A. Pendahuluan
Tidak dapat dipungkiri, bahwa perjalanan sejarah Islam di Indonesia melibatkan peran dan fungsi kaum ulama. Bahkan perjalanan sejarah nasional pun tidak terlepas dari peranan yang mereka mainkan. Di antara mereka, ada yang bergerak secara aktif sebagai da’i menyebarluaskan Islam, sehingga agama ini menjadi anutan mayoritas penduduk Nusantara. Dimasa-masa perjuangan melawan penjajahan, mereka terkenal pula sebagai pejuang-pejuang tangguh dan ulet. Di samping itu ada pula yang tekun mengabdikan diri sebagai ulama tulen dengan bobot kealiman dan tingkat intelektualitas yang memadai.
Adalah Syaikh Abdurrahman Siddik lahir di Kampung Dalam Pagar, Martapura, Kalimantan Selatan, tahun 1284 H / 1857 M.[1] Seorang ulama pada masanya yang kiprah dan debut keulamaannya berawal dari pengajarannya kepada masyarakat Pulau Bangka. Nama lengkapnya adalah Syaikh Abdurrahman Siddik bin Muhammad Afif bin Muhammad bin Jamaluddin al-Banjari. Dilihat dari keturunan ayahnya ia masih termasuk keluarga sultan Banjar. Ibunya, Safura binti Syaikh Haji Muhammad Arsyad bin Haji Muhammad As’ad, adalah cucu Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari.
Sosok Syaikh ini sangat melekat di hati dan kalangan masyarakat perkampungan di pulau
Dalam konteks perkembangan Islam di daerah Bangka, Propinsi Bangka Belitung, kiprah ulama ini masih meninggalkan jejak yang tak ternilai, baik yang berwujud tradisi keagamaan yang berkembang di tengah masyarakat maupun yang berupa karya yang masih digunakan dalam penyebaran agama atau disimpan oleh anggota masyarakat. Beliau adalah tokoh yang berperan besar dalam membangun dan melestarikan networks antara
Dalam agama Islam, ulama adalah waratsah al-anbiya’ (pewaris para Nabi) yang dianggap sebagai kelompok yang menggantikan kedudukan Nabi dalam urusan keagamaan. Pertumbuhan dan perkembangan Islam dalam suatu daerah tidak bisa dilepaskan dari peranan ulama sebagai elit keagamaan yang menjadi rujukan bagi masyarakat dalam masalah-masalah keagamaan. Singkatnya, siapapun tidak akan mampu memahami perkembangan Islam disuatu wilayah dan masyarakat muslim tertentu tanpa memahami ulama, pandangan dan karya-karyanya.
Maka Kemudian seorang syaikh, kyai atau ulama dipandang memiliki kekuatan-kekuatan spiritual karena kedekatannya dengan Sang Pencipta. Kyai dikenal tidak hanya sebagai guru di pesantren, juga sebagai guru spiritual dan pemimpin kharismatik masyarakat. Penampilan kyai yang khas merupakan simbol-simbol kesalehan. Misalnya, bertutur kata lembut, berperilaku sopan, berpakaian rapih dan sederhana, serta membawa tasbih untuk berdzikir kepada Allah. Karena itu, perilaku dan ucapan seorang kyai menjadi panduan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, disini penulis ingin mengangkat sosok Syaikh Abdurrahman Siddik, peranan dan hubungannya dengan kondisi sosial kegamaan masyarakat kepulauan
B. Sosok Ulama Syaikh Abdurrahman Siddik dan Kondisi Sosial Keagamaan Masyarakat Pulau
Pada umumnya, ulama berperan dalam bidang pendidikan, dakwah dan sosio kultural. Ulama memberikan pengajaran, pendidikan dan bimbingan keagamaan kepada masyarakat baik secara individual maupun secara institusional melalui lembaga-lembaga pendidikan dan dakwah. Lebih dari itu, bahwa pandangan dan fatwa ulama selanjutnya dijadikan pedoman bagi pengikutnya dalam bersikap dan bertindak. Demikian juga halnya dengan sosok seorang ulama yang akan penulis ketengahkan ini.
Syaikh Abdurrahman Siddik bin Muhammad Afif bin Mahmud Jamaluddin al-Banjari[2], lahir di Kampung Dalam Pagar, Martapura, Kalimantan Selatan tahun 1284 H., atau 1857 M. adalah salah seorang ulama yang kiprah dan peran keulamaannya banyak dilakukannya diluar tanah kelahirannya. Setelah menamatkan studynya di Mekah, maka ia memang pertama kali kembali ke kampung halamannya, Martapura Kalimantan Selatan. Untuk beberapa waktu yaitu kurang lebih selama delapan bulan ia tinggal didaerah ini, yang sebagian besar kegiatannya digunakannya untuk bersilaturrahmi ke famili dan kerabatnya, ziarah ke makam keluarga serta berdiskusi dengan ulama Kalimantan Selatan.[3]
Debut keulamaannya berawal dan berkembang ketika beliau menetap di pulau
1. Peran Keulamaannya di Pulau Bangka
Awal kedatangannya ke pulai ini, tepatnya di Muntok tempat dimana ayahnya menetap. Di daerah ini, ia meneruskan mengajar kitab-kitab yang diajarkan oleh ayahnya. Ternyata, berkat pengalaman mengajarnya di Mekah dan diskusi dengan para ulama di berbagai tempat ia dapat menjelaskan isi kitab dengan baik dan menarik sehingga hal ini menyebabkan bertambahnya peserta pengajian.
Tidak kurang dari dua belas tahun Syaikh Abdurrahman Siddik bermukim di pulau ini dan giat menjalankan kegiatan dakwah dan pendidikan Islam. Selama di pulau ini ia pada mulanya menetap di Muntok (Bangka Barat) tetapi kemuian tinggal di beberapa
Konsekuensi ajaran tauhid yang seperti itu terhadap penganutnya adalah berupa dorongan kuat, dengan mengerahkan semua potensinya, untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah dipikulkan kepadanya oleh Islam. Yang dimaksud dengan ketentuan-ketentuan disini adalah kandungan ajaran Islam itu sendiri yang mana setiap muslim dituntut untuk mengetahui dan memahaminya. Konsep tauhid yang pertama kali diajarkannya ketika itu kepada masyarakat adalah sangat tepat sekali, mengingat pada masa itu berkembang praktek-praktek takhayul dan syirik yang bertentangan dengan ketauhidan.[7] Melalui dakwah tersebut Syaikh Abdurrahman Siddik bermaksud menyadarkan masyarakat tentang pentingnya jalan bertauhid kepada Allah. Meskipun harus menghadapi berbagai rintangan dan tantangan dari berbagai pihak termasuk dari guru-guru ilmu kebathinan, Syaikh tetap giat menjalankan dakwahnya.[8]
Peran dakwah dan keulamaannya berlangsung hampir disemua tempat di Pulau Bangka pernah disinggahi dan diadakan pengajaran dan pendidikan. Kegiatan dakwah tersebut dilakukannya ke beberapa wilayah di pulau
Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa Syaikh Abdurrahman Siddik telah menjalankan peranannya sebagai ulama dalam pengertian yang sesungguhnya. Ia adalah pengajar dan pendidik yang memberikan pendidikan dan bimbingan agama kepada masyarakat, khususnya
2. Kondisi Sosial Keagamaan Masyarakat
Pulau Bangka adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah timur Sumatra, Indonesia. Populasinya pada 2004 berjumlah 789.809 jiwa. Luas pulau
Penduduk pulau ini beraneka ragam etnik dari seluruh
Pengaruh dari ajaran yang dibawa oleh Syaikh Abdurrahman Siddik di wilayah ini tentunya sedikit banyak telah merubah paradigma keagamaan dan sosio kultural masyarakat sekitarnya. Hal ini terlihat dari masih digunakannya kitab-kitab Syaikh dalam beberapa pengajian atau majelis bahkan mayoritas setiap pengajian yang diadakan di masjid atau di rumah-rumah penduduk menggunakan kitab Syaikh. Dari tempat-tempat pengajian ini, maka kemudian masyarakat bisa mendapatkan dan menambah khazanah ilmu pengetahuan agama mereka, lebih jauh selain itu adalah bahwa pola pikir masyarakat sudah berubah dan berkembang melalui pengajaran dan pendidikan yang disampaikannya.
Terlihat lagi dari kultur budaya dan tradisi masyarakat dalam melaksanakan beberapa ritual ibadah, yang pada awalnya masih mempercayai mistisisme dan khurafat sehingga lambat laun kepercayaan ini bisa terkikis dan berkurang, fenomena ini terjadi setelah pengajaran, pendidikan dan dakwah yang dilakukan oleh Syaikh Abdurrahman Siddik. Kemudian selanjutnya, dikarenakan Syaikh dalam menyampaikan pengajaran dan pendidikan agama Islam adalah seutuhnya mengikuti ahli sunnah wal jama’ah, maka kemudian tradisi keagamaan dalam masyarakat Bangka hingga saat ini adalah representasi dari kultur budaya dan tradisi keagamaan yang dilakukan oleh ahl nahdiyyin (NU) walaupun tidak sepenuhnya duplikasi dari apa yang mereka lakukan. Hal ini tercermin dari ritual yang dilakukan ketika terjadi musibah kematian pada masyarakat
Kultur budaya religi seperti ini sangat kental dan melekat sekali pada kehidupan sosial masyarakat di pulau
3. Hubungan Emosional dan Sosial Antara Syaikh Abdurrahman Siddik dengan Masyarakat Bangka.
Dilihat dari fakta sosio historis dan akademis, Syaikh Abdurrahman Siddik merupakan salah seorang figur ulama yang pantas menjadi teladan bagaimana seorang ulama mampu berpartisipasi dalam membina masyarakat kearah yang lebih baik. Adalah fakta bahwa dalam masyarakat Bangka Belitung, ketokohan Syaikh Abdurrahman Siddik sangat mengakar. Hampir di banyak daerah dapat ditemukan karya-karya tulis dan murid-murid atau murid dari murid-muridnya yang masih aktif meneruskan pemikiran Syaikh ini. Secara akademis, ketokohan ulama ini terus dikaji dalam bentuk berbagai jenis karya ilmiah dengan beragam tingkat dan bobotnya.
Sejak tahun 1898, Syaikh Abdurrahman Siddik mulai bermukim di
Wujud terjalinnya hubungan emosional antara Syaikh dan masyarakat Bangka termanifestasi dengan diteruskannya pengajian, pengajaran dan pendidikan yang dilakukan oleh muridnya atau murid-murid dari muridnya dengan memakai kitab-kitab karangannya, lebih dari itu hubungan tersebut terformalisasikan dengan penggunaan nama Syaikh Abdurrahman Siddik bagi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Bangka Belitung yang hingga saat ini merupakan satu-satunya perguruan tinggi negeri di provinsi keplauan ini.[12] Hubungan sosial kemasyarakatan Syaikh selama bermukim di
Berkenaan dengan penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam menegakkan syi’ar Islam bersama Syaikh di daerah kepulauan ini terealisasi dengan tetap dilaksanakannya proses pengajaran dan pendidikan ditengah-tengah banyaknya tantangan. Dan kini melalui lisan-lisan penerus perjuangannya dalam menegakkan ajaran Islam masih tetap berlangsung eksis dilakukan meskipun di tengah-tengah era globalisasi dalam setiap relung ruang kehidupan. Secara umum, hubungan emosional dan sosial masyarakat
C. Kesimpulan
Syaikh Abdurrahman Siddik yang hidup pada parohan abad ke 19 dan parohan awal abad ke 20 M (1857-1939) merupakan seorang ulama
Kegiatan dan perjuangan keulamaannya secara umum boleh dikatakan berorientasi kepada usahanya untuk menanamkan nilai-nilai Islam pada masyarakat yang sekaligus ia tujukan untuk membongkar dinding-dinding kebodohan, keterbelakangan, dan kemiskinan. Dalam rangka itulah ia sebagaimana terlihat, selain giat di bidang pendidikan dengan memimpin dan mengasuh lembaga-lembaga pendidikan agama Islam yang didirikannya, seperti madrasah di
Nilai-nilai agama Islam yang dianggap masyarakat melekat pada diri ulama, seperti halnya juga pada Syaikh Abdurrahman Siddik ini, memberikan peluang kepadanya untuk menjadi titik panutan dan sekaligus pula pemimpin informal yang dihormati masyarakatnya. Dia merupakan tempat masyarakat bertanya dan tempat mereka mendapatkan legitimasi dan penyelesaian terhadap berbagai masalah keagamaan dan kehidupan yang mereka hadapi.
Dengan tidak menutup kemungkinan adanya kekurangan dan keterbatasan Syaikh Abdurrahman Siddik sebagai seorang ulama yang banyak bergerak di daerah pedesaan, ia dapat digolongkan sebagai tokoh yang kepiawaiannya tidak hanya terlihat dari bobot kepemimpinannya yang cukup kharismatik dalam masyarakatnya, tetapi juga pada kerja intlektualnya yang telah menghasilkan karya dalam berbagai cabang ilmu agama Islam. Dalam kaitan ini tidak berlebihan jika Deliar Noer mengungkapkan bahwa ulama di desa ada juga yang dapat di pandang sebagai orang yang mempunyai posisi ambiguiti ; intelektual dan agama.[14]
Dari uraian diatas, dapat di tarik kesimpulan bahwa Syaikh Abdurrahman Siddik adalah sosok ulama yang dekat dengan masyarakat yang memliki rasa sosial yang tinggi, selain itu ia adalah tempat tumpuan masyarakat dalam memecahkan problema tentang masalah-masalah keagamaan. Sehingga kemudian, yang terjadi pada saat ini dapat disebutkan bahwa secara kuantitas masyarakat Bangka dapat merasakan hasil perjuangan Syaikh ini dalam memperjuangkan dan menyebarkan praktek agama kepada masyarakat kepulauan ini dan kondisi sosial keagamaan masyarakat Bangka dapat meningkat mulai dari pelosok-pelosok daerah sampai ke masyarakat perkotaan dan hampir di seluruh wilayah kepulauan ini. Dengan terjadinya proses interaksi dan sosialisasi yang akrab dilakukan Syaikh Abdurrahman Siddik terhadap masyarakat, dapat dilihat bahwa hampir seluruh masyarakat Bangka mengenal dan mengetahui sosok ulama satu ini dan pada sebagian masyarakat Bangka sosok Syaikh ini tetap tersimpan dalam collective memory mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Harmi, Zulkifli. Dkk. Transliterasi dan Kandungan Fath al-Alim fi Tartib al-Ta’lim Syaikh Abdurrahman Siddik, (Sungailiat: Siddiq Press), 2006.
Abdullah, Syafei. Riwayat Hidup dan Perjuangan Syaikh Abdurrahman Siddik Mufti Indragiri, (
Karim, Muhammad Nazir. Dialektika Teologi Islam, Analisis Pemikiran Kalam Syaikh Abdurrahman Shiddiq al- Banjari, (
Siddik, Abdurrahman. Syajarat al-Arsyadiyat wa ma Ulhiqa biha, (Singapura: Mathba’ah al-Ahmadiyyah), 1356.
Noer, Deliar. Masalah Ulama dan Intelektual Ulama, (
Ensiklopedi Islam, (
[1] Syafei Abdullah, Riwayat Hidup dan Perjuangan Ulama Syekh H.A. Rahman Shiddik Mufti Indragiri, (
[2] Lihat Abdurrahman Siddik, Syajarat al-Arsyadiyat wa ma Ulhiqa biha, (Singapura: Mathba’ah al-Ahmadiyyah, 1356), hlm. 92.
[3] Syafei Abdullah, Ibid., hlm. 21.
[4] Zulkifli Harmi., dkk, Transliterasi dan Kandungan Fath al-Alim Fi Tartib al-Ta’lim Syaikh Abdurrahman Siddik, (Shiddiq Press, 2006), hlm. 16.
[5] Artinya, Islam merupakan agama yang mengatur semua aspek kehidupan manusia, baik untuk keperluan hidupya di dunia maupun untuk kepentingannya di akherat kelak, yang oleh H.A.R. Gibb disebutnya sebagai “a complee system of religion” lihat H.A.R. Gibb, Wither Islam, (
[6] Muhammad Nazir Karim, Ialektika Teologi Islam Analisis Pemikiran Kalam Syekh Abdurrahman Siddik Al-Banjari, (Bandung: Penerbit Nuansa, 1992), hlm. 1
[7] Zulkifli Harmi dkk., Ibid., hlm. 18
[8] Syafei Abdullah, Ibid., hlm. 23
[9] Zulkifli Harmi dkk., Ibid., hlm. 23
[10] Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), hlm. 28.
[11] Syafei Abdullah, Ibid., hlm. 23.
[12] Zulkifli Harmi dkk., Ibid., hlm. 5
[13] Ibid., hlm. 21
[14] Deliar Noer, Masalah Ulama dan Intelektual Ulama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm. 18
assalamu'alaikum....
BalasHapussy sangat berterimakasih karena tulisan ini sangat membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir sy....
pak, kalau boleh tau buku ini bisa di dapatkan dimana?
Harmi, Zulkifli. Dkk. Transliterasi dan Kandungan Fath al-Alim fi Tartib al-Ta’lim Syaikh Abdurrahman Siddik, (Sungailiat: Siddiq Press), 2006.
terimakasih sudah mengulas ulama besar dari tanah sapat, kami adalah anak cucu beliau dari sapat-indragiri hilir.
BalasHapuskalau boleh tolong kirimkan gambar2 STAIN Syaikh abdurrahman Siddiq ke alamat email deddyhazmirahman@gmail.com.
Kami hendak mengulas mengenai Instansi tersebut di portal silaturrahmi kami : http://www.sapat.web.id