REALISASI UNTUK MENUJU QONA’AH
Hidup dalam kenyataan kekinian dengan berbagai macam problematika dan pertarungan yang harus dihadapi sungguh sangat membutuhkan komitmen imani yang kuat. Diantara yang sangat dominan adalah problema ekonomi yang hampir dirasakan oleh segenap lapisan masyarakat khsususnya kelas ekonomi menengah ke bawah. Komitmen iman yang kuat yang dimaksud disini adalah pernyataan bahwa segala ketentuan dan anugerah yang diberikan Allah swt. hendaknya disikapi dengan sifat qona’ah.
Kata Qona’ah berasal dari kata qona’a-yaqna’u-qona’atan yang berarti merasa cukup. Lebih luas maksudnya adalah rela menerima apa yang diterimanya, bersikap terbuka dan menjauhkan diri dari sikap tidak puas. Adanya sifat qona’ah pada diri seseorang bukan berarti hanya menganggap cukup dan menerima sesuatu, kemudian bermalas-malasan tidak mau berusaha untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf kehidupannya. Akan tetapi seandainya sudah berusaha semaksimal mungkin dengan cara yang wajar, namun hasilnya belum sesuai dengan apa yang dicita-citakan, maka ia dengan rela menerima hasil tersebut. Kemudian tidaklah ada kata putus asa terhadap rahmat Allah swt karena sifat putus asa termasuk sifat-sifat orang kafir. (Yusuf : 87)
Rasulullah Muhammad saw adalah seorang Rasul yang agung, ridho, zuhud dan terjamin iman dan ketaqwaannya kepada Allah swt masih tetap memohon agar diberikan sifat qona’ah. Seperti do’a beliau ucapkan, "Ya Allah berikan aku sikap qana'ah terhadap apa yang Engkau rizkikan kepadaku, berkahilah pemberian itu dan gantilah segala yang luput (hilang) dariku dengan yang lebih baik." (HR al-Hakim, beliau menshahihkannya, dan disetujui oleh adz-Dzahabi). Dalam hadits lain disebutkan,
االقناعة مال لا ينفد و دخر لا يفني
Artinya : “Qona’ah itu harta yang tidak bisa hilang dan simpanan yang tidak akan lenyap”.
Meskipun kenyataan yang dihadapi adalah sangat pahit dengan segala keterbatasan dan kekurangan dalam memenuhi kebutuhan hanyalah untuk “sekedar hidup”, namun sebagai seorang Islam mestinya harus dapat menahan hawa nafsu, sifat ketamakan dan keserakahan sehingga dalam memenuhi kebutuhan untuk hidup tersebut tetap mencari dalam batas rel-rel yang telah ditentukan oleh Allah swt. Karena hidup adalah bukan untuk saat ini saja tetapi ada kehidupan yang lebih baik setelah kehidupan duniawi saat ini.
Berikut ada beberapa tips atau kiat untuk menuju sifat qona’ah yang jika dilaksanakan, maka dengan izin Allah swt akan dapat merealisasikannya. Diantaranya adalah :
1. Memperkuat Keimanan kepada Allah swt.
Kunci dari semua sumber kebahagiaan adalah memiliki keimanan kepada Allah swt. yang mantap dan kuat. Apa yang dilakukan dan diperbuat haruslah disandarkan atas keimanan dan ketaqwaan kepada-Nya, sehingga hasil yang diperoleh mendapat keberkahan dan dicukupkan. Membiasakan hati untuk menerima apa adanya dan merasa cukup terhadap pemberian Allah subhanahu wata’ala, karena hakikat kaya itu ada di dalam hati. Barangsiapa yang kaya hati maka dia mendapatkan nikmat kebahagiaan dan kerelaan. Sebaliknya siapa yang hatinya fakir maka meskipun dia memilki dunia seisinya kecuali hanya satu dirham saja, maka dia memandang bahwa kekayaannya masih kurang sedirham, dan dia masih terus merasa miskin sebelum mendapatkan dirham itu.
2. Yaqin Bahwa Rizki Telah Tertulis.
Sebagai seorang muslim yang memiliki iman kepada Allah swt semata harus meyakini bahwa rizkinya sudah tertulis sejak dirinya berada di dalam kandungan ibunya. Sebagaimana di dalam hadits dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu ‘anhu, disebutkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di antaranya, "Kemudian Allah mengutus kepadanya (janin) seorang malaikat lalu diperintahkan menulis empat kalimat (ketetapan), maka ditulislah rizkinya, ajalnya, amalnya, celaka dan bahagianya." (HR. al-Bukhari, Muslim dan Ahmad). Seorang hamba hanya diperintahkan untuk berusaha dan bekerja dengan keyakinan bahwa Allah swt yang memberinya rizki dan bahwa setiap umat manusia rizkinya telah tertulis.
3. Menghayati dan Mengamalkan Ayat-ayat al-Qur'an yang Agung.
Terutama sekali ayat-ayat yang berkenaan dengan masalah rizki dan bekerja (usaha). 'Amir bin Abdi Qais pernah berkata, "Empat ayat di dalam Kitabullah apabila aku membacanya di sore hari maka aku tidak peduli atas apa yang terjadi padaku di sore itu, dan apabila aku membacanya di pagi hari maka aku tidak peduli dengan apa aku akan berpagi-pagi, (yaitu): “Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya.” (QS.Yunus:107) “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Huud:6). “Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. ath-Thalaq:7)
4. Ketahui Hikmah Perbedaan Rizki
Sesungguhnya perbedaan demi perbedaan dalam realitas kehidupan sudah pasti ada hikmahnya, baik dalam hal rizki atau apapun lainnya. Di antara hikmah Allah subhanahu wata’ala menentukan perbedaan rizki dan tingkatan seorang hamba dengan yang lainnya adalah supaya terjadi dinamika kehidupan manusia di muka bumi, saling tukar manfaat, tumbuh aktivitas perekonomian, serta agar antara satu dengan yang lainnya saling memberikan pelayanan dan jasa. Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami telah menentu kan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. az-Zukhruf:32).
5. Banyak Memohon Qana'ah kepada Allah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang paling qana'ah, ridha dengan apa yang ada dan paling banyak zuhudnya. Beliau juga seorang yang paling kuat iman dan keyakinannya, namun demikian beliau masih meminta kepada Allah subhanahu wata’ala agar diberikan qana'ah, beliau bedoa, "Ya Allah berikan aku sikap qana'ah terhadap apa yang Engkau rizkikan kepadaku, berkahilah pemberian itu dan gantilah segala yang luput (hilang) dariku dengan yang lebih baik." (HR al-Hakim, beliau menshahihkannya, dan disetujui oleh adz-Dzahabi) Dan karena saking qana'ahnya, beliau tidak meminta kepada Allah subhanahu wata’ala kecuali sekedar cukup untuk kehidupan saja, dan meminta disedikitkan dalam dunia (harta) sebagaimana sabda beliau, "Ya Allah jadikan rizki keluarga Muhammad hanyalah kebutuhan pokok saja." (HR. Al-Bukhari, Muslim dan at-Tirmidzi)
6. Menyadari bahwa Rizki Tidak Diukur dengan Kepandaian
Kita harus menyadari bahwa rizki seseorang itu tidak tergantung kepada kecerdasan akal semata, kepada banyaknya aktivitas, keluasan ilmu, meskipun dalam sebagiannya itu merupakan sebab rizki, namun bukan ukuran secara pasti. Kesadaran tentang hal ini akan menjadikan seseorang bersikap qana'ah, terutama ketika melihat orang yang lebih bodoh, pendidikannya lebih rendah dan tidak berpengalaman mendapatkan rizki lebih banyak daripada dirinya, sehingga tidak memunculkan sikap dengki dan iri.
7. Melihat ke Bawah dalam Hal Dunia
Dalam urusan dunia hendaklah kita melihat kepada orang yang lebih rendah, jangan melihat kepada yang lebih tinggi, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, "Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kamu dan janganlah melihat kepada orang yang lebih tinggi darimu. Yang demikian lebih layak agar kalian tidakmeremehkan nikmat Allah." (HR.al-Bukhari dan Muslim) Jika saat ini anda sedang sakit maka yakinlah bahwa selain anda masih ada lagi lebih parah sakitnya. Jika anda merasa fakir maka tentu di sana masih ada orang lain yang lebih fakir lagi, dan seterusnya. Jika anda melihat ada orang lain yang mendapatkan harta dan kedudukannya lebih dari anda, padahal dia tidak lebih pintar dan tidak lebih berilmu dibanding anda, maka mengapa anda tidak ingat bahwa anda telah mendapatkan sesuatu yang tidak dia dapatkan?.
8. Bercermin Pada Kehidupan Para Salaf
Yakni melihat bagaimana keadaan mereka dalam menyikapi dunia, bagaimana kezuhudan mereka, qana'ah mereka terhadap yang mereka peroleh meskipun hanya sedikit. Di antara mereka ada yang memperolah harta yang melimpah, namun mereka justru memberikannya kepada yang lain dan yang lebih membutuhkan.
9. Menyadari Beratnya Tanggung Jawab Harta
Bahwa harta akan mengakibatkan keburukan dan bencana bagi pemiliknya jika dia tidak mendapatkannya dengan cara yang baik serta tidak membelanjakannya dalam hal yang baik pula. Ketika seorang hamba ditanya tantang umur, badan, dan ilmunya maka hanya ditanya dengan satu pertanyaan yakni untuk apa, namun tentang harta maka dia dihisab dua kali, yakni dari mana memperoleh dan ke mana membelanjakannya. Hal ini menunjukkan beratnya hisab orang yang diberi amanat harta yang banyak sehingga dia harus dihisab lebih lama dibanding orang yang lebih sedikit hartanya.
10. Melihat Realita bahwa Orang Fakir dan Orang Kaya Tidak Jauh Berbeda.
Karena seorang yang kaya tidak mungkin memanfaatkan seluruh kekayaannya dalam satu waktu sekaligus. Kita perhatikan orang yang paling kaya di dunia ini, dia tidak makan kecuali sebanyak yang dimakan orang fakir, bahkan mungkin lebih banyak yang dimakan orang fakir. Tidak mungkin dia makan lima puluh piring sekaligus, meskipun dia mampu untuk membeli dengan hartanya. Andaikan dia memiliki seratus potong baju maka dia hanya memakai sepotong saja, sama dengan yang dipakai orang fakir, dan harta selebihnya yang tidak dia manfaatkan maka itu relatif (nisbi). Sungguh indah apa yang diucapkan Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, "Para pemilik harta makan dan kami juga makan, mereka minum dan kami juga minum, mereka berpakaian kami juga berpakaian, mereka naik kendaraan dan kami pun naik kendaraan. Mereka memiliki kelebihan harta yang mereka lihat dan dilihat juga oleh selain mereka, lalu mereka menemui hisab atas harta itu sedang kita terbebas darinya." Sumber: “Al-Qana’ah, mafhumuha, manafi’uha, ath-thariq ilaiha,” hal 24-30, Ibrahim bin Muhammad al-Haqiqi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar positif dan membangun di harapkan