Nama lengkapnya Zainuddin Hujjatul-Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, dilahirkan di Tous (Khurasan). Al-Ghazali dikenal luas sebagai peletak pilar ilmu Tasawuf Islam, dan berhasil menempatkan disiplin ilmu Tasawuf sejajar dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya. Sebelumnya, praktik Tasawuf banyak dikecam terutama oleh kalangan fuqaha (ahli-ahli hukum), karena banyak dari praktisi Tasawuf mengeluarkan pernyataan-pernyataan controversial yang dinilai menyimpang dari ajaran baku Islam. Al-Ghazali juga dikenal sebagai Faqih (ahli hukum), Mutakallim (ahli teologi), Filosof (ahli filsafat), di samping juga memiliki pengetahuan yang bersifat ensiklopedik. Tidak dapat dipungkiri, tokoh ini sangat produktif dalam menghasilkan tulisan. Dalam bidang filsafat bukunya yang sangat kritis terhadap para difilosof berjudul “Tahafut al-Falasifah” (kerancuan para filosof). Karya spektakulernya adalah Ihya Ulumuddin (kebangkitan ilmu-ilmu agama). Tulisan ini dapat dikategorikan sebagai pedoman bagi mereka yang ingin mengetahui Tasawuf dan Eika Islam. Karya ini ditulis seusai masa pengembaraan dalam mencari kebenaran, dan dengan proses penelusuran yang teliti, serta penguasaan begitu banyak disiplin ilmu Islam.
Menurut penulis Mesir Abdurrahman Badawi, karya al-Ghazali yang dapat di kategorikan sebagai hasil otentik sebanyak 73 buku, sedangkan hampir mencapai sebanyak 500-600 berupa bukudan catatan, banyak diantaranya yang menggunakan nama al-Ghazali namun ditulis oleh orang lain. Ihya Ulumuddin misalnya, dikenal sebagai buku rujukan akhlak dan tasawuf Islam, banyak mengundang pujian dan kritikan. Kritik yang sering dilontarkan terhadap buku ini pada umumnya berupa kelemahan-kelemahan al-Ghazali dalam memilih hadits-hadits Nabi dan penyajiannya. Dimana sering dinilai oleh pakar hadits sebagai kurang otentik. Kritikan lain yang sering dilontarkan adalah kealpaan Ghozali dalam memberikan porsi bagi anjuran jihad (perjuangan) terhadap agresi umat Kristiani Krusada (perang Salib) yang memporak porandakan kewibawaan umat Islam.
Sebaliknya bagi penyanjung al-Ghazali, terutama tentang bukunya Ihya Ulumuddin, dapat dikemukakan disini bahwa ungkapan-ungkapan denganpenuh pujian dilontarkan seperti oleh al-Imam an-Nawawi. Disebutkan oleh an-Nawawi bahwa kitab Ihya mewadahi nilai-nilai al-Qur’an dalam manfaatnya. Bagi praktisi dan penggemar tasawuf, tidak dapat dipungkiri bahwa kitab Ihya merupakan rujukan utama, sebalinya bagi kelompok yang menilai tasawuf bagian dari infiltrasi budaya luar yang merongrong kemurnian ajaran Islam, ktab ini dianggap menyesatkan sehigga perlu dilenyapkan dari peredaran. Sikap terakhir pernah terjadi di Negara-negara Islam Afrika Utara Islam pada masa silam.