya kepada empat orang putra keturunannya yaitu ; Jisi/ Jochi/Juzi/Joshi, Chaghtai, Oghtai, dan Toluy/Touli. Tercatat bahwa dalam sejarah Mongol, pada masa Oghthai yang diangkat sebagai Khan Agung adalah dinilai sebagai periode yang membawa masa kejayaan Mongol.

A.DINASTI CHAGTHAI (1227-1359 M)
Permulaan Islam memerintah pada masa Dinasti ini adalah diawali oleh periode anak keturunan dari Kara dengan Orghana. Semenjak Kara meninggal dunia dan kemudian langsung puncak kepemimpinan turun kepada istrinya, sebagai ibu Negara, ia meneruskan tampuk pimpinan dan ia sangat memperhatikan sekali kepada orang-orang Islam. Sebagian besar sejarawan berpendapat bahwa Orghana telah memeluk agama Islam. Setelah Orghana, maka kekuasaan diteruskan oleh anaknya, Mubarak Shah sebagai penguasa (1266), ia tercatat sebagai muslim pertama yang memerintah pada Dinasti ini. Mubarak Shah adalah merupakan penguasa pertama dari bangsa Mongol yang memakai nama Islam (menggunakan bahasa Arab).
Secara singkat, tampuk kepemimpinan yang di kuasai oleh pemimpin Islam yang dimulai dari Mubarak Shah kemudian terus bergantian oleh beberapa penguasa silih berganti berebut kekuasaan sehingga sampai kepada periode kepemimpinan Timur. Timurlah kemudian di pandang sebagai yang mempertahankan, memajukan dan menerapkan syariat Islam dikalangan Chaghtai Islam. Timur yang kemudian nantinya mendapat julukan Timur Lang (lame : pincang), sebutan ini karena ia terkena sebuah anak panah yang menembus kaki dan tangannya sehingga membuat ia pincang. Sehingga sejak itulah ia bergelar dengan Timur Lang. Dalam sejarah Islam Chagthai, Timur Lang tercatat sebagai sebagai seorang komandan yang jitu dan handal, sangat dipuji oleh berbagai kalangan. Akhir dari kekuasaan Timur adalah semenjak ia wafat (18-02-1406) dalam perjalanan untuk menyerang China.
Setelah wafatnya Timur Lang, maka kepemimpinan silih berganti di pegang oleh anak keturunannya sehingga sampai yang terakhir dari Dinasti Timur Lang yang berkuasa adalah Baykara, cucu dari Shahrukh. Pada periode ini charisma kerajaan bisa muncul kembali, sehingga banyak bermunculan para tokoh, ilmuwan, penyair, pelukis, dan budayawan. Selama 37 tahun dengan wafatnya Baykara (1506 M), maka berakhirlah kekuasaan Dinasti Timuriah.

B.GOLDEN HORDE (1256-1391 M)
Dalam sejarah Mongol Dinasti ini tercatat sebagai penguasa terlama yang berkuasa dan dan membawa kejayaan dalam peradaban di Asia dan di Eropa. Setelah berakhirnya Dinasti Chaghtai, maka kemudian kekuasaan di Dinasti Mongol dilanjutkan oleh periode Dinasti Golden Horde. Penulis memulai periode kepemimpinan pada Dinasti ini adalah dari masa kepemimpinan Batu, anak dari mendiang Jochi. Batulah yang mendirikan Dinasti Kipcak yang selanjutnya melahirkan Golden Horde.
Setelah kepemimpinan batu (1256), kepemimpinan selanjutnya di teruskan oleh putranya Sartak, namun dalam perjalanan ia meninggal, maka saudaranya Berke / Baraka (1256-1267 M), menjadi penggantinya. Maka pada masa Berke inilah pemimpin Islam pada periode Dinasti Golden Horde secara terang-terangan memeluk agama Islam, sehingga banyak diikuti oleh para pengikutnya. Pada masa Berke inilah secara resmi undang-undang Yassa secara resmi dihapus dan diganti dengan Syari’at Islam dan dia dikenal dengan pelindung Islam. Sepeninggalnya Berke (1266), berturut-turut terjadi pergantian kepeimimpinan tetapi tidak ada yang istimewa dan tercatat dalam beberapa sumber pemimpin yang sehebat Berke.
Dan pada periode akhir dari kekuasaan Golden Horde ini, saat perang dunia II (1944) tentara Uni Soviet mengalahkan pasukan Hitler. Sebelumnya mereka mendukung Jerman, akibatnya bangsa muslim Tartar menerima tekanan yang lebih berat dari Uni Soviet. Setelah perang dingin usai daerah Cremia menjadi bagian dari Negara Ukraina. Dengan demikian berakhirlah sejarah bangsa muslim Tartar tersebut.

C.DINASTI ILKHAN (1256-1335 M)
Ketiga Dinasti besar yang tercatat dalam sejarah kekuasaan Islam Mongol yaitu, Chagthai, Golden Horde dan Ilkhan. Namun dari ketiga Dinasti ini, masa Ilkhanlah yang paling maju dalam membangun peradaban Islam dan juga merupakan Dinasti yang paling maju dalam sejarah bangsa Mongol Islam. Pada masa Ghazan Khan dalam usia 24 tahun naik tahta, pada periodenya tercatat sebagai era baru dalam sejarah Dinasti Ilkhan. Pada masa Ghazan motif-motif dan gaya Mongol telah berubah secara signifikan. Namun demikian kebijakan-kebijakan yang diterapkannya tidak terlalu keras, toleran atau tidak terlalu kejam terhadap rakyat dibawah kekuasaannya, karena dia tahu bahwa efek dan konsekwensi dalam jangka panjangnya sangat mempengaruhi bagi daerah kekuasaannya.
Sekitar 40 tahun berikutnya, setelah penghancuran kota Baghdad Ghazan Khan cicit dari Hulagu Khan, bangkit dengan membangun kembali peradaban Islam di sentral Asia, Persia dan sekitarnya. Bisa dicatat bahwa, pada masa pemerintahan Ghazan Khan, dinasti Ilkhan adalah merupakan dinasti yang paling maju dalam membangun peradaban Islam. Dimana roda pemerintahan dijalankan oleh Ghazan seadil mungkin di semua lini kehidupan, hal itu mengandung tendensi untuk tujuan kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyat bangsa Mongol secara keseluruhan. Lebih lengkapnya adalah ketika tampuk kekuasaan dibawah pemerintahan Ghazan Khan, rakyat Mongol hidup sejahtera dan mencapai puncak kejayaannya pada masa itu.
Dengan tidak menghilangkan fakta sejarah bahwa, dari ketiga Dinasti besar (Chagthai, Golden Horde, Ilkhan) pada bangsa Mongol telah menoreh peradaban baru bagi umat Islam Mongol ketika itu, bahkan mereka berhasil membangun imperium baru meskipun disela-sela kejayaan mereka ada tragedi besar yang menyakitkan umat Islam dengan menghancurkan dan membumi hanguskan kota Baghdad (1258 H). Dapat disetarakan bahwa, sejarah dari ketiga dinasti Islam dikalangan Mongol (Chagthai, Golden Horde, Ilkhan) berdiri dan membangun peradaban Islam sama dengan dinasti Islam yang lain, meskipun mereka berangkat bukanlah dari keturunan Islam Arab.

KOMENTAR DAN KRITIK
Dampak yang timbul dari kekuasaan Mongol bagi Islam adalah bisa berdampak negatif dan juga berdampak positif bagi Umat Islam.. dan jika dibandingkan kedua dampak tersebut tentunya lebih banyak dampak negatifnya dari pada positifnya. Diantara dampak negatif dari kekuasaan Mongol adalah kehancuran tampak jelas dimana-mana dari serangan Mongol sejak dari wilayah timur hingga ke barat, kehancuran kota-kota dengan bangunan yang indah-indah dan perpustakaan-perpustakaan yang mengoleksi banyak buku memperburuk situasi umat Islam, pembunuhan terhadap umat Islam terjadi bukan hanya pada masa Hulagu saja yang membunuh khalifah Abbasiyah dan keluarganya tetapi pembunuhan dilakukan juga terhadap umat Islam yang tidak berdosa. Yang lebih fatal lagi adalah hancurnya Baghdad sebagai pusat Dinasti Abbasiyah yang di dalamnya terdapat berbagai macam tempat belajar dengan fasilitas perpustakaan, hilang lenyap di bakar oleh Hulagu. Suatu kerugian besar bagi khazanah ilmu pengetahuan yang dampaknya masih dirasakan hingga kini.
Sedangkan dampak positif dari kekuasaan Mongol bagi umat Islam adalah diantaranya para pemimpinnya masuk ke agama Islam, antara lain disebabkan karena mereka berasimilasi dan begaul dengan masyarakat muslim dalam jangka panjang, seperti yang telah dilakukan oleh Ghazan Khan (1295-1304) yang menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaannya, walau ia pada mulanya beragama Budha. Yang lebih mendorongnya masuk ke agama Islam adalah karena salah seorang menterinya, Rasyiduddin yang terpelajar dan ahli sejarah yang terkemuka yang selalu berdialog dengannya, dan Nawruz, seorang Gubernurnya untuk beberapa provinsi di Syiria. Ia menyuruh kaum keristen dan Yahudi untuk membayar jizyah, dan memerintahkan mencetak uang yang bercirikan Islam, melarang riba, menyuruh pemimpinnya memakai sorban.
Terlalu berlebihan memang ketika kekuasaan bangsa Mongol hanya disorot dari salah satu sudut pandang saja, yaitu dengan kejayaan Islam pada bangsa ini yang hanya diperoleh dari beberapa gelintir pahlawan Islam yang berperan, yang seolah-olah aib yang pernah mereka lakukan kepada umat Islam dengan penindasan Bani Abbasiyah dan pembumi hanguskan kota Baghdad ketika itu hilang dan sirna begitu saja. Tetapi kemudian umat Islampun harus berbangga dan obyektif melihat fenomena dari bangsa Mongol berikutnya, yang bisa membawa perubahan dan peradaban baru bagi kejayaan Islam.
Buku ini, dengan data-data yang cukup akurat, membuktikan bahwa selama kurun tersebut, kawasan-kawasan Islam Mongol yang dipimpin oleh dinasti yang berbeda-beda, ternyata berhasil meraih kemajuan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, seni, astronomi, filsafat, sejarah dan lain-lain. Bukti sejarah yang masih dapat dilihat sekarang ini, salah satunya, adalah observatorium di Samarkand yang dibangun oleh Dinasti Cahghtai. Nama-nama besar ulama Islam juga lahir pada masa ini, seperti Ibnu Taimiyah yang lahir di kawasan yang dipimpin oleh dinasti Ilkhan.
Bapak Dr. M. Abdul Karim, Double MA. sang penulis buku, mampu menghadirkan fakta sejarah bangsa Mongol yang berbeda. Buku ini menjadi berbeda karena pendekatan yang dipakai untuk menguak peradaban Mongol tidak semata-mata mendeskreditkan bangsa tersebut, tetapi bisa menghadirkan nuansa Islam Mongol dengan beberapa kelebihan yang diraih oleh beberapa pahlawan Islam Mongol. Sehingga yang terjadi kemudian adalah fakta sejarah terungkap bahwa, disamping kebengisan bangsa Mongol pada masa sebelumnya bisa terobati dengan muncul fakta sejarah Islam dan kemajuan peradaban Islam yang diraih oleh dinasti-dinasti Islam Mongol.
Keunggulan yang dimiliki buku ini adalah mampu mengangkat kepermukaan fakta sejarah dari kejayaan Islam bangsa Mongol. Sehingga para pembaca buku tidak tergesa-gesa dengan memponis bahwa ketika membaca sejarah bangsa Mongol hanya tergambar dan terbayang sifat kebengisan dan ke-barbarian pada bangsa ini. Dalam buku ini, banyak fakta-fakta lain yang dapat diungkap. Mulai dari keunikan dan kekhasan masing-masing dinasti Islam (Chagthai, Golden Horde, Ilkhan) dalam menerapkan hukum Islam dan menafsirkan syari’at Islam, sampai dengan tragedi-tragedi sejarah yang yang patut untuk di baca dan berkaca.