A. Pendahuluan
Fenomena pemahaman keagamaan yang menyimpang telah menyebabkan peristiwa-peritiwa yang menyedihkan dan mengharukan khususnya terkait dengan beberapa peristiwa bom yang terjadi di negeri ini. Tragedi-tragedi yang telah terjadi tersebut memakan banyak korban dan menghancurkan beberapa infrastruktur serta sarana-sarana umum. Tidak ayal lagi, bahwa tragedi-tragedi tersebut muncul dari pemahaman sebagian kalangan penganut agama yang separatis dengan tingkat pemahaman agama yang menyimpang. Dalam memaknai arti jihad, disinilah sebenarnya inti dari pokok permasalahan.
Jihad dalam pengertian sempit adalah berjuang dalam bentuk apapun dalam rangka ketaatan kepada Allah swt. Pengertian ini melahirkan dampak negatif yang sangat signifikan terhadap pola pikir dan pemahaman pada sebagian umat. Kenyataan yang terjadi akhirnya adalah berbuat dan melakukan sesuatu tidak lagi berdasarkan rasional melainkan hanya karena mengharap ridho dan iming-iming jannah menurut keyakinan mereka. Dalam tataran inilah kemudian makna jihad disalah artikan oleh mereka-mereka yang termasuk golongan “Ashab al- bom”
Berikut adalah sejumlah peritiwa ledakan bom yang terjadi di Indonesia, tercatat sejak tahun 2000 hingga 2005. Pada tahun 2000, terjadi bom di Kedubes Filipina, (Jakarta 2000. 1 Agustus 2000), bom meledak dari sebuah mobil yang diparkir di depan rumah Duta Besar Filipina, Menteng, Jakarta Pusat. 2 orang tewas dan 21 orang lainnya luka-luka, termasuk Duta Besar Filipina Leonides T Caday. Bom Kedubes Malaysia, (Jakarta 2000. 27 Agustus 2000), granat meledak di kompleks Kedutaan Besar Malaysia di Kuningan, Jakarta. Tidak ada korban jiwa. Bom Gedung Bursa Efek (Jakarta 2000. 13 September 2000), ledakan mengguncang lantai parkir P2 Gedung Bursa Efek Jakarta. 10 orang tewas, 90 orang lainnya luka-luka. 104 mobil rusak berat, 57 rusak ringan. Bom malam Natal 2000 (24 Desember 2000), serangkaian ledakan bom pada malam Natal di beberapa kota di Indonesia, merenggut nyawa 16 jiwa dan melukai 96 lainnya serta mengakibatkan 37 mobil rusak.
Pada tahun 2001, bom Plaza Atrium Senen, (Jakarta 2001. 23 September 2001), bom meledak di kawasan Plaza Atrium, Senen, Jakarta. 6 orang cedera. Bom Restoran KFC, (Makassar 2001, 12 Oktober 2001), ledakan bom mengakibatkan kaca, langit-langit, dan neon sign KFC pecah. Tidak ada korban jiwa. Sebuah bom lainnya yang dipasang di kantor MLC Life cabang Makassar tidak meledak. Bom sekolah Australia, (Jakarta 2001. 6 November 2001), bom rakitan meledak di halaman Australian International School (AIS), Pejaten, Jakarta. Pada tahun 2002, bom malam Tahun Baru 2002. (1 Januari 2002), Granat manggis meledak di depan rumah makan ayam Bulungan, Jakarta. Satu orang tewas dan seorang lainnya luka-luka. Di Palu, Sulawesi Tengah, terjadi empat ledakan bom di berbagai gereja. Tidak ada korban jiwa. Bom Bali 2002 (12 Oktober 2002), tiga ledakan mengguncang Bali. 202 korban yang mayoritas warga negara Australia tewas dan 300 orang lainnya luka-luka. Saat bersamaan, di Manado, Sulawesi Utara, bom rakitan juga meledak di kantor Konjen Filipina, tidak ada korban jiwa Bom Restoran McDonald's Makassar 2002. (5 Desember 2002), bom rakitan yang dibungkus wadah pelat baja meledak di restoran McDonald's Makassar. 3 orang tewas dan 11 luka-luka.
Pada tahun 2003, bom Kompleks Mabes Polri, Jakarta 2003. (3 Februari 2003), bom rakitan meledak di lobi Wisma Bhayangkari, Mabes Polri Jakarta. Tidak ada korban jiwa. Bom Bandara Cengkareng, Jakarta 2003. (27 April 2003), bom meledak dii area publik di terminal 2F, bandar udara internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta. 2 orang luka berat dan 8 lainnya luka sedang dan ringan. Bom JW Marriott 2003. (5 Agustus 2003), bom menghancurkan sebagian hotel JW Marriott. Sebanyak 11 orang meninggal, dan 152 orang lainnya mengalami luka-luka. Kemudian pada tahun 2004, Bom cafe, Palopo 2004, terjadi pada 10 Januari 2004 di Palopo, Sulawesi menewaskan empat orang. (BBC) Bom Kedubes Australia 2004, (9 September 2004), ledakan besar terjadi di depan Kedutaan Besar Australia. 5 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Ledakan juga mengakibatkan kerusakan beberapa gedung di sekitarnya seperti Menara Plaza 89, Menara Grasia, dan Gedung BNI. Bom Kedubes Indonesia, Paris 2004 terjadi pada 8 Oktober 2004, tidak ada korban jiwa. Ledakan bom di Gereja Immanuel, Palu, Sulawesi Tengah pada 12 Desember 2004.
Selanjutnya pada tahun 2005, dua Bom meledak di Ambon pada 21 Maret 2005 Bom Pamulang, Tangerang 2005, (8 Juni 2005), bom meledak di halaman rumah Ahli Dewan Pemutus Kebijakan Majelis Mujahidin Indonesia Abu Jibril alias M Iqbal di Pamulang Barat. Tidak ada korban jiwa. Bom Bali 2005, (1 Oktober 2005), bom kembali meledak di Bali. Sekurang-kurangnya 22 orang tewas dan 102 lainnya luka-luka akibat ledakan yang terjadi di R.AJA's Bar dan Restaurant, Kuta Square, daerah Pantai Kuta dan di Nyoman Café Jimbaran.
Pemboman Palu 2005, 31 Desember 2005, bom meledak di sebuah pasar di Palu, Sulawesi Tengah yang menewaskan 8 orang dan melukai sedikitnya 45 orang.
Pada tahun 2009, (Agustus 2009) baru-baru ini terjadi kembali peristiwa ledakan bom di gedung JW Marriot, terkenal dengan bom mega kuningan. Lagi-lagi peristiwa demi peristiwa bom tersebut merenggut nyawa dan merusak beberapa fasilitas dan sarana-sarana umum, yang sangat menyedihkan kemudian disebutkan pelaku dari ledakan tersebut adalah jaringan teroris yang mengatas namakan mereka sebagai barisan jihad. Islam kembali ternodakan.
Dari beberapa serangkaian peristiwa bom tersebut, dalam konteks Islam dan pendidikan, sekilas nampaknya memiliki peranan dan andil dalam membentuk karakter dan pola pemahaman mereka tentang makna jihad. Sehingga muncul beberapa pertanyaan seperti, Apa yang salah atau siapa yang salah atau di mana letak kesalahannya ?, pertanyaan-pertanyaan ini kemudian patut untuk di kaji dan di jawab. Dalam hal ini, penulis ingin meneropong dengan kaca mata pendidikan. Mungkinkah pendidikan yang salah dalam mendidik dan mengajari serta memberi pemahaman tentang makna perjuangan dalam bahasa agama disebut dengan jihad tersebut.
B. Pengertian
Jihad merupakan ajaran Islam yang paling agung setelah dua kalimah syahadat. Karena jihad adalah bukti loyalitas dan ungkapan cinta pada Islam. Dan jihad secara umum mencakup seluruh aspek kehidupan, yang bertujuan untuk menegakkan masyarakat Islami dan membangun Daulah Islamiah yang ideal. Imam Ibnu Al-Qayyim rahimahullâh mengatakan, para ulama sepakat bahwa secara umum jihad hukumnya fardhu ‘ain. Artinya setiap muslim wajib melakukan jihad, baik laki-laki maupun perempuan; baik dengan hati, lisan, harta benda, maupun tangan. Adapun jihad berperang dengan mempertaruhkan nyawa hukumnya fardhu kifâyah. Artinya jika sekelompok muslim telah melakukannya, maka gugurlah kewajiban berjihad atas seluruh muslim lainnya
Namun jihad ini akan menjadi fardhu `ain pada tiga kondisi, pertama, jika jihad telah diserukan secara umum. Kedua, jika musuh memerangi negeri kaum muslimin. Dan ketiga, jika seorang muslim atau muslimah sedang berada di medan perang. Jihad sangatlah penting untuk menjaga eksistensi umat Islam sebagai umat yang kuat, disegani, dan tidak menjadi objek keserakahan musuh yang membencinya. Oleh karena itu Allah mencela orang-orang yang malas dan tidak mau berjihad. Seperti pernyataan Allah dalam surat at-Taubah ayat 38 yang berbunyi :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انفِرُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الأَرْض أَرَضِيتُم بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الآخِرَةِ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلاَّ قَلِيلٌ
“Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu, 'Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah' kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia Ini (dibandingkan dengan kehidupan) akhirat hanyalah sedikit." (QS. Al-Taubah: 38).
Jihad merupakan ajaran Islam yang paling agung setelah dua kalimah syahadat. Karena jihad adalah bukti loyalitas dan ungkapan cinta pada Islam. Dan jihad secara umum mencakup seluruh aspek kehidupan, yang bertujuan untuk menegakkan masyarakat Islami dan membangun Daulah Islamiah yang ideal. Oleh karena itu, tabiat dakwah Islam tak pernah terpisah dengan kata jihad. Orang-orang yang melakukan jihad ini adalah para mujahid. Bagi mereka, duduk berpangku tangan adalah penyakit bahaya terhadap dakwah. Mereka juga meyakini bahwa diam dan istirahat merupakan dua hal yang paling berat. Ciri-ciri mujahid sejati adalah selalu berfikir untuk menegakkan Islam, memiliki kepeduliaan yang tinggi. Seluruh gerak-geriknya, sikapnya, istirahatnya, perkatannya, obrolannya, keseriusannya, candanya tetap tidak mengeluarkannya dari spektrum jihad.
Imam Syahid Hasan Al-Banna mengatakan, "Di antara jihad adalah membuncahkan perasaan untuk berkeinginan kuat membangkitkan Islam dan kemuliaannya. Merindukan kegemilangannya. Menangis karena sedih melihat kondisi umat Islam yang lemah, terhina, dan terus terluka terhadap segala sesuatu yang tidak diridhai Allah dan Rasul-Nya. Jalan jihad itu panjang dan butuh pengorbanan serta kerja keras. Jadi setiap muslim harus terbiasa menanggung beban dan berkorban, sehingga mampu melewati tingkatan-tingkatan jihad dengan baik.
1. Makna Jihad dan Tingkatannya
Secara bahasa (etimologi), Makna jihad adalah keinginan yang kuat, sedangkan menurut Syara’ secara umum adalah Mencurahkan segala kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang dicintai, dan memerangi apa-apa yang menghalangi kebenaran.
Tingkatan jihad diantaranya adalah :
1.Jihad dalam pengertian umum meliputi jihad melawan hawa nafsu dan syaithan dan meliputi jihad orang kafir dan munafik, dan Jihad kepada orang ahli bid’ah dan kemungkaran.
2.Jihad terhadap orang kafir yang menemui kendala adalah suatu kesempatan untuk lebih menyempurnakan jihad.
3.Sesungguhnya yang menyempurnakan manusia dalam hal jihad dan mengerjakan bagian-bagiannya, semuanya itu menuntut persiapan jiwa dan segala sesuatu yang dibutuhkan.
2. Alasan Berjihad
1.Mendekatkan diri kepada Allah dengan landasan ayat-ayat yang mulia.
2.Balasannya mendapatkan keridhaan Allah dan syurga-Nya di akhirat.
3.Bentuk penghambaan manusia kepada Tuhan Semesta Alam dan mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya, dan mengeluarkan mereka dalam menyembah makluk menuju ibadah kepada Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya.
3. Keutamaan Berjihad
1.Geraknya mujahid (orang yang berjihad di jalan Allah) di medan perang itu diberikan pahala oleh Allah
2.Jihad adalah perdagangan yang untung dan tidak pernah rugi.
3.Jihad lebih utama daripada meramaikan Masjidil Haram dan memberikan minum kepada jama'ah haji.
4.Jihad merupakan satu dari dua kebaikan (menang atau mati syahid).
5.Jihad adalah jalan menuju surga.
6.Orang yang berjihad, meskipun dia sudah mati syahid namun ia tetap hidup dan diberikan rizki.
7.Orang yang berjihad seperti orang yang berpuasa tidak berbuka dan melakukan shalat malam terus-menerus.
8.Sesungguhnya Surga memiliki 100 tingkatan yang disediakan Allah untuk orang yang berjihad di jalan-Nya. Antara satu tingkat dengan yang lainnya berjarak seperti antara langit dan bumi.
9.Surga di bawah naungan pedang.
10.Orang yang mati syahid mempunyai 6 keutamaan: (1) Diampunkan dosanya sejak tetesan darah yang pertama, (2) dapat melihat tempatnya di Surga, (3) akan dilindungi dari adzab kubur, (4) diberikan rasa aman dari ketakutan yang dahsyat pada hari kiamat, (5) diberikan pakaian iman, dinikahkan dengan bidadari, dan (6) dapat memberikan syafa'at kepada 70 anggota keluarganya.
11.Orang yang berjihad di jalan Allah itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.
12.Orang yang mati syahid, ruhnya berada di qindil (lampu/lentera) yang berada di Surga.
13.Orang yang mati syahid diampunkan seluruh dosanya, kecuali hutang.
C. Perspektif Jihad kaitannya dengan Pendidikan Islam.
Ketertinggalan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kini melanda sebagian besar kaum muslim disebabkan paradigma yang diterapkan dalam sistem pendidikan masih bersifat atomisme-konservatisme. Paradigma ini mengarah pada pemilahan tegas antara ilmu dan etika, antara agama dan budaya, antara Barat dan Timur, antara pendidikan Islam dan umum. Ketertinggalan tersebut disebabkan diantaranya adalah, Pertama, karena umat Islam teralu terlena dengan era kejayaan Islam zaman pertengahan tetapi gagal mereaktualisasikan dalam zaman kekinian, mereka begitu membanggakan era kemajuan ilmu pengetahuan itu tetapi tidak mampu melestarikan etos keilmuan yang menjadi elan vital pada era itu. Kedua, Secara umum, teologi umat Islam telah mengalami distorsi dan pelapukan. Teologi progresif yang ditampakkan umat pada era pertengahan telah diganti dengan teologi konservatif yang menempatkan kehidupan dunia ini sebagai fase “tidak penting” untuk dilalui. Teologi konservatif hanya mengajarkan bagaimana bisa selamat di akherat tanpa harus bersusah-payah “merebut” kesempatan hidup yang unggul di dunia. Ketiga, sebagai imbas teologi konservatif itu, pandangan dunia umat Islam menjadi serba mistis-eskatologis ketimbang rasional-strategis. Umat lebih mengharap “keajaiban” yang datang dari langit untuk mengubah nasibnya ketimbang berusaha untuk meretas akar masalah yang menghimpitnya.
Dalam konteks pendidikan Islam, dari sekian banyak lembaga pendidikan Islam yang berdiri kokoh di negeri ini adalah salah satu upaya merepresentasikan bahwa Islam dan pola pendidikannya tetap eksis dan bertahan meskipun digempur oleh hebatnya serangan zaman dengan kemajuan tekhnologi yang mutakhir di era modernisasi. Namun, Ada berbagai kesalahan fatal yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan Islam saat ini. Pertama, sebagian besar lembaga-lembaga pendidikan itu tidak betul-betul didirikan untuk mencerdaskan dan mencerahkan umat, tetapi lebih banyak diniatkan untuk sekedar mengukuhkan eksistensi kelompok Islam tertentu dan mobilisasi dana umat. Kedua, tidak ada ruh pembaruan (tajdid) yang secara progresif mampu melahirkan pikiran-pikiran kreatif inovatif (al-muntijah) untuk pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi tidak lebih hanya sekedar pengulangan-pengulangan (repetisi). Ketiga, dalam menghadapi mainstream sistem pengetahuan (knowledge system) yang diproduksi Barat, ada sikap ekstrem yang ditunjukkan oleh lembaga-lembaga pendidikan Islam yang sama-sama tidak menguntungkan, satu sisi bersikap antipati dan mencoba mencari jalur tradisionalisme yang dianggap autentik Islam, dan sisi lain terlalu akomodatif sehingga tidak ada ruang kritisisme sedikit pun.
Bercermin dari realitas tingkat pemahaman dan eksistensi lembaga pendidikan Islam serta tujuannya sehingga perlu dilakukan peningkatan dan perubahan kearah lebih baik. Dan diantara upaya untuk melakukan kemajuan dan perubahan tersebut dilakukan beberapa tindakan diantaranya Pertama, harus ada pergeseran paradigma (shifting paradigm) dalam pengembangan keilmuan pada lembaga pendidikan Islam. Dari paradigma atomisme-konservatisme menuju paradigma holistik-progresivisme. Paradigma atomisme-konservatisme mengarah pada pemilahan tegas antara ilmu dan etika, antara agama dan budaya, antara Barat dan Timur, antara pendidikan Islam dan umum. Sebaliknya paradigma holistik-progresif meramu secara utuh aspek ontologis, epistemologis dan aksiologis hal-hal yang sempat dikotomikan tersebut. Kedua, peningkatan kualitas SDM dalam lembaga pendidikan Islam yang salah satunya adalah melalui proses studi lanjut. Ketiga, penguatan jaringan (networking) antar lembaga pendidikan Islam untuk membangun kerjasama, khususnya di bidang akademik. Sebagian lembaga pendidikan Islam dicurigai mengajarkan jihad dalam arti perang (kekerasan fisik),
Timbul pertanyaan kemudian, mengapa ada penilaian seperti ini ? Secara faktual memang harus diakui; Pertama, bahwa ada beberapa lembaga pendidikan Islam yang nengajarkan Islam secara normatif-formalistik, sehingga out put lulusannya sangat potensial untuk berada pada jalur radikalisme Islam. Para aktor kasus pengeboman di Indonesia adalah alumni beberapa lembaga pendidikan yang corak pengajarannya adalah normatif-formalistik. Sehingga penilaian bahwa lembaga pendidikan Islam dicurigai mengajarkan jihad dalam arti perang ada sedikit benarnya, tetapi tentu tidak bisa digeneralisasi demikian, karena lembaga pendidikan Islam yang lebih moderat jumlahnya jauh lebih banyak.
Kedua, pendidikan agama di lembaga Islam masih menggunakan indoktrinasi yang didasarkan pada penafsiran kaku terhadap ajaran Islam. Karena itu pula orang tua kadang bingung pada perubahan diri si anak yang tidak mau berteman lagi dengan kawannya yang non-muslim, atau bahkan pada kawan yang tidak sealiran dengan lembaga pendidikan di mana dia sekolah. Pendidikan seperti ini, telah gagal dalam menanamkan nilai-nilai luhur Islam yang damai. Sebaliknya, ia berhasil menanamkan eksklusivisme dan truth claim yang menjadi “bom waktu” di kemudian hari.
Apa yang akan dilakukan kemudian, pertanyaan ini sangat layak untuk di jawab. Apakah hal tersebut terjadi karena soal mindset atau ada hal lain?, bukan hanya persoalan mindset, tetapi soal pendekatan pendidikan. Pendidikan di sekolah Islam perlu mengintroduksi cara berpikir kritis dan berkesenian. Jika dua hal ini dikembangkan di lembaga Islam, maka ajaran jihad tidak akan dipahami dalam satu pengertian saja, yakni “berperang atau bertempur melawan musuh”, tetapi lebih dari itu jihad dapat dipahami dalam konteks kemanusiaan yang lebih luas, misalnya belajar giat, berjuang menegakkan keadilan, dan bergiat dalam meraih kemajuan. Intinya, jihad demi kemakmuran dan kemaslahatan seluruh umat manusia. Inilah pengertian sesungguhnya, dari adagium “Islam rahmatan lil’alamin”.
Dalam istilah pendidikan Islam, jihad di maknai sebagai upaya untuk mendidik umat dalam membentuk dan membina mental, melahirkan generasi, membina umat dan budaya serta memberlakukan prinsip-prinsip kemuliaan dan peradaban. Semua itu dimaksudkan untuk merubah manusia dari pemahaman yang menyimpang tentang keyakinan dan keimanan, kebodohan, kesesatan dan kekacauan menuju cahaya tauhid, ilmu, hidayah dan kemantapan. Sehingga wujud dari pendidikan Islam adalah pendidikan yang melatih sensibilitas individu sedemikian rupa, sehingga dalam perilaku mereka terhadap kehidupan, langkah-langkah dan keputusan begitu pula pendekatan mereka terhadap semua ilmu pengetahuan diatur oleh nilai-nilai etika Islam yang sangat dalam dirasakan. Dengan pendidikan Islam itu mereka akan terlatih dan secara mental sangat berdisiplin sehingga mereka ingin memiliki pengetahuan bukan saja untuk memuaskan rasa ingin tahu intelektual atau hanya manfaat kebendaan yang bersifat duniawi, tetapi juga untuk tumbuh sebagai makhluk yang rasional, berbudi dan menghasilkan kesejahteraan spiritual, moral dan fisik, kedamaian keluarga, masyarakat dan umat manusia.
Pada kerangka inilah kemudian, makna jihad tidak disalah artikan dalam mengaplikasikan dan merealisasikannya. Cukuplah tudingan bahwa lembaga-lembaga pendidikan Islam khususnya pondok pesantren-pondok pesantren dianggap sebagai lembaga yang mengajarkan dan menanamkan benih ajaran-ajaran “teroris” untuk memerangi dan berjihad melawan musuh-musuh Islam. Dengan melihat kembali tujuan dan rumusan pendidikan Islam yang sebenarnya, jihad dalam pandangan mereka dapat di bungkus dengan aqidah dan tauhid yang lurus yang mengedepankan keramahan dan kecintaan serta kemaslahatan bagi sesama.
Prof. Dr. Abd. Hamid al- Anshari dalam tulisannya tentang “Jihad Tidak Sama Dengan Permusuhan dan Kekerasan” menuturkan bahwa faktor utama terjadinya peristiwa ledakan bom tersebut adalah faktor pemikiran, budaya dan ideologi. Disana ada semacam warisan lama yang terpendam dalam turats (tradisi), pemikiran, dan budaya kita. Yaitu budaya kekerasan. Kita terlalu terbiasa dengan nalar-nalar permusuhan. Nalar permusuhan inilah yang selalu bertentangan dengan kehidupan. Kemudian ia meneruskan mengenai jihad, menurutnya jihad mempunyai dua tujuan penting. Pertama, adalah mempertahankan diri (defensif) dari kezhaliman. Hal ini sudah menjadi hak setiap agama dan setiap Negara. Ini sudah merupakan kesepakatan bersama dan bukanlah hal yang dibuat-buat. Mempertahankan hak manusia bukan hanya terdapat dalam Islam saja. Merupakan tugas kemanusiaan, mempertahankan harta, martabat, agama, keluarga dan lain sebagainya. Ini sudah terpendam dalam setiap diri manusia sejak dia dilahirkan. Jadi tujuan awal dari datangnya Islam adalah memperathankan kemanusiaan. Waqatilu fi sabilillah alladzina yuqaatilunakum wa la ta’tadu (perangilah orang-orang yang memerangi kamu dan jangan melampaui batas). Jadi yang diperangi adalah mereka yang memerangi kita. Bagi yang tidak memerangi, kita tidak berhak memusuhinya. Lalu apa kemudian yang harus dilakukan kepada mereka?. Al-qur’an memberi jawaban “La yanhakumu Allahu ‘an alladzina lam yuqatilunakum fi al-dini wa lam yukhrijukum min diyarikum an tabarruhum watuq sithu ilaihim” (al-mumtahanah: 9). Jadi tuga kita adalah berbuat baik dan bekerja sama dengan mereka. Bekerja sama dalam aspek budaya, ekonomi, politik dan lain-lain.
Kedua, membebaskan rakyat. Tujuannya adalah memberikan kebebasan dan legitimasi pada masyarakat untuk memilih sesuai dengan prinsip keadilan. Mengangkat manusia dari penindasan penguasa. Seperti yang terjadi pada masa emprialisme. (QS. Al-Nisa’: 75).
D. Solusi
Pendidikan Islam sebagai satu mata rantai dari syariat Islam, memiliki ciri khusus yang sama dengan kekhususan al-Islam itu sendiri, yaitu syamil-kamil-mutakamil (sistem yang integral-sempurna-dan menyempurnakan). Integralitas sistem pendidikan Islam ini secara garis besar mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, yang secara garis besar adalah :
a.Pendidikan Keimanan (aqidah)
Yang dimaksud dengan pendidikan iman adalah mengikat individu dengan dasar-dasar iman, rukun Islam dan dasar-dasar syari’ah Islamiyah. Metode pendidikan ini adalah menumbuhkan pemahaman terhadap dasar-dasar keimanan dan ajaran Islam yang bersandarkan pada wasiat-wasiat Rasulullah saw dan petunjuknya.
b.Pendidikan Moral (Akhlaq)
Maksud pendidikan moral adalah pendidikan mengenai dasar-dasar moral dan keutamaan perangai, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh individu sejak masa analisa hingga ia menjadi seorang mukallaf, pemuda yang mengarungi lautan kehidupan.
Tidak diragukan lagi bahwa keutamaan-keutamaan moral, perangai dan tabiat merupakan salah satu buah iman yang mendalam, dan perkembangan religius yang benar.
c.Pendidikan Fisik
Pendidikan Islam sangat memperhatikan fisik tiap-tiap muslim. Apabila kita bicara tentang fisik dalam pendidikan, yang dimaksud bukan hanya otot-ototnya, panca inderanya dan kelenjar-kelenjarnya, tetapi juga potensi energik yang muncul dari fisik dan terungkap melalui perasaan. Islam mendidik umatnya dengan memberikan rangsangan yang baik sebagaimana dalam sabda Rasulullah saw. : “ Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai daripada mukmin yang lemah.” Islam juga mengajarkan aturan -aturan yang sehat dalam makan, minum, dan tidur. Mendidik untuk menjaga kesehatannya, dengan selalu menganjurkan olah raga dan menjauhkan diri dari penyebab-penyebab kelemahan.
d.Pendidikan intelektual
Maksud pendidikan intelektual adalah pembentukan dan pembinaan berpikir individu dengan segala sesuatu yang bermanfaat, ilmu pengetahuan, hukum, peradaban ilmiah dan modernisme serta kesadaran berpikir dan berbudaya. dengan demikian ilmu, rasio dan peradaban individu tersebut benar-benar dapat dibina. Akal adalah kekuatan manusia yang paling besar dan merupakan pemberian Allah yang paling berharga. Dan al-Qur’an memberikan perhatian yang sangat besar terhadap perkembangan akal ini. Al-Qur’an mendidik akal dengan begitu banyak ayat-ayat alam semesta untuk jadi bahan perenungan. Tapi bukan perenungan itu yang menjadi tujuannya, melainkan mendidik akal agar cermat, cerdas dan akurat dalam berpikir dan bersikap serta menempuh jalan hidup.
e.Pendidikan Psikhis
Maksud pendidikan psikhis adalah mendidik individu supaya bersikap berani, berterus terang, merasa sempurna, suka berbuat baik terhadap orang lain, menahan diri ketika marah dan senang kepada seluruh bentuk keutamaan psikhis dan moral secara keseluruhan. Tujuan pendidikan ini adalah membentuk, menyempurnakan dan menyeimbangkan kepribadian individu, sehingga mampu melaksanakan kewajiban-kewajibannya dengan baik dan sempurna.
f.Pendidikan Sosial
Maksud pendidikan sosial adalah mendidik individu agar terbiasa menjalankan adab-adab sosial yang baik dan dasar-dasar psikhis yang mulia dan bersumber pada aqidah Islamiyah yang abadi dan perasaan keimanan yang mendalam, agar di dalam masyarakat nanti ia bisa tampil dengan pergaulan dan adab yang baik, keseimbangan akal yang matang dan tindakan yang bijaksana.
Berdasar atas sistem integralitas pendidikan Islam tersebut yakni pendidikan keimanan, moral, fisik, intelektual, psikhis dan sosial diatas kemudian konsep dan paradigma tentang makna jihad dibungkus. Atas dasar iman kepada Allah kemudian tidaklah cukup hanya hubungan kepada-Nya semata tanpa memperhatikan hubungan kepada makhluk-Nya yang lain. Dengan konsep menghargai keimanan umat yang lain adalah kerangka dari bangunan keimanan yang harus mencintai, menyanyangi dan mengasihi kepada sesama umat meskipun berbeda keyakinan dan kepercayaan. Bahwa tidak mustahil kemudian konsep pendidikan moral, fisik, intelektual, psikhis dan pendidikan sosial juga melihat realitas pemahaman tentang jihad tidaklah dipergunakan pada jalan untuk membinasakan dan untuk menghancurkan.
Bagi lembaga-lembaga pendidikan Islam khususnya sebagian lembaga pondok pesantren sudah saatnya untuk merubah paradigma dan wacana dalam memaknai arti jihad sesungguhnya. Truth claim atau anggapan tentang klaim kebenaran dan anggapan tentang hak untuk masuk surga kemudian tidaklah harus ditanam dan dibungkus dalam bentuk jihad melawan umat selain mereka. Penanaman aqidah jihad yang menyimpang dengan pemahamannya yang sempit haruslah kemudian menjadi perhatian utama untuk diluruskan dan dibenarkan menjadi pemahaman dalam arti luas. Kebijakan-kebijakan pimpinan tentang keputusan jihad harus diformulasikan dan didasarkan pada kebijakan-kebijakan Rasulullah dalam memerintahkan untuk berjihad. Hal tersebut kemudian tidak terlepas dari manajemen kebijakan lembaga pendidikan yang profesional, terarah dan memilki visi dan misi untuk membangun umat kepada jihad yang benar.
Jihad perspektif pendidikan Islam dalam arti sesungguhnya adalah berusaha semampu mungkin untuk berbuat, mencari dan menuntut ilmu sampai batas yang tidak ditentukan agar terbagun dan tercipta umat yang terdidik dan madani, yang tidak memandang klaim kebenaran dan hak masuk surga adalah miliki bagi segolongan umat yang melakukan jihad dengan memerangi umat non muslim. Langkah-langkah yang dilakukan untuk menciptakan umat yang rahmatan lil alamin adalah dengan mencintai dan menghargai antar sesama dalam bingkai satu umat yang bersumber dari asal yang sama dan keturunan yang sama pula meskipun berbeda keyakinan.
E. Kesimpulan
Jihad dalam rangka membangun etos kerja dan semangat juang untuk meraih kehidupan yang sempurna adalah tujuan dari jihad dalam kerangka pendidikan Islam. Pendidikan dalam arti tarbiyah adalah jihad dalam melaksanakan tugas hidup sebagai manusia sosial untuk menuntut ilmu agar menjadi manusia yang terdidik, berpengetahuan dan memiliki kepekaan sosial yang bermanfaat bagi individunya dan manusia lainnya.
Pendidikan merupakan jalan utama untuk mendekatkan diri kepada Allah, sehingga kita memperoleh kebahagiaan hidup didunia dan akherat. Yang menjadi masalah adalah, sekarang ini pendidikan telah didistorsi menjadi alat untuk mencapai kemashuran, kedudukan dan materi semata. Karena itu, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang belum tentu ia menjadi semakin bahagia, semakin baik dan semakin takwa kepada Allah, bahkan sering terjadi kaum terdidik melakukan kejahatan, kekejaman kesewenang-wenangan. Dalam konteks inilah kemudian makna jihad disalah artikan oleh kaum terpelajar dan terdidik dalam kalangan ilmuwan muslim radikal dan separatis.
Peristiwa demi peristiwa bom yang terjadi adalah wujud realitas dari hasil karya segelintir ilmuwan muslim radikal dan separatis yang berperan dibalik layar dalam membentuk karakter dan idiologi menyimpang tentang aqidah untuk memusuhi dan memerangi orang yang lain aqidah dengan mereka. Maka, peranan pendidikan Islam dalam ranah pembentukan karakter dan idiologi umat haruslah berdasar atas fitrah manusia. Al-Ghazali menjelaskan tentang pendidikan fitrah adalah usaha menggali, mengembangkan dan mengaktualisasikan fitrah manusia, untuk memanfaatkan alam semesta dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia. Kedamaian dan kesejahteraan umat adalah refleksi dari ajaran Islam untuk saling memahami dan menghargai perbedaan antar umat. Sesuai dengan fitrah manusia ketika dilahirkan adalah memiliki karakter yang sama, baik dan suci yang merupakan bingkai selanjutnya untuk tetap menghargai dan memahami perbedaan tersebut.
F. Penutup
Diskursus mengenai jihad adalah suatu keniscayaan bagi semua manusia untuk selalu tetap berusaha dan berjihad demi keberlangsungan hidupnya di dunia ini. Yang menjadi perhatian utama dalam tema jihad ini adalah melakukan dan berusaha semampu mungkin untuk menciptakan stabilitas hidup menjadi bermakna dan mengarah kepada keadaan yang lebih baik. Oleh karenanya, melalui pendekatan pendidikan langkah-langkah tersebut semestinya dapat diraih dengan bermodalkan ilmu pengetahuan dan tarbiyah Islamiyah, jihad dapat diaplikasikan pada ranah yang semestinya.
Lembaga-lembaga pendidikan Islam khususnya pada sebagian lembaga pondok Pesantren dengan kurikulumnya “mungkin” pada pola pembelajaran dan pengajarannya serta manajemen kebijakan pemimpinnya kemudian sudah saatnya merubah haluan dan persepsi tentang makna jihad kepada perjuangan untuk membentuk umat yang memiliki pengetahuan luas dan untuk saling menghargai dan menghormati umat lain yang tidak dalam satu aqidah. Sehingga kemudian akan terciptalah umat dengan keadaan damai yang saling mencintai satu dengan lainnya dalam bingkai Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.
Kebijakan-kebijakan tentang jihad bukanlah kemudian diartikan dalam arti sempit hanyalah untuk berperang melawan musuh-musuh Islam dengan kekerasan dan pembunuhan, akan tetapi kaitannya dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan yaitu memerangi mereka dengan pemikiran dan hasil karya nyata sebagai wujud bahwa kewibawaan dan keperkasaan Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin yang mengutamakan kasih sayang antar sesama dan kemajuan peradaban.
DAFTAR PUSTAKA
Arkoun. Muhammade, dkk. 2008. Serial dialog Pencerahan Afkar, Orientalisme vis a vis Oksidentalisme. Jakarta: Penerbit Pustaka firdaus.
Ibnu Rusn. Abidin, 2009. Pemikiran Al-Gahazali Tentang Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
http://jurnalphe.blogspot.com/2009/07/tragedi-bom-di-indonesia.html
http: // jihad dan dakwah. Blogspot.com / 2009/ 03/ ringkasan-kitab-pendidikan-jihad. html
http: // buku-Islam. Blogspot. Com/ 2008/02/ kedudukan-jihad. Html 13.
Fenomena pemahaman keagamaan yang menyimpang telah menyebabkan peristiwa-peritiwa yang menyedihkan dan mengharukan khususnya terkait dengan beberapa peristiwa bom yang terjadi di negeri ini. Tragedi-tragedi yang telah terjadi tersebut memakan banyak korban dan menghancurkan beberapa infrastruktur serta sarana-sarana umum. Tidak ayal lagi, bahwa tragedi-tragedi tersebut muncul dari pemahaman sebagian kalangan penganut agama yang separatis dengan tingkat pemahaman agama yang menyimpang. Dalam memaknai arti jihad, disinilah sebenarnya inti dari pokok permasalahan.
Jihad dalam pengertian sempit adalah berjuang dalam bentuk apapun dalam rangka ketaatan kepada Allah swt. Pengertian ini melahirkan dampak negatif yang sangat signifikan terhadap pola pikir dan pemahaman pada sebagian umat. Kenyataan yang terjadi akhirnya adalah berbuat dan melakukan sesuatu tidak lagi berdasarkan rasional melainkan hanya karena mengharap ridho dan iming-iming jannah menurut keyakinan mereka. Dalam tataran inilah kemudian makna jihad disalah artikan oleh mereka-mereka yang termasuk golongan “Ashab al- bom”
Berikut adalah sejumlah peritiwa ledakan bom yang terjadi di Indonesia, tercatat sejak tahun 2000 hingga 2005. Pada tahun 2000, terjadi bom di Kedubes Filipina, (Jakarta 2000. 1 Agustus 2000), bom meledak dari sebuah mobil yang diparkir di depan rumah Duta Besar Filipina, Menteng, Jakarta Pusat. 2 orang tewas dan 21 orang lainnya luka-luka, termasuk Duta Besar Filipina Leonides T Caday. Bom Kedubes Malaysia, (Jakarta 2000. 27 Agustus 2000), granat meledak di kompleks Kedutaan Besar Malaysia di Kuningan, Jakarta. Tidak ada korban jiwa. Bom Gedung Bursa Efek (Jakarta 2000. 13 September 2000), ledakan mengguncang lantai parkir P2 Gedung Bursa Efek Jakarta. 10 orang tewas, 90 orang lainnya luka-luka. 104 mobil rusak berat, 57 rusak ringan. Bom malam Natal 2000 (24 Desember 2000), serangkaian ledakan bom pada malam Natal di beberapa kota di Indonesia, merenggut nyawa 16 jiwa dan melukai 96 lainnya serta mengakibatkan 37 mobil rusak.
Pada tahun 2001, bom Plaza Atrium Senen, (Jakarta 2001. 23 September 2001), bom meledak di kawasan Plaza Atrium, Senen, Jakarta. 6 orang cedera. Bom Restoran KFC, (Makassar 2001, 12 Oktober 2001), ledakan bom mengakibatkan kaca, langit-langit, dan neon sign KFC pecah. Tidak ada korban jiwa. Sebuah bom lainnya yang dipasang di kantor MLC Life cabang Makassar tidak meledak. Bom sekolah Australia, (Jakarta 2001. 6 November 2001), bom rakitan meledak di halaman Australian International School (AIS), Pejaten, Jakarta. Pada tahun 2002, bom malam Tahun Baru 2002. (1 Januari 2002), Granat manggis meledak di depan rumah makan ayam Bulungan, Jakarta. Satu orang tewas dan seorang lainnya luka-luka. Di Palu, Sulawesi Tengah, terjadi empat ledakan bom di berbagai gereja. Tidak ada korban jiwa. Bom Bali 2002 (12 Oktober 2002), tiga ledakan mengguncang Bali. 202 korban yang mayoritas warga negara Australia tewas dan 300 orang lainnya luka-luka. Saat bersamaan, di Manado, Sulawesi Utara, bom rakitan juga meledak di kantor Konjen Filipina, tidak ada korban jiwa Bom Restoran McDonald's Makassar 2002. (5 Desember 2002), bom rakitan yang dibungkus wadah pelat baja meledak di restoran McDonald's Makassar. 3 orang tewas dan 11 luka-luka.
Pada tahun 2003, bom Kompleks Mabes Polri, Jakarta 2003. (3 Februari 2003), bom rakitan meledak di lobi Wisma Bhayangkari, Mabes Polri Jakarta. Tidak ada korban jiwa. Bom Bandara Cengkareng, Jakarta 2003. (27 April 2003), bom meledak dii area publik di terminal 2F, bandar udara internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta. 2 orang luka berat dan 8 lainnya luka sedang dan ringan. Bom JW Marriott 2003. (5 Agustus 2003), bom menghancurkan sebagian hotel JW Marriott. Sebanyak 11 orang meninggal, dan 152 orang lainnya mengalami luka-luka. Kemudian pada tahun 2004, Bom cafe, Palopo 2004, terjadi pada 10 Januari 2004 di Palopo, Sulawesi menewaskan empat orang. (BBC) Bom Kedubes Australia 2004, (9 September 2004), ledakan besar terjadi di depan Kedutaan Besar Australia. 5 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Ledakan juga mengakibatkan kerusakan beberapa gedung di sekitarnya seperti Menara Plaza 89, Menara Grasia, dan Gedung BNI. Bom Kedubes Indonesia, Paris 2004 terjadi pada 8 Oktober 2004, tidak ada korban jiwa. Ledakan bom di Gereja Immanuel, Palu, Sulawesi Tengah pada 12 Desember 2004.
Selanjutnya pada tahun 2005, dua Bom meledak di Ambon pada 21 Maret 2005 Bom Pamulang, Tangerang 2005, (8 Juni 2005), bom meledak di halaman rumah Ahli Dewan Pemutus Kebijakan Majelis Mujahidin Indonesia Abu Jibril alias M Iqbal di Pamulang Barat. Tidak ada korban jiwa. Bom Bali 2005, (1 Oktober 2005), bom kembali meledak di Bali. Sekurang-kurangnya 22 orang tewas dan 102 lainnya luka-luka akibat ledakan yang terjadi di R.AJA's Bar dan Restaurant, Kuta Square, daerah Pantai Kuta dan di Nyoman Café Jimbaran.
Pemboman Palu 2005, 31 Desember 2005, bom meledak di sebuah pasar di Palu, Sulawesi Tengah yang menewaskan 8 orang dan melukai sedikitnya 45 orang.
Pada tahun 2009, (Agustus 2009) baru-baru ini terjadi kembali peristiwa ledakan bom di gedung JW Marriot, terkenal dengan bom mega kuningan. Lagi-lagi peristiwa demi peristiwa bom tersebut merenggut nyawa dan merusak beberapa fasilitas dan sarana-sarana umum, yang sangat menyedihkan kemudian disebutkan pelaku dari ledakan tersebut adalah jaringan teroris yang mengatas namakan mereka sebagai barisan jihad. Islam kembali ternodakan.
Dari beberapa serangkaian peristiwa bom tersebut, dalam konteks Islam dan pendidikan, sekilas nampaknya memiliki peranan dan andil dalam membentuk karakter dan pola pemahaman mereka tentang makna jihad. Sehingga muncul beberapa pertanyaan seperti, Apa yang salah atau siapa yang salah atau di mana letak kesalahannya ?, pertanyaan-pertanyaan ini kemudian patut untuk di kaji dan di jawab. Dalam hal ini, penulis ingin meneropong dengan kaca mata pendidikan. Mungkinkah pendidikan yang salah dalam mendidik dan mengajari serta memberi pemahaman tentang makna perjuangan dalam bahasa agama disebut dengan jihad tersebut.
B. Pengertian
Jihad merupakan ajaran Islam yang paling agung setelah dua kalimah syahadat. Karena jihad adalah bukti loyalitas dan ungkapan cinta pada Islam. Dan jihad secara umum mencakup seluruh aspek kehidupan, yang bertujuan untuk menegakkan masyarakat Islami dan membangun Daulah Islamiah yang ideal. Imam Ibnu Al-Qayyim rahimahullâh mengatakan, para ulama sepakat bahwa secara umum jihad hukumnya fardhu ‘ain. Artinya setiap muslim wajib melakukan jihad, baik laki-laki maupun perempuan; baik dengan hati, lisan, harta benda, maupun tangan. Adapun jihad berperang dengan mempertaruhkan nyawa hukumnya fardhu kifâyah. Artinya jika sekelompok muslim telah melakukannya, maka gugurlah kewajiban berjihad atas seluruh muslim lainnya
Namun jihad ini akan menjadi fardhu `ain pada tiga kondisi, pertama, jika jihad telah diserukan secara umum. Kedua, jika musuh memerangi negeri kaum muslimin. Dan ketiga, jika seorang muslim atau muslimah sedang berada di medan perang. Jihad sangatlah penting untuk menjaga eksistensi umat Islam sebagai umat yang kuat, disegani, dan tidak menjadi objek keserakahan musuh yang membencinya. Oleh karena itu Allah mencela orang-orang yang malas dan tidak mau berjihad. Seperti pernyataan Allah dalam surat at-Taubah ayat 38 yang berbunyi :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انفِرُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الأَرْض أَرَضِيتُم بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الآخِرَةِ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلاَّ قَلِيلٌ
“Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu, 'Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah' kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia Ini (dibandingkan dengan kehidupan) akhirat hanyalah sedikit." (QS. Al-Taubah: 38).
Jihad merupakan ajaran Islam yang paling agung setelah dua kalimah syahadat. Karena jihad adalah bukti loyalitas dan ungkapan cinta pada Islam. Dan jihad secara umum mencakup seluruh aspek kehidupan, yang bertujuan untuk menegakkan masyarakat Islami dan membangun Daulah Islamiah yang ideal. Oleh karena itu, tabiat dakwah Islam tak pernah terpisah dengan kata jihad. Orang-orang yang melakukan jihad ini adalah para mujahid. Bagi mereka, duduk berpangku tangan adalah penyakit bahaya terhadap dakwah. Mereka juga meyakini bahwa diam dan istirahat merupakan dua hal yang paling berat. Ciri-ciri mujahid sejati adalah selalu berfikir untuk menegakkan Islam, memiliki kepeduliaan yang tinggi. Seluruh gerak-geriknya, sikapnya, istirahatnya, perkatannya, obrolannya, keseriusannya, candanya tetap tidak mengeluarkannya dari spektrum jihad.
Imam Syahid Hasan Al-Banna mengatakan, "Di antara jihad adalah membuncahkan perasaan untuk berkeinginan kuat membangkitkan Islam dan kemuliaannya. Merindukan kegemilangannya. Menangis karena sedih melihat kondisi umat Islam yang lemah, terhina, dan terus terluka terhadap segala sesuatu yang tidak diridhai Allah dan Rasul-Nya. Jalan jihad itu panjang dan butuh pengorbanan serta kerja keras. Jadi setiap muslim harus terbiasa menanggung beban dan berkorban, sehingga mampu melewati tingkatan-tingkatan jihad dengan baik.
1. Makna Jihad dan Tingkatannya
Secara bahasa (etimologi), Makna jihad adalah keinginan yang kuat, sedangkan menurut Syara’ secara umum adalah Mencurahkan segala kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang dicintai, dan memerangi apa-apa yang menghalangi kebenaran.
Tingkatan jihad diantaranya adalah :
1.Jihad dalam pengertian umum meliputi jihad melawan hawa nafsu dan syaithan dan meliputi jihad orang kafir dan munafik, dan Jihad kepada orang ahli bid’ah dan kemungkaran.
2.Jihad terhadap orang kafir yang menemui kendala adalah suatu kesempatan untuk lebih menyempurnakan jihad.
3.Sesungguhnya yang menyempurnakan manusia dalam hal jihad dan mengerjakan bagian-bagiannya, semuanya itu menuntut persiapan jiwa dan segala sesuatu yang dibutuhkan.
2. Alasan Berjihad
1.Mendekatkan diri kepada Allah dengan landasan ayat-ayat yang mulia.
2.Balasannya mendapatkan keridhaan Allah dan syurga-Nya di akhirat.
3.Bentuk penghambaan manusia kepada Tuhan Semesta Alam dan mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya, dan mengeluarkan mereka dalam menyembah makluk menuju ibadah kepada Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya.
3. Keutamaan Berjihad
1.Geraknya mujahid (orang yang berjihad di jalan Allah) di medan perang itu diberikan pahala oleh Allah
2.Jihad adalah perdagangan yang untung dan tidak pernah rugi.
3.Jihad lebih utama daripada meramaikan Masjidil Haram dan memberikan minum kepada jama'ah haji.
4.Jihad merupakan satu dari dua kebaikan (menang atau mati syahid).
5.Jihad adalah jalan menuju surga.
6.Orang yang berjihad, meskipun dia sudah mati syahid namun ia tetap hidup dan diberikan rizki.
7.Orang yang berjihad seperti orang yang berpuasa tidak berbuka dan melakukan shalat malam terus-menerus.
8.Sesungguhnya Surga memiliki 100 tingkatan yang disediakan Allah untuk orang yang berjihad di jalan-Nya. Antara satu tingkat dengan yang lainnya berjarak seperti antara langit dan bumi.
9.Surga di bawah naungan pedang.
10.Orang yang mati syahid mempunyai 6 keutamaan: (1) Diampunkan dosanya sejak tetesan darah yang pertama, (2) dapat melihat tempatnya di Surga, (3) akan dilindungi dari adzab kubur, (4) diberikan rasa aman dari ketakutan yang dahsyat pada hari kiamat, (5) diberikan pakaian iman, dinikahkan dengan bidadari, dan (6) dapat memberikan syafa'at kepada 70 anggota keluarganya.
11.Orang yang berjihad di jalan Allah itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.
12.Orang yang mati syahid, ruhnya berada di qindil (lampu/lentera) yang berada di Surga.
13.Orang yang mati syahid diampunkan seluruh dosanya, kecuali hutang.
C. Perspektif Jihad kaitannya dengan Pendidikan Islam.
Ketertinggalan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kini melanda sebagian besar kaum muslim disebabkan paradigma yang diterapkan dalam sistem pendidikan masih bersifat atomisme-konservatisme. Paradigma ini mengarah pada pemilahan tegas antara ilmu dan etika, antara agama dan budaya, antara Barat dan Timur, antara pendidikan Islam dan umum. Ketertinggalan tersebut disebabkan diantaranya adalah, Pertama, karena umat Islam teralu terlena dengan era kejayaan Islam zaman pertengahan tetapi gagal mereaktualisasikan dalam zaman kekinian, mereka begitu membanggakan era kemajuan ilmu pengetahuan itu tetapi tidak mampu melestarikan etos keilmuan yang menjadi elan vital pada era itu. Kedua, Secara umum, teologi umat Islam telah mengalami distorsi dan pelapukan. Teologi progresif yang ditampakkan umat pada era pertengahan telah diganti dengan teologi konservatif yang menempatkan kehidupan dunia ini sebagai fase “tidak penting” untuk dilalui. Teologi konservatif hanya mengajarkan bagaimana bisa selamat di akherat tanpa harus bersusah-payah “merebut” kesempatan hidup yang unggul di dunia. Ketiga, sebagai imbas teologi konservatif itu, pandangan dunia umat Islam menjadi serba mistis-eskatologis ketimbang rasional-strategis. Umat lebih mengharap “keajaiban” yang datang dari langit untuk mengubah nasibnya ketimbang berusaha untuk meretas akar masalah yang menghimpitnya.
Dalam konteks pendidikan Islam, dari sekian banyak lembaga pendidikan Islam yang berdiri kokoh di negeri ini adalah salah satu upaya merepresentasikan bahwa Islam dan pola pendidikannya tetap eksis dan bertahan meskipun digempur oleh hebatnya serangan zaman dengan kemajuan tekhnologi yang mutakhir di era modernisasi. Namun, Ada berbagai kesalahan fatal yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan Islam saat ini. Pertama, sebagian besar lembaga-lembaga pendidikan itu tidak betul-betul didirikan untuk mencerdaskan dan mencerahkan umat, tetapi lebih banyak diniatkan untuk sekedar mengukuhkan eksistensi kelompok Islam tertentu dan mobilisasi dana umat. Kedua, tidak ada ruh pembaruan (tajdid) yang secara progresif mampu melahirkan pikiran-pikiran kreatif inovatif (al-muntijah) untuk pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi tidak lebih hanya sekedar pengulangan-pengulangan (repetisi). Ketiga, dalam menghadapi mainstream sistem pengetahuan (knowledge system) yang diproduksi Barat, ada sikap ekstrem yang ditunjukkan oleh lembaga-lembaga pendidikan Islam yang sama-sama tidak menguntungkan, satu sisi bersikap antipati dan mencoba mencari jalur tradisionalisme yang dianggap autentik Islam, dan sisi lain terlalu akomodatif sehingga tidak ada ruang kritisisme sedikit pun.
Bercermin dari realitas tingkat pemahaman dan eksistensi lembaga pendidikan Islam serta tujuannya sehingga perlu dilakukan peningkatan dan perubahan kearah lebih baik. Dan diantara upaya untuk melakukan kemajuan dan perubahan tersebut dilakukan beberapa tindakan diantaranya Pertama, harus ada pergeseran paradigma (shifting paradigm) dalam pengembangan keilmuan pada lembaga pendidikan Islam. Dari paradigma atomisme-konservatisme menuju paradigma holistik-progresivisme. Paradigma atomisme-konservatisme mengarah pada pemilahan tegas antara ilmu dan etika, antara agama dan budaya, antara Barat dan Timur, antara pendidikan Islam dan umum. Sebaliknya paradigma holistik-progresif meramu secara utuh aspek ontologis, epistemologis dan aksiologis hal-hal yang sempat dikotomikan tersebut. Kedua, peningkatan kualitas SDM dalam lembaga pendidikan Islam yang salah satunya adalah melalui proses studi lanjut. Ketiga, penguatan jaringan (networking) antar lembaga pendidikan Islam untuk membangun kerjasama, khususnya di bidang akademik. Sebagian lembaga pendidikan Islam dicurigai mengajarkan jihad dalam arti perang (kekerasan fisik),
Timbul pertanyaan kemudian, mengapa ada penilaian seperti ini ? Secara faktual memang harus diakui; Pertama, bahwa ada beberapa lembaga pendidikan Islam yang nengajarkan Islam secara normatif-formalistik, sehingga out put lulusannya sangat potensial untuk berada pada jalur radikalisme Islam. Para aktor kasus pengeboman di Indonesia adalah alumni beberapa lembaga pendidikan yang corak pengajarannya adalah normatif-formalistik. Sehingga penilaian bahwa lembaga pendidikan Islam dicurigai mengajarkan jihad dalam arti perang ada sedikit benarnya, tetapi tentu tidak bisa digeneralisasi demikian, karena lembaga pendidikan Islam yang lebih moderat jumlahnya jauh lebih banyak.
Kedua, pendidikan agama di lembaga Islam masih menggunakan indoktrinasi yang didasarkan pada penafsiran kaku terhadap ajaran Islam. Karena itu pula orang tua kadang bingung pada perubahan diri si anak yang tidak mau berteman lagi dengan kawannya yang non-muslim, atau bahkan pada kawan yang tidak sealiran dengan lembaga pendidikan di mana dia sekolah. Pendidikan seperti ini, telah gagal dalam menanamkan nilai-nilai luhur Islam yang damai. Sebaliknya, ia berhasil menanamkan eksklusivisme dan truth claim yang menjadi “bom waktu” di kemudian hari.
Apa yang akan dilakukan kemudian, pertanyaan ini sangat layak untuk di jawab. Apakah hal tersebut terjadi karena soal mindset atau ada hal lain?, bukan hanya persoalan mindset, tetapi soal pendekatan pendidikan. Pendidikan di sekolah Islam perlu mengintroduksi cara berpikir kritis dan berkesenian. Jika dua hal ini dikembangkan di lembaga Islam, maka ajaran jihad tidak akan dipahami dalam satu pengertian saja, yakni “berperang atau bertempur melawan musuh”, tetapi lebih dari itu jihad dapat dipahami dalam konteks kemanusiaan yang lebih luas, misalnya belajar giat, berjuang menegakkan keadilan, dan bergiat dalam meraih kemajuan. Intinya, jihad demi kemakmuran dan kemaslahatan seluruh umat manusia. Inilah pengertian sesungguhnya, dari adagium “Islam rahmatan lil’alamin”.
Dalam istilah pendidikan Islam, jihad di maknai sebagai upaya untuk mendidik umat dalam membentuk dan membina mental, melahirkan generasi, membina umat dan budaya serta memberlakukan prinsip-prinsip kemuliaan dan peradaban. Semua itu dimaksudkan untuk merubah manusia dari pemahaman yang menyimpang tentang keyakinan dan keimanan, kebodohan, kesesatan dan kekacauan menuju cahaya tauhid, ilmu, hidayah dan kemantapan. Sehingga wujud dari pendidikan Islam adalah pendidikan yang melatih sensibilitas individu sedemikian rupa, sehingga dalam perilaku mereka terhadap kehidupan, langkah-langkah dan keputusan begitu pula pendekatan mereka terhadap semua ilmu pengetahuan diatur oleh nilai-nilai etika Islam yang sangat dalam dirasakan. Dengan pendidikan Islam itu mereka akan terlatih dan secara mental sangat berdisiplin sehingga mereka ingin memiliki pengetahuan bukan saja untuk memuaskan rasa ingin tahu intelektual atau hanya manfaat kebendaan yang bersifat duniawi, tetapi juga untuk tumbuh sebagai makhluk yang rasional, berbudi dan menghasilkan kesejahteraan spiritual, moral dan fisik, kedamaian keluarga, masyarakat dan umat manusia.
Pada kerangka inilah kemudian, makna jihad tidak disalah artikan dalam mengaplikasikan dan merealisasikannya. Cukuplah tudingan bahwa lembaga-lembaga pendidikan Islam khususnya pondok pesantren-pondok pesantren dianggap sebagai lembaga yang mengajarkan dan menanamkan benih ajaran-ajaran “teroris” untuk memerangi dan berjihad melawan musuh-musuh Islam. Dengan melihat kembali tujuan dan rumusan pendidikan Islam yang sebenarnya, jihad dalam pandangan mereka dapat di bungkus dengan aqidah dan tauhid yang lurus yang mengedepankan keramahan dan kecintaan serta kemaslahatan bagi sesama.
Prof. Dr. Abd. Hamid al- Anshari dalam tulisannya tentang “Jihad Tidak Sama Dengan Permusuhan dan Kekerasan” menuturkan bahwa faktor utama terjadinya peristiwa ledakan bom tersebut adalah faktor pemikiran, budaya dan ideologi. Disana ada semacam warisan lama yang terpendam dalam turats (tradisi), pemikiran, dan budaya kita. Yaitu budaya kekerasan. Kita terlalu terbiasa dengan nalar-nalar permusuhan. Nalar permusuhan inilah yang selalu bertentangan dengan kehidupan. Kemudian ia meneruskan mengenai jihad, menurutnya jihad mempunyai dua tujuan penting. Pertama, adalah mempertahankan diri (defensif) dari kezhaliman. Hal ini sudah menjadi hak setiap agama dan setiap Negara. Ini sudah merupakan kesepakatan bersama dan bukanlah hal yang dibuat-buat. Mempertahankan hak manusia bukan hanya terdapat dalam Islam saja. Merupakan tugas kemanusiaan, mempertahankan harta, martabat, agama, keluarga dan lain sebagainya. Ini sudah terpendam dalam setiap diri manusia sejak dia dilahirkan. Jadi tujuan awal dari datangnya Islam adalah memperathankan kemanusiaan. Waqatilu fi sabilillah alladzina yuqaatilunakum wa la ta’tadu (perangilah orang-orang yang memerangi kamu dan jangan melampaui batas). Jadi yang diperangi adalah mereka yang memerangi kita. Bagi yang tidak memerangi, kita tidak berhak memusuhinya. Lalu apa kemudian yang harus dilakukan kepada mereka?. Al-qur’an memberi jawaban “La yanhakumu Allahu ‘an alladzina lam yuqatilunakum fi al-dini wa lam yukhrijukum min diyarikum an tabarruhum watuq sithu ilaihim” (al-mumtahanah: 9). Jadi tuga kita adalah berbuat baik dan bekerja sama dengan mereka. Bekerja sama dalam aspek budaya, ekonomi, politik dan lain-lain.
Kedua, membebaskan rakyat. Tujuannya adalah memberikan kebebasan dan legitimasi pada masyarakat untuk memilih sesuai dengan prinsip keadilan. Mengangkat manusia dari penindasan penguasa. Seperti yang terjadi pada masa emprialisme. (QS. Al-Nisa’: 75).
D. Solusi
Pendidikan Islam sebagai satu mata rantai dari syariat Islam, memiliki ciri khusus yang sama dengan kekhususan al-Islam itu sendiri, yaitu syamil-kamil-mutakamil (sistem yang integral-sempurna-dan menyempurnakan). Integralitas sistem pendidikan Islam ini secara garis besar mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, yang secara garis besar adalah :
a.Pendidikan Keimanan (aqidah)
Yang dimaksud dengan pendidikan iman adalah mengikat individu dengan dasar-dasar iman, rukun Islam dan dasar-dasar syari’ah Islamiyah. Metode pendidikan ini adalah menumbuhkan pemahaman terhadap dasar-dasar keimanan dan ajaran Islam yang bersandarkan pada wasiat-wasiat Rasulullah saw dan petunjuknya.
b.Pendidikan Moral (Akhlaq)
Maksud pendidikan moral adalah pendidikan mengenai dasar-dasar moral dan keutamaan perangai, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh individu sejak masa analisa hingga ia menjadi seorang mukallaf, pemuda yang mengarungi lautan kehidupan.
Tidak diragukan lagi bahwa keutamaan-keutamaan moral, perangai dan tabiat merupakan salah satu buah iman yang mendalam, dan perkembangan religius yang benar.
c.Pendidikan Fisik
Pendidikan Islam sangat memperhatikan fisik tiap-tiap muslim. Apabila kita bicara tentang fisik dalam pendidikan, yang dimaksud bukan hanya otot-ototnya, panca inderanya dan kelenjar-kelenjarnya, tetapi juga potensi energik yang muncul dari fisik dan terungkap melalui perasaan. Islam mendidik umatnya dengan memberikan rangsangan yang baik sebagaimana dalam sabda Rasulullah saw. : “ Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai daripada mukmin yang lemah.” Islam juga mengajarkan aturan -aturan yang sehat dalam makan, minum, dan tidur. Mendidik untuk menjaga kesehatannya, dengan selalu menganjurkan olah raga dan menjauhkan diri dari penyebab-penyebab kelemahan.
d.Pendidikan intelektual
Maksud pendidikan intelektual adalah pembentukan dan pembinaan berpikir individu dengan segala sesuatu yang bermanfaat, ilmu pengetahuan, hukum, peradaban ilmiah dan modernisme serta kesadaran berpikir dan berbudaya. dengan demikian ilmu, rasio dan peradaban individu tersebut benar-benar dapat dibina. Akal adalah kekuatan manusia yang paling besar dan merupakan pemberian Allah yang paling berharga. Dan al-Qur’an memberikan perhatian yang sangat besar terhadap perkembangan akal ini. Al-Qur’an mendidik akal dengan begitu banyak ayat-ayat alam semesta untuk jadi bahan perenungan. Tapi bukan perenungan itu yang menjadi tujuannya, melainkan mendidik akal agar cermat, cerdas dan akurat dalam berpikir dan bersikap serta menempuh jalan hidup.
e.Pendidikan Psikhis
Maksud pendidikan psikhis adalah mendidik individu supaya bersikap berani, berterus terang, merasa sempurna, suka berbuat baik terhadap orang lain, menahan diri ketika marah dan senang kepada seluruh bentuk keutamaan psikhis dan moral secara keseluruhan. Tujuan pendidikan ini adalah membentuk, menyempurnakan dan menyeimbangkan kepribadian individu, sehingga mampu melaksanakan kewajiban-kewajibannya dengan baik dan sempurna.
f.Pendidikan Sosial
Maksud pendidikan sosial adalah mendidik individu agar terbiasa menjalankan adab-adab sosial yang baik dan dasar-dasar psikhis yang mulia dan bersumber pada aqidah Islamiyah yang abadi dan perasaan keimanan yang mendalam, agar di dalam masyarakat nanti ia bisa tampil dengan pergaulan dan adab yang baik, keseimbangan akal yang matang dan tindakan yang bijaksana.
Berdasar atas sistem integralitas pendidikan Islam tersebut yakni pendidikan keimanan, moral, fisik, intelektual, psikhis dan sosial diatas kemudian konsep dan paradigma tentang makna jihad dibungkus. Atas dasar iman kepada Allah kemudian tidaklah cukup hanya hubungan kepada-Nya semata tanpa memperhatikan hubungan kepada makhluk-Nya yang lain. Dengan konsep menghargai keimanan umat yang lain adalah kerangka dari bangunan keimanan yang harus mencintai, menyanyangi dan mengasihi kepada sesama umat meskipun berbeda keyakinan dan kepercayaan. Bahwa tidak mustahil kemudian konsep pendidikan moral, fisik, intelektual, psikhis dan pendidikan sosial juga melihat realitas pemahaman tentang jihad tidaklah dipergunakan pada jalan untuk membinasakan dan untuk menghancurkan.
Bagi lembaga-lembaga pendidikan Islam khususnya sebagian lembaga pondok pesantren sudah saatnya untuk merubah paradigma dan wacana dalam memaknai arti jihad sesungguhnya. Truth claim atau anggapan tentang klaim kebenaran dan anggapan tentang hak untuk masuk surga kemudian tidaklah harus ditanam dan dibungkus dalam bentuk jihad melawan umat selain mereka. Penanaman aqidah jihad yang menyimpang dengan pemahamannya yang sempit haruslah kemudian menjadi perhatian utama untuk diluruskan dan dibenarkan menjadi pemahaman dalam arti luas. Kebijakan-kebijakan pimpinan tentang keputusan jihad harus diformulasikan dan didasarkan pada kebijakan-kebijakan Rasulullah dalam memerintahkan untuk berjihad. Hal tersebut kemudian tidak terlepas dari manajemen kebijakan lembaga pendidikan yang profesional, terarah dan memilki visi dan misi untuk membangun umat kepada jihad yang benar.
Jihad perspektif pendidikan Islam dalam arti sesungguhnya adalah berusaha semampu mungkin untuk berbuat, mencari dan menuntut ilmu sampai batas yang tidak ditentukan agar terbagun dan tercipta umat yang terdidik dan madani, yang tidak memandang klaim kebenaran dan hak masuk surga adalah miliki bagi segolongan umat yang melakukan jihad dengan memerangi umat non muslim. Langkah-langkah yang dilakukan untuk menciptakan umat yang rahmatan lil alamin adalah dengan mencintai dan menghargai antar sesama dalam bingkai satu umat yang bersumber dari asal yang sama dan keturunan yang sama pula meskipun berbeda keyakinan.
E. Kesimpulan
Jihad dalam rangka membangun etos kerja dan semangat juang untuk meraih kehidupan yang sempurna adalah tujuan dari jihad dalam kerangka pendidikan Islam. Pendidikan dalam arti tarbiyah adalah jihad dalam melaksanakan tugas hidup sebagai manusia sosial untuk menuntut ilmu agar menjadi manusia yang terdidik, berpengetahuan dan memiliki kepekaan sosial yang bermanfaat bagi individunya dan manusia lainnya.
Pendidikan merupakan jalan utama untuk mendekatkan diri kepada Allah, sehingga kita memperoleh kebahagiaan hidup didunia dan akherat. Yang menjadi masalah adalah, sekarang ini pendidikan telah didistorsi menjadi alat untuk mencapai kemashuran, kedudukan dan materi semata. Karena itu, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang belum tentu ia menjadi semakin bahagia, semakin baik dan semakin takwa kepada Allah, bahkan sering terjadi kaum terdidik melakukan kejahatan, kekejaman kesewenang-wenangan. Dalam konteks inilah kemudian makna jihad disalah artikan oleh kaum terpelajar dan terdidik dalam kalangan ilmuwan muslim radikal dan separatis.
Peristiwa demi peristiwa bom yang terjadi adalah wujud realitas dari hasil karya segelintir ilmuwan muslim radikal dan separatis yang berperan dibalik layar dalam membentuk karakter dan idiologi menyimpang tentang aqidah untuk memusuhi dan memerangi orang yang lain aqidah dengan mereka. Maka, peranan pendidikan Islam dalam ranah pembentukan karakter dan idiologi umat haruslah berdasar atas fitrah manusia. Al-Ghazali menjelaskan tentang pendidikan fitrah adalah usaha menggali, mengembangkan dan mengaktualisasikan fitrah manusia, untuk memanfaatkan alam semesta dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia. Kedamaian dan kesejahteraan umat adalah refleksi dari ajaran Islam untuk saling memahami dan menghargai perbedaan antar umat. Sesuai dengan fitrah manusia ketika dilahirkan adalah memiliki karakter yang sama, baik dan suci yang merupakan bingkai selanjutnya untuk tetap menghargai dan memahami perbedaan tersebut.
F. Penutup
Diskursus mengenai jihad adalah suatu keniscayaan bagi semua manusia untuk selalu tetap berusaha dan berjihad demi keberlangsungan hidupnya di dunia ini. Yang menjadi perhatian utama dalam tema jihad ini adalah melakukan dan berusaha semampu mungkin untuk menciptakan stabilitas hidup menjadi bermakna dan mengarah kepada keadaan yang lebih baik. Oleh karenanya, melalui pendekatan pendidikan langkah-langkah tersebut semestinya dapat diraih dengan bermodalkan ilmu pengetahuan dan tarbiyah Islamiyah, jihad dapat diaplikasikan pada ranah yang semestinya.
Lembaga-lembaga pendidikan Islam khususnya pada sebagian lembaga pondok Pesantren dengan kurikulumnya “mungkin” pada pola pembelajaran dan pengajarannya serta manajemen kebijakan pemimpinnya kemudian sudah saatnya merubah haluan dan persepsi tentang makna jihad kepada perjuangan untuk membentuk umat yang memiliki pengetahuan luas dan untuk saling menghargai dan menghormati umat lain yang tidak dalam satu aqidah. Sehingga kemudian akan terciptalah umat dengan keadaan damai yang saling mencintai satu dengan lainnya dalam bingkai Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.
Kebijakan-kebijakan tentang jihad bukanlah kemudian diartikan dalam arti sempit hanyalah untuk berperang melawan musuh-musuh Islam dengan kekerasan dan pembunuhan, akan tetapi kaitannya dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan yaitu memerangi mereka dengan pemikiran dan hasil karya nyata sebagai wujud bahwa kewibawaan dan keperkasaan Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin yang mengutamakan kasih sayang antar sesama dan kemajuan peradaban.
DAFTAR PUSTAKA
Arkoun. Muhammade, dkk. 2008. Serial dialog Pencerahan Afkar, Orientalisme vis a vis Oksidentalisme. Jakarta: Penerbit Pustaka firdaus.
Ibnu Rusn. Abidin, 2009. Pemikiran Al-Gahazali Tentang Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
http://jurnalphe.blogspot.com/2009/07/tragedi-bom-di-indonesia.html
http: // jihad dan dakwah. Blogspot.com / 2009/ 03/ ringkasan-kitab-pendidikan-jihad. html
http: // buku-Islam. Blogspot. Com/ 2008/02/ kedudukan-jihad. Html 13.
terimakasih. sangat bermanfaat
BalasHapus