Senin, April 27, 2009

Ada Apa di Senayan ?

Rame-Rame Nyaleg Yuk ...!

Sepertinya ungkapan ini sangat compatible sekali pada pemilu 2009 ini, dimana semua orang dapat mencalonkan dirinya menjadi CALEG (calon anggota legislatif). Tidak perlu banyak syarat untuk duduk dan mendapatkan kursi sebagai anggota legislatif, baik untuk kabupaten , kota, provinsi maupun pusat. Terbukti dari rame…nya para "artis" (katakanlah pekerja seni, penghibur, pekerja komedian "pelawak" atau orang yang populer karena hanya sering muncul di layar kaca/ tv). Punya banyak duit, banyak dikenal orang, dan sering muncul di layar kaca “hanya” bermodalkan ini saja siapapun dia bisa mencalegkan diri menjadi anggota legislatif. Agaknya terlalu gampang sekali untuk menjadi seorang legislator di negeri ini, yang notabene adalah orang-orang yang akan mengurusi sebuah Negara dan bukan sebuah rumah tangga kecil yang cukup dengan dua anak saja.

Entah, mau dibawa kemana Indonesia tercinta ini, jika senayan diisi oleh orang-orang yang “hanya” memiliki ambisi pribadi dan atau hanya memiliki kepentingan sendiri dibalik pencalonannya. Sebuah pertanyaan besar yang patut di pertanyakan, sebagai rakyat semestinya harus peka dan jeli melihat realitas yang ada saat ini. Yang dikhawatirkan adalah akan muncul kembali istilah 4 D, “Datang, Duduk, Diam, Duit”, bahkan mungkin akan muncul huruf W (wanita). Inilah fenomena yang “mungkin” pernah terjadi dan akan rame terjadi. Sungguh sangatlah miris Indonesia yang tercinta ini, kaum-kaum pembesar hanya dapat diisi oleh kriteria-kriteria orang seperti tersebut diatas’ “bukan meremehkan atau merendahkan”.

Sebuah lembaga yang sangat dihormati yakni DPR didalamnya adalah manusia-manusia jelmaan dari sekian juta manusia yang ada di Indonesia raya ini. Hati, nasib dan jiwa jutaan manusia digadaikan kepada mereka-mereka yang duduk dikursi empuk di sebuah gedung yang megah yang terletak dijantung kota Jakarta yang bernama senayan. Sungguh gagah dan cantik dengan berbalut jas, dasi, kebaya, safari, sepatu merk luar negeri berikut lambang kehormatannya yang menghiasi dan menutup tubuhnya. Sungguh bangga dan terhormat sekali fisik luar dari anggota legislatif secara keseluruhan. Namun, siapa nyana dihati dan dibalik indahnya fisik luar mereka, ternyata terbungkus oleh hati-hati “singa” yang siap menerkam mangsanya.

Tidak beberapa lama lagi gedung-gedung DPR baik untuk kabupaten, kota, provinsi dan pusat akan berganti manusia. Mereka-mereka yang terpilih saat pemilu 9 april lalu, mereka adalah orang-orang yang terbaik yang ada di negeri kita yang tercinta ini, yang akan memikul amanah, menepati janji-janjinya dan melaksanakan tugas, pesan dan titipan jutaan rakyat Indonesia. Sangatlah naif jika kemudian janji-janji yang pernah diucapkan tidak benar-benar ditepati dan sungguh kebohongan yang paling besar dari para pembesar-pembesar bohong di negeri yang beradab ini. Ekspekstasi rakyat terhadap wakil-wakil mereka di gedung parlemen sangatlah besar, seolah-olah “hidup mati” mereka di tangan-tangan para elit-elit politik yang duduk manis di gedung senayan. Sungguh suatu keadaan yang sangat mengharukan sekali…

Mungkin, ini saat para artis-artis bareng-bareng terjun ke pangung politik dan pindah ke senayan. Terbukti dari banyak para artis (dangdut, sinetron, komedian, film, modeling) yang ikut nimbrung, numpang nampang wajah di pecaturan dunia politik. “mungkin” separoh dari mereka memang mengerti dan paham, kalau di sebut “profesional” (sepertinya terlalu dini untuk di sandang oleh mereka dalam politik), dalam memahami peta politik di Indonesia. atau bahkan sama sekali dari mereka hanya “sekedar” bermodalkan nyali atau nekat saja. Patut diakui memang, bahwa mereka memiliki massa atau katakanlah fans atau pengagum karena mereka sering muncul dilayar tv sehingga mudah dikenal oleh masyarakat luas. Disamping mereka dikenal oleh masyarakat luas, muda, ganteng dan cantik lebih dari itu mereka berduit. Maka, sangatlah mudah bagi mereka untuk mencalonkan diri sebagai caleg.

Eksistensi, capability dan kredibilitas para artis di panggung politik sesungguhnya banyak dipertanyakan orang. Suatu ketika ada seorang artis diwawancarai dan ditanyakan tentang hal ini, dengan spontanitas dan penuh keyakinan dia menjawab. Ini adalah masalah waktu saja, biarlah waktu yang menjawab, dalam arti lain ini adalah sebuah proses dan seiring dengan kematangan proses tersebut kemudian pasti akan bisa. Politik praktis yang terjadi pada rekan-rekan artis adalah suatu fenomena dan realita yang terjadi di negeri kita ini. “Mungkin” bagi rakyat kecil janganlah terlalu berharap besar dengan kualitas seseorang dengan kriteria seperti ini. Tetapi, masih ada sedikit ruang bagi kita semua wahai orang Indonesia untuk bertumpu dan berharap pada mereka, karena mereka adalah manusia yang sempurna yang memiliki hati nurani dan kepedulian bagi rakyat kecil. Hati mereka sesungguhnya tidaklah bisa dibohongi, nurani mereka tidaklah bisa untuk di ingkari, bahwa mereka pasti akan peduli dengan kita, wahai orang Indonesia, wahai rakyat kecil. Janganlah berputus harap dan asa, mereka adalah wakil-wakil kita yang terbaik di parlemen yang akan membela, memperjuangkan dan memenuhi hak-hak kita. Yakinlah…

Sebuah kepastian adalah nasib bagi rakyat kecil, aspirasi didengar dan diwujudkan adalah kebanggan bagi mereka. Kami tidak mau melihat dan mendengar wakil-wakil kami di parlemen hanya bisa datang, diam, duduk dan duit. Kami wakilkan semua urusan negeri ini kepada anda-anda semua wahai wakil-wakil rakyat yang gagah dan cantik. Jangan bohongi dan kecewakan kami semua, kami percaya anda-anda semua mampu dan pro rakyat. Ingat pesan kami sebagai rakyat kecil, “jangan memperkaya diri sendiri, laksanakan amanah yang telah dipercayakan, tepati janji-janji yang pernah dikeluarkan, jadikan Negari ini aman, tenteram dan damai sehingga terciptalah Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur…semoga…
Note : Ini hanya sekedar tulisan ngalur-ngidul saja tidak ada motif apa-apa dibalik tulisan yang tak beralasan ini, jadi nggak usah ditanggapi atau dikomentari dengan serius... njee...

STAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK
BANGKA BELITUNG
Sebuah perguruan tinggi negeri yang berdiri kokoh di provinsi kepulauan Bangka Belitung saat ini, adalah suatu anugerah dan kebanggaan bersama bagi masyarakat Bangka Belitung. Tentunya patut disyukuri sekali, bahwa dengan hadirnya perguruan tinggi ini, paling tidak masyarakat Bangka Belitung tidak perlu mengeluarkan kocek atau isi kantong yang besar untuk menkuliahkan anak-anak mereka ke luar daerah atau provinsi lainnya. Alternatif, saya kira bukan juga tetapi ini adalah sebuah kepentingan dan kebutuhan bagi seluruh masyarakat Bangka Belitung. Berdirinya perguruan tinggi ini, sesungguhnya sudah lama ditunggu-tunggu oleh seluruh masyarakat Bangka Belitung. Kebutuhan akan ilmu dan pentingnya ilmu pengetahuan yang lebih luas lagi adalah tujuan utama dari hadirnya perguruan tinggi ini, sehingga kemudian betul-betul menjadi centre of excellent bagi masyarakat Bangka Belitung.

Perguruan tinggi yang dimaksud adalah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung yang merupakan alih status dari Sekolah Tinggi Agama Islam Yayasan Perguruan Tinggi Islam Bangka (STAI YPIB). STAI YPIB merupakan pengembangan dari Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) yang berlokasi di Baturusa Kecamatan Merawang Bangka, yang didirikan pada tahun 1986. Pendirian STIT ditandai dengan peletakan batu pertama pembangunan gedung kuliah, kantor dan perpustakaan oleh Menteri Agama RI, H. Munawir Sadzali, MA pada tanggal 8 Agustus 1986. di Pondok Pesantren Nurul Ihsan (PPNI) Baturusa. Pembentukan STIT diprakarsai oleh Pengurus Yayasan Pondok Pesantren Nurul Ihsan (PPNI) Baturusa Bangka dengan pertimbangan bahwa di pulau Bangka perlu didirikan perguruan tinggi agama Islam.

Kemudian pada tanggal 18 Oktober 2004 bertepatan dengan tanggal 4 Ramadhan 1425 H berdirilah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung sesuai dengan Keputusan Presiden nomor 93 Tahun 2004 tentang Pendirian Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung, yang merupakan alih status dari Sekolah Tinggi Agama Islam Yayasan Perguruan Tinggi Islam Bangka.

Kini Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Syaikh Abdurrahman Siddik, telah berdiri kokoh dengan kondisi kampus yang masih baru dan semuanya serba baru. Adalah suatu kemungkinan suatu saat nanti akan menjadi perguruan tinggi negeri favorit di provinsi kepulauan ini, khususnya perguruan tinggi Islam. Dengan keberadaan perguruan tinggi negeri ini, harapannya adalah dapat mengaktualisasikan dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan pada setiap disiplin ilmu. Berkiprah ditengah-tengah masyarkat yang multi etnis, sesungguhnya sekolah tinggi ini bisa mengakomodir kepentingan masyarakat pada setiap aspeknya. Dengan pola Tri Dharma perguruan tinggi yakni pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Syaikh Abdurrahman Siddik tentunya dapat merealisasikan cita-cita dan keinginan masyarakat Bangka Belitung. Amien...

Mars Stain
Syaikh Abdurrahman Siddik
Bangka Belitung

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Perguruan Tinggi Islam Negeri di Babel
Wahana pencetak Sarjana Islam Akhlak mulia
terampil dan cerdas percaya diri
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Hasilkan Sarjana Negeri Serumpun Sebalai
Tauladani Syaikh Abdurrahman Siddik
Berbudi luhur, iman, takwa dan berwibawa
Jaya STAI Negeri
Mohon ridho Ilahi
AI-Qur’an dan Hadits jadi pedoman insan sejati
Maju STAIN Babel
Abadi nan kokoh dan tegar intelektual Islam sejati
Marilah membangun masyarakat adil makmur aman sentosa
Para Sarjana bersatu padu
Giat berkarya menuju cita Indonesia jaya

Hymne Stain
Syaikh Abdurrahman Siddik
Bangka Belitung
Bersyukur dan ikhlas,Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri,Yakin usaha kita, untuk kemajuanHidayah dan taufik,Ridhoi STAI Negeri
Do’a dan ikrar,
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri,
Turut Qur’an dan Hadits
Jalan keselamatan
Ya Allah berkati
Jayalah S TA I Negeri

Minggu, April 19, 2009

I am, We Are and Our God

Saya, Kita dan Rabbuna

Sungguh indah jika bisa berduaan terus di setiap waktu, “di keheningan malam”, dapat mencurahkan semua isi hati, semua keluhan, semua kesulitan, dan semua yang ada pada diri dan apa yang dialami. Ada ungkapan yang menyatakan “Jika kamu dekat dengan-Ku, maka Aku akan lebih dekat denganmu”. Dan Aku teringat akan petikan nasyid yang dikumandangkan Raihan :

Selangkah ku kepada-Mu.
Seribu langkah Kau padaku ...

Ini adalah janji Allah swt kepada umatnya yang selalu merindukannya disetiap waktu. Dan semua kita tahu bahwa janji Allah pasti akan ditepati dan Ia tidak akan pernah sekali-kali mengingkarinya.

Suatu ketika ada seorang teman yang sudah berkeluarga bertanya kepada saya tentang kebahagiaan hidup dalam berkeluarga dan berumahtangga.

Bahagia… begitulah ungkapan bagi sepasang suami istri jika bisa berbagi dan saling mengerti. Setiap hari dapat mengisi hari-harinya dengan amal dan kebajikan, jauh dari pertengkaran dan masalah-masalah yang tidak tahu ujung pangkalnya. Mungkin… itulah pertama kali yang kita dan setiap orang bayangkan ketika mau memulai hidup baru dengan kekasih yang tercinta. Dia bercerita, hari-hari yang dilaluinya setelah berumah tangga tidak ada yang menyenangkan dan membahagiakan, tapi saya katakan kepadanya anda harus yakin bahwasanya anda tidak sendiri dalam setiap masalah. Ada yang menguasai diri anda dan ada yang lebih memahami anda. Dialah Rabbul Jalil….

Kemudian dia meneruskan ceritanya, sampai saat ini usia pernikahan kami telah memasuki tahun keenam, belum ada separoh perjalanan, ini berarti masih ada harapan bagi anda untuk memperbaiki semuanya. Saya katakan sekali lagi anda harus yakin, bahwa anda tidak sendirian disetiap masalah, kesusahan dan penderitaan. Sehingga saya teringat akan nasehat dari al-Qur’an, bahwa “disetiap kesusahan, kesulitan dan penderitaan pasti ada kemudahan dan kebahagiaan”. Kuncinya adalah sabar, berusaha untuk lebih baik, do’a dan tawakal kepada-Nya itulah yang bisa saya katakan kepadanya.

Allah memiliki cara tersendiri untuk menata kehidupan hamba-Nya, ada yang diberikan-Nya kemudahan, kebahagiaan, kekayaan dan kesenangan yang tak henti-hentinya. Kadang ada pula yang diuji-Nya dengan kesulitan, kesusahan, kemiskinan dan kesulitan yang tak ada ujungnya. Sesungguhnya Allah memiliki rahasia tersendiri dibalik semua apa yang diberikan-Nya. Oleh karena itu, maka kita harus yakin bahwa disetiap perjalanan hidup ini bahwa kita tidak sendiri.

Sungguh kebahagiaan itu suatu saat nanti pasti akan kita raih dan bahwa setiap apa yang diberikan-Nya pasti ada batas yang sudah ditentukan-Nya. Jika sudah tiba batasnya Allah tidak akan mengulur-ulurkanya lagi dan setiap orang berhak mendapat jatahnya masing-masing. anda, istri dan anak anda pasti akan merasakan kebahagiaan yang hakiki. Amien…


Apakah Kebahagiaan itu ?

Hakikat Sebuah Kebahagiaan

Kebahagiaan adalah sebuah ungkapan yang didambakan oleh setiap anak manusia di muka bumi ini. Sama halnya dengan ketika seseorang mengatakan kepada orang lain sebuah ungkapan, siapa yang mau senang, tenteram, kaya, cantik, ganteng, punya rumah mewah, mobil bagus, anak-anak yang cantik sholih dan sholihah, rumah tangga yang bahagia, aman dan damai, punya istri atau suami yang baik dan penuh pengertian dll. Sesungguhnya ungkapan-ungkapan seperti ini tidak usah dijawab dan tidak membutuhkan jawaban, karena jawaban yang akan diucapkan dan terdengar sudah diketahui. Tetapi apakah semua dan setiap orang paham dan mengerti akan arti dan hakikat yang sebenarnya dari sebuah kebahagiaan tersebut.

Kebahagiaan atau bahagia dalam bahasa Arab disebut dengan al-Hasanah, al-Farhu, as-Sa’adah, as-Sakinah, atau al-Itmi’nan. Dalam bahasa Inggris kita sebut dengan happy, glad atau wonderful. Terlepas dari bahasa manapun juga, mungkin perlu kita mempertanyakan diri kita sendiri, “Apakah kita sudah termasuk orang yang bahagia ?”, adalah sebuah pertanyaan yang layak bagi diri kita masing-masing. Mungkin diantara kita ada yang menganggap dirinya sudah bahagia dengan persepsinya dan ada juga mungkin orang yang menganggap dirinya tidak pernah menemukan dan merasakan kebahagiaan. Masing-masing dari setiap manusia telah ditakdirkan oleh yang maha kuasa berada diantara dua keadaan, yakni bahagia dan susah, senang dan sedih, kaya dan miskin, cantik dan jelek, kaya dan miskin yang semuanya tidak dapat terpisahkan dan tidak bisa untuk dihindari oleh manusia. Dari keadaan tersebut dapat berubah dan dirubah hanya terjadi oleh manusia itu sendiri. Sesungguhnya Allah tidak membebani dan menjadikan kesusahan, kesedihan, kemiskinan itu sebagai takdir akhir bagi manusia. Bagi mereka yang berfikir dan memahaminya itu semua adalah suatu keadaan dimana manusia harus berbuat, berusaha dan meyakini bahwa Allah menguji kesabaran makhluk ciptaan-Nya.

Ada orang merefleksikan kebahagiaannya dengan membuat atau membeli rumah mewah, mobil mewah, pergi wisata ke luar negeri, atau pesta pora dengan gelimangan hartanya. Tetapi itupun belum membuat mereka bahagia. Ada orang yang memiliki perusahaan besar, tokoh yang terkemuka, jabatan tinggi, orang yang tersohor dinegerinya, namun ternyata kebahagiaan itu belum juga menyertai mereka. Apatah lagi orang yang tidak memiliki apa-apa didunia ini, kebahagiaan itu lebih jauh lagi dari mereka. Jika demikian ternyata ukuran kebahagiaan itu bukanlah terletak pada banyaknya harta atau selalu dipandang orang lain atau yang lainnya. Lantas dimanakah letak kebahagiaan itu dan bagaimana pula kita dapat mewujudkannya..?

Kebahagiaan adalah kondisi jiwa ketika seseorang mampu melakukan suatu perbuatan yang bernilai dan luhur. Ia merupakan kekuatan batin yang memancarkan ketenangan dan kedamaian, merupakan karunia Allah swt. yang membuat jiwa lapang dan bergembira. Bahagia adalah kejernihan hati, kebersihan prilaku dan keelokan ruhani. Hal itu merupakan pemberian Allah swt. yang diberikan kepada siapa saja yang melakukan perbuatan terpuji. kebahagiaan adalah rasa ridha yang mendalam dan sikap qana'ah. Kebahagiaan itu kelapangan jiwa, bahagia tatkala kita bisa membuat senang hati orang lain, menyungging senyum di wajah, dan kita merasa lega tatkala dapat berbuat baik kepada sesama, merasa nikmat ketika kita bersikap baik kepada mereka. Kebahagiaan adalah membuang jauh segala pikiran negatif dan mengisinya dengan pikiran yang positif. Ia merupakan sebuah kekuatan yang mampu menghadapi berbagai tekanan dan sekaligus mencari solusi bukan berdasarkan emosi. Kebahagian itu ada pada ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih, ada dalam meninggalkan kebencian, kedengkian dan sikap tamak terhadap kepemilikan orang lain. Bahagia itu terdapat dalam dzikir kepada Allah swt, syukur kepada-Nya dan memperbagus ibadah kepada-Nya. Dan kebahagiaan hakiki adalah meraih surga dan terbebas dari api neraka.

Ada beberapa ungkapan tentang kebahagiaan yang menjadi patokan dan pelajaran bagi setiap orang yang mau meraihnya diantaranya adalah :

v Orang yang berbahagia adalah orang yang mengambil pelajaran dari orang lain dan orang yang celaka adalah orang yang dijadikan pelajaran oleh orang lain.

v Bahagia adalah jika kita senang untuk berbuat kebaikan, bukan dengan berbuat apa saja yang kita senangi.

v Orang bahagia adalah orang yang mengambil pelajaran dari masa lalu dan berhati-hati terhadap dirinya.

v Orang bahagia adalah yang mau mengambil faedah dari pengalaman masa lalu, bersemangat pada hari ini dan optimis menyambut masa depan.

v Kebahagiaan itu diraih dengan menjaga lisan.

v Seseorang tidak akan meraih kebahagiaan kecuali jika dia hidup merdeka, terbebas dari cengkraman syahwatnya serta mampu menahan hawa nafsunya.

v Kesungguhan kita dalam mencintai ketaatan, hati yang selalu kita hadapkan ke hadirat Allah swt. dan kehadiran hati ketika sedang beribadah merupakan indikasi cepatnya kebahagiaan.

v Kebahagiaan itu adalah dapat menghargai dan mencintai orang lain seperti mana kita menghargai dan mencintai diri kita sendiri

untuk mengetahui kebahagiaan itu pada diri seseorang ada tiga tanda yang terlahir pada diri seseorang tersebut, sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnul Qayyim al-Jauziy rahimahullah. Beliau menyebutkan tiga perkara yaitu :

1. Jika mendapatkan nikmat, dia bersyukur.

2. Jika mendapatkan ujian, dia bersabar.

3. Jika berbuat dosa, dia beristighfar.

Kemudian apa saja langkah untuk menggapai kebahagiaan tersebut, di antara langkah-langkah yang yang akan mengantarkan kepada kebahagiaan dan kesuksesan seseorang adalah sebagai berikut:

1. Memiliki Iman yang kuat kepada Allah swt

Tidak ada kebahagiaan tanpa iman kepada Allah subhanahu wata’ala, bahkan kebahagiaan itu akan bertambah seiring dengan bertambahnya iman seseorang kepada Allah subhanahu wata’ala, dan akan melemah dan berkurang bersamaan dengan lemahnya iman kepada-Nya. Apabila iman semakin kuat, maka makin besar pula kabahagiaan. Sebaliknya jika ia melemah, maka kegoncangan dan pikiran negatif akan bertambah yang dapat membawa kepada pahit dan binasanya kehidupan. Orang yang beriman bahwa Allah subhanahu wata’ala itu Maha Kuasa tanpa batas, maka dia tidak akan dirundung duka, tidak dibuat sedih oleh berbagai masalah karena dia mempunyai tempat bersandar yang kuat, ketika sedang ditimpa suatu ujian dan kesulitan. Iman dengan qadha' dan qadar akan menumbuhkan sikap ridha dalam hati, kelapangan jiwa dan ketenangan. Oleh karena itu Nabi Muhammad saw bersabda, "Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, sesungguhnya seluruh urusannya adalah baik. Jika ditimpa kelapangan, maka dia bersyukur dan itu adalah baik baginya. Dan jika ditimpa kesempitan, maka dia bersabar dan itu pun baik baginya.” (HR Muslim)

2. Meneladani orang-orang yang sholih dan sukses

Yang dimaksudkan di sini adalah orang yang telah memberikan sumbangsih yang besar dan luar biasa bagi umat manusia dan dia adalah orang yang beriman kepada Allah subhanahu wata’ala. Yang pertama dan utama adalah panutan kita Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan mengikuti jalannya, maka seseorang akan bahagia dan dengan meninggalkan petunjuk dan sunnahnya, maka seseorang akan celaka.

3. Memahami arti sebuah kehidupan

Hidup pasti akan menghadapi masalah, mendapati kesusahan dan pasti ada rintangan dan ujian. Semua ini merupakan ketetapan dari Allah swt. terhadap manusia, supaya diketahui mana orang yang lebih baik amalnya. Maka wajib bagi kita untuk mengenal karakteristik hidup ini dan menerima sebagaimana wajarnya dan tidak menutup diri untuk menghadapi ketentuan Allah, menghadapi yang tidak kita senangi dengan sesuatu yang dapat menghilangkannya. Mengetahui permasalahan ini bukan berarti pasrah dan putus asa, tetapi justru bersikap sebaliknya.

4. Mengubah Kebiasaan Negatif Menjadi Positif

Dr. Ahmad al-Bara' al-Amiri mengatakan bahwa memulai kebiasaan baru yang bersifat aqliyah/rasional (bisa dinalar dan dipikirkan) itu tidak sulit, dibutuhkan kira-kira 21 hari. Dalam hari-hari tersebut kita berfikir, berbincang-bincang, lalu mengusahakan segala yang bisa mendukung untuk terwujudnya kebiasaan baru itu, dan terakhir kita menggambarkan dengan jelas dan sempurna bahwa diri kita telah menjadi yang kita inginkan. Jika kita telah berfikir bahwa kita telah menjadi yang baru sebagaimana kita kehendaki, maka gambaran ini secara bertahap akan menjadi sebuah realita. Hal ini seperti diungkapkan bahwa "al hilm bittahallum wal ilm bitta'allum" sikap lembut dicapai dengan selalu berusaha lembut dan ilmu itu diraih dengan belajar. (Durus nafsiyah li an-najah wa at-tafawwuq).

5. Memiliki tujuan hidup yang mulia

Banyak orang yang celaka karena dia tidak memiliki sasaran dan tujuan yang dia usahakan agar terealisasi. Atau dia punya tujuan tetapi bukan sesuatu yang mulia dan tinggi sehingga dia tidak merasa bahagia tatkala berusaha menggapainya. Sedangkan tujuan yang mulia, maka akan menjadikan seseorang merasa bahagia ketika sedang berusaha untuk mencapainya.

6. Berusaha untuk meringankan derita

Orang hidup pasti mengalami musibah dan derita, namun tak selayaknya musibah itu disikapi sebagai akhir dari segalanya, dan jangan beranggapan bahwa hanya dirinyalah yang mendapatkan ujian hidup. Bahkan selayaknya dia memperingankan musibah dan tidak terlalu membesar-besarkannya. Istilah lain, “masalah besar dikecilkan dan masalah kecil dihilangkan”. Hal sepele jangan dibuat resah dan dibesar-besarkan.

7. Kebahagiaan sebenarnya ada pada diri kita sendiri

Jika bahagia itu ada pada diri kita, maka mengapa harus jauh-jauh mencarinya, karena setiap manusia punya kekuatan dan potensi bahagia, tetapi kebanyakan mereka tidak mau melihatnya. Sebabnya adalah karena dia tidak pernah memperhatikan diri sendiri, tetapi sibuk melihat orang lain. Kebahagiaan terkadang ada di depan mata, tetapi kita tidak mengetahuinya, sehingga justru mencarinya lagi kepada yang lebih jauh dan semakin jauh.

Sungguh berbahagialah bagi mereka yang telah merasakan kebahagiaan dalam hidupnya, karena yang dicari dalam hidup ini adalah sebuah kata atau ungkapan yakni, “kebahagiaan”, baik didunia maupun diakherat, “Hasanah fi ad-Dunya wa Hasanah fi al-Akhiroh”. Demikian makna hakikat dari sebuah kebahagiaan, semoga bermanfaat dan menjadi I’tibar bagi kita semua dalam mengarungi kehidupan yang hanya sementara ini. Wallahu A’lam bi as-Showab. (Abu Syika)

Selasa, April 07, 2009

Penghangat Cinta

10 Langkah Penghangat Cinta

1. Mengungkapkan Cinta
Jangan takut mengatakan cinta, kadang kita merasa bahwa hal tersebut tidak penting dan gombal, kadang kita berdalih bahwa kata-kata cinta tidak penting untuk diucapkan secara verbal tapi cukup dibuktikan dengan perbuatan. Tetapi coba kita tengok bagaimana Rasulullah mengajarkan kepada para shahabatnya ketika ada seseorang yang mengatakan kepada Rasul "Ya Nabiyullah, sesungguhnya aku sangat mencintai si fulan" sambil menunjuk kepada seorang lelaki yang sedang lewat dihadapannya. "Apakah kamu pernah mengatakan perasaanmu kepadanya ?" Tanya Rasul. "Belum ya Rasul". Jawab shahabat. "Sekarang, katakanlah padanya". Jadi mengatakan cinta itu bukan hal yang tabu, tapi sunnah hukumnya. Dan mulai sekarang, katakanlah cinta pada istri tercinta."I love u, I love u, I love u "

2. Efek Sentuhan
Berjabat tangan ketika bertemu, memeluk atau mencium, adalah kiat-kiat penghangat cinta, jangan sampai satu haripun anda tidak menyentuhnya. Apakah hanya sekedar mencubit, menjewer mesra, dan sebagainya. Menurut ahli psikologi, efek sentuhan dapat memberi kenyamanan, kesenangan dan ketentraman dan menciptakan rasa kedekatan antar individu.

3. Memberi Bantuan
Memberi bantuan kepadanya diminta atau tidak, ketika ia sibuk di dapur, kita yang memandikan anak. Ketika ia sedang menyuapi anak, kita ngelap meja. Kamu bunga yang jadi tangkainya.....suit suiit!

4. Siap Dengan Dukungan
Memberi dukungan harus dilakukan, terutama jika istri kita mengalami tekanan psikologis. Tetapi memberi dukungan juga harus proporsional, jangan sampai berlebihan. Ini yang perlu diperhatikan. Dukungan moril sangat dibutuhkan di saat-saat tertentu. Misalnya istri sakit, jangan malah di takut-takutin "Mi' tetangga diseberang sana sakitnya juga sama kayak umi. Sekarang dia udah pulang ke Rahmatulloh lho."

5. Jangan Pelit Dengan Pujian
Kalau ada suami yang pelit pujian, bisa dipastikan ia juga pelit dengan hartanya, kalau pujian yang gratis aja pelit, gimana dengan harta yang dicari dengan susah payah? Suami yang pemurah adalah suami yang senang memuji. Memuji yang baik tidak dilakukan di depan khalayak ramai, tetapi di saat berdua, misalnya memuji kecantikannya, enak masakannya, dll.

6. Munculkan segala Kebaikan
"Jika cinta sudah melekat, tempe goreng terasa coklat" begitu pepatah mengatakan. Tanda cinta adalah kita senantiasa mengingat kebaikan-kebaikannya, jika ada permasalah yang membuat renggang hubungan. Segera ingat kebaikan yang pernah ia lakukan kepada kita.

7. Sisihkan waktu Untuk berdua
Kadang kesibukan membuat suami istri jarang punya waktu untuk mereka berdua, maka perlu disiasati supaya punya waktu untuk berbicara dari hati kehati, tanpa ada yang mengganggu. Just me and u.....cieee.

8. Membuat panggilan khusus
Panggil namanya dengan nama nama yang ia senangi misalnya "Mawar", "Darling", "Yayang", "My Love" jangan sebut nama panggilan yang ia tidak senangi "Ndut,.. sini ndut" (karena istrinya gendut) atau "Tuyul, sini yul" (karena namanya Yuli).

9. Mendengarkan
Menjadi pendengar yang baik perlu kiat tersendiri, kadang kala ada rasa emosi, saat pulang kerja, lelah dan suntuk. Istri menyambut dengan cerita-cerita horor dan teror. Yah sabar sedikit, usahakan tersenyum. Dengarkan sampai ia selesai bicara. Setelah ia selesai baru bilang "umi tadi certain apa sih ?" (gubraks).
10. Lazimkan Tiga kata ajaib :
- Tolong : jika meminta bantuan
- Terima kasih : jika selesai dibantu
- Maaf : jika membuat kesalahan







Bila Azan di Kumandangkan

ASAL USUL KUMANDANG ADZAN
( Sebagai panggilan shalat )

( Riwayat : Anas r.a; Abu Dawud; Al Bukhari )

Seiring dengan berlalunya waktu, para pemeluk agama Islam yang semula sedikit, bukannya semakin surut jumlahnya. Betapa hebatnya perjuangan yang harus dihadapi untuk menegakkan syiar agama ini tidak membuatnya musnah. Kebenaran memang tidak dapat dmusnahkan. Semakin hari semakin bertambah banyak saja orang-orang yang menjadi penganutnya.

Demikian pula dengan penduduk dikota Madinah, yang merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam pada masa-masa awalnya. Sudah sebagian tersebar dari penduduk yang ada dikota itu sudah menerima Islam sebagai agamanya. Ketika orang-orang Islam masih sedikit jumlahnya, tidaklah sulit bagi mereka untuk bisa berkumpul bersama-sama untuk menunaikan sholat berjama`ah. Kini, hal itu tidak mudah lagi mengingat setiap penduduk tentu mempunyai ragam kesibukan yang tidak sama. Kesibukan yang tinggi pada setiap orang tentu mempunyai potensi terhadap kealpaan ataupun kelalaian pada masing-masing orang untuk menunaikan sholat pada waktunya. Dan tentunya, kalau hal ini dapat terjadi dan kemudian terus-menerus berulang, maka bisa dipikirkan bagaimana jadinya para pemeluk Islam. Ini adalah satu persoalan yang cukup berat yang perlu segera dicarikan jalan keluarnya.

Pada masa itu, memang belum ada cara yang tepat untuk memanggil orang sholat. Orang-orang biasanya berkumpul dimasjid masing-masing menurut waktu dan kesempatan yang dimilikinya. Bila sudah banyak terkumpul orang, barulah sholat jama`ah dimulai. Atas timbulnya dinamika pemikiran diatas, maka timbul kebutuhan untuk mencari suatu cara yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mengingatkan dan memanggil orang-orang untuk sholat tepat pada waktunya tiba. Ada banyak pemikiran yang diusulkan. Ada sahabat yang menyarankan bahwa manakala waktu sholat tiba, maka segera dinyalakan api pada tempat yang tinggi dimana orang-orang bisa dengan mudah melihat ketempat itu, atau setidak-tidaknya asapnya bisa dilihat orang walaupun ia berada ditempat yang jauh. Ada yang menyarankan untuk membunyikan lonceng. Ada juga yang mengusulkan untuk meniup tanduk kambing. Pendeknya ada banyak saran yang timbul.

Saran-saran diatas memang cukup representatif. Tapi banyak sahabat juga yang kurang setuju bahkan ada yang terang-terangan menolaknya. Alasannya sederhana saja : itu adalah cara-cara lama yang biasanya telah dipraktekkan oleh kaum Yahudi. Rupanya banyak sahabat yang mengkhawatirkan image yang bisa timbul bila cara-cara dari kaum kafir digunakan. Maka disepakatilah untuk mencari cara-cara lain. Lantas, ada usul dari Umar r.a jikalau ditunjuk seseorang yang bertindak sebagai pemanggil kaum Muslim untuk sholat pada setiap masuknya waktu sholat. Saran ini agaknya bisa diterima oleh semua orang, Rasulullah SAW juga menyetujuinya. Sekarang yang menjadi persoalan bagaimana itu bisa dilakukan ? Abu Dawud mengisahkan bahwa Abdullah bin Zaid r.a meriwayatkan sbb : "Ketika cara memanggil kaum muslimin untuk sholat dimusyawarahkan, suatu malam dalam tidurku aku bermimpi. Aku melihat ada seseorang sedang menenteng sebuah lonceng. Aku dekati orang itu dan bertanya kepadanya apakah ia ada maksud hendak menjual lonceng itu. Jika memang begitu aku memintanya untuk menjual kepadaku saja. Orang tersebut malah bertanya," Untuk apa ?
Aku menjawabnya,"Bahwa dengan membunyikan lonceng itu, kami dapat memanggil kaum muslim untuk menunaikan sholat." Orang itu berkata lagi,"Maukah kau kuajari cara yang lebih baik ?" Dan aku menjawab " Ya !" Lalu dia berkata lagi, dan kali ini dengan suara yang amat lantang ," Allahu Akbar,?Allahu Akbar?.."

Ketika esoknya aku bangun, aku menemui Rasulullah SAW dan menceritakan perihal mimpi itu kepada beliau. Dan beliau berkata,"Itu mimpi yang sebetulnya nyata. Berdirilah disamping Bilal dan ajarilah dia bagaimana mengucapkan kalimat itu. Dia harus mengumandangkan adzan seperti itu dan dia memiliki suara yang amat lantang." Lalu akupun melakukan hal itu bersama Bilal." Rupanya, mimpi serupa dialami pula oleh Umar r.a, ia juga menceritakannya kepada Rasulullah SAW . Nabi SAW bersyukur kepada Allah SWT atas semua ini.

Mandi Janabah

Hukuman bagi Orang Malas Mandi Janabat

Aban bin Abdullah al-Bajali menuturkan pengalamannya. Suatu hari ada tetanggaku yang meninggal dunia. Aku segera datang ke rumah duka. Bersama-sama dengan beberapa orang aku turut memandikan jenazah itu, menyalatkannya, dan juga mengantarkannya ke makam.
Sewaktu jenazah hendak dimasukkan ke liang lahat, aku melihat bahwa di dalam liang lahat itu ada seekor binatang yang bentuknya mirip kucing. Binatang itu segera dihalau. Meskipun berkali-kali binatang itu dihalau, namun ia tidak juga beranjak keluar dari tempatnya. Bahkan, binatang itu dipukul dengan cangkul, tetapi tidak sedikit pun ia bergerak dari tempat itu. Terpaksalah kami mencari tempat lain dan menggali liang kubur baru.
Di tempat baru, tanahnya pun segera digali. Setelah liang kubur itu selesai, jenazah siap dimasukkan ke dalamnya. Pada saat jenazah telah berada di mulut lubang kubur dan siap untuk diturunkan, maka binatang yang mirip kucing tadi yang berada di liang kubur pertama sekonyong-konyong melompat ke dalam liang kubur baru tersebut. Karena, memang sudah tidak dapat dielakkan, maka terpaksa diambil keputusan untuk menguburkan jenazah dengan binatang tersebut sekalian. Sewaktu tanah-tanah diturunkan menutup liang lahat, dari dalam lubang kubur, kami mendengar suara binatang tadi seperti sedang mengeremus tulang-tulang jenazah.
Aku dan kawan-kawan lain menjadi kebingungan dan terheran-heran mengapa sampai binatang itu mengeremus tulang-tulang jenazah tersebut. Kami lalu mencari jawabannya dengan menemui istri almarhum.
"Perbuatan apa kira-kira yang membuat suamimu mengalami siksaan yang demikian itu?" Demikian kami bertanya kepada istri almarhum. Istri almarhum menjawab, "Suamiku itu biasa tidak mau mandi janabat!"






MUHAMMADIYAH

Muhammadiyah merupakan salah satu orgnisasi Islam pembaharu di Indonesia. Gerakan Muhammadiyah yang dibangun oleh K.H. Ahmad Dahlan sesungguhnya merupakan salah satu mata rantai yang panjang dari gerakan pembaharuan Islam yang dimulai sejak tokoh pertamanya, yaitu Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim al-Jauziyah, Muhammad bin Abdul Wahab, Sayyid Jamaludin al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan sebagainya. Pengaruh gerakan pembaharuan tersebut terutama berasal dari Muhammad Abduh melalui tafsirnya, al-Manar, suntingan dari Rasyid Ridha serta majalah al-Urwatul Wustqa.

Tokoh Pendirinya

Pendiri Muhammadiyah adalah K.H. Ahmad Dahlan. Ia lahir di Kampung Kauman, Yogyakarta, tahun 1868 M dengan nama Muhammad Darwis. Ayahnya adalah K.H. Abubakar, seorang Khotib masjid Besar Kesultanan Yogyakarta, yang apabila dilacak silsilahnya sampai kepada Maulana Malik Ibrahim. Ibunya bernama Siti Aminah, putri K.H. Ibrahim, Penghulu kesultanan Yogyakarta. Jadi, kedua orang tua K.H. Ahmad Dahlan juga merupakan keturunan ulama. Meskipun Muhammad Darwis berasal dari kalangan keluarga yang cukup terkemuka, tetapi ia tidak sekolah di Gubernemen (waktu itu), melainkan diasuh dan dididik mengaji Alquran dan dasar-dasar ilmu agama Islam oleh ayahnya sendiri di rumah. Hal itu karena pada waktu itu ada suatu pendapat umum bahwa barangsiapa memasuki sekolah Gubernemen, maka dianggap kafir atau Kristen.

Pada usia delapan tahun ia telah lancar membaca Alquran hingga khatam. Kemudian ia belajar fikih kepada K.H. Muhammad Shaleh, dan nahwu kepada K.H. Muhsin. Keduanya adalah kakak ipar Muhammad Darwis sendiri. Ia juga berguru kepada K.H. Muhammad Nur dan K.H. Abdul Hamid dalam berbagai ilmu. Pada tahun 1889 M ia dinikahkan dengan saudara sepupunya, Siti Walidah, putri K.H. Muhammad Fadil, Kepala Penghulu Kesultanan Yogyakarta. Beberapa bulan setelah pernikahannya, atas anjuran ayah bundanya, Muhammad Darwis menunaikan ibadah haji. Ia tiba di Mekah pada bulan Rajab 1308 H (1890 M). Setelah menunaikan umrah, Ia bersilaturahmi dengan para ulama, baik dari Indonesia maupun Arab. Di antaranya, ia mendatangi ulama mazhab Syafi'i Bakri Syata' dan mendapat ijazah nama Haji Ahmad Dahlan. Ia telah berganti nama, dan juga bertamabah ilmunya. Sepulang dari ibadahnya itu, ia membantu ayahnya mengajar santri-santri remaja. Sehingga, ia mendapat sebutan K.H. Ahmad Dahlan.

Pada tahun 1896 M ia diangkat menjadi khotib di masjid Besar oleh kesultanan Yogyakarta dengan gelar "khotib amin". Ia juga berdagang batik ke kota-kota di Jawa. Ia pernah diberi modal oleh orang tuanya sebanyak F. 500,- pada tahun 1892, tetapi sebagian besar digunakan untuk membeli kitab-kitab Islam. Dalam perjalanan dagang itu, ia selalu bersilaturahmi kepada para ulama setempat dan membicarakan perihal agama Islam dan masyarakatnya. Perjalanan demikian bertujuan untuk mempelajari sebab-sebab kemunduran kaum muslimin dan mencari jalan keluar untuk mengatasinya. Tahun 1909 K.H. Ahmad Dahlan bertemu dengan Dr. Wahidin Sudirohusodo di Ketandan, Yogyakarta. Ia menanyakan berbagai hal tentang perkumpulan Budi Utomo dan tujuannya. Setelah mendengarkan penjelasan darinya, ia ingin bergabung dengan organisasi tersebut. Ia mulai belajar berorganisasi. Pada tahun 1910, ia pun menjadi anggota ke-770 perkumpulan Jami'at Khair Jakarta. Ia tertarik kepada organisasi ini karena organisasi ini telah lebih awal membangun sekolah-sekolah agama dan bahasa Arab, disamping bergerak dalam bidang sosial dan giat membina hubungan dengan pemimpin-pemimpin di negara-negara Islam yang telah maju. Dari pengalamannnya yang ia dapatkan, ia menyadari bahwa usaha perbaikan masyarakat itu tidak mudah jika dilaksanakan sendirian, melainkan dengan berorganisasi bekerja sama dengan banyak orang.

Berdirinya Muhammadiyah

Suatu ketia Ia menyampaikan usaha pendidikan setalah selesai menyampaikan santapan rohani pada rapat pengurus Budi Utomo cabang Yogyakarta. Ia menyampaikan keinginan mengajarkan agama Islam kepada para siswa Kweekschool Gubernamen Jetis yang dikepalai oleh R. Boedihardjo, yang juga pengurus Budi Utomo. Usul itu disetujui, dengan syarat di luar pelajaran resmi. Lama-lama peminatnya banyak, hingga kemudian mendirikan sekolah sendiri. Di antara para siswa Kweekschool Jetis ada yang memperhatikan susunan bangku, meja, dan papan tulis. Lalu, mereka menanyakan untuk apa, dijawab untuk sekolah anak-anak Kauman dengan pelajaran agama Islam dan pengetahuan sekolah biasa. Mereka tertarik sekali, dan akhirnya menyarankan agar penyelelenggaraan ditangani oleh suatu organisasi agar berkelanjutan sepeninggal K.H. Ahmad Dahlan kelak.

Sebenarnya, mengenai pendirian sekolah itu telah dibicarakan dan dibantu oleh pengurus Budi Utomo. Setelah pelaksanaan penyelenggaraan sekolah itu sudah mulai teratur, kemudian dipikirkan tentang organisasi pendukung terselenggaranya kegiatan sekolah itu. Dipilihlah nama "Muhammadiyah" sebagai nama organisasi itu dengan harapan agar para anggotanya dapat hidup beragama dan bermasyarakat sesuai dengan pribadi Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Penyusunan anggaran dasar Muhamadiyah banyak mendapat bantuan dari R. Sosrosugondo, guru bahasa Melayu Kweekschool Jetis. Rumusannya dibuat dalam bahasa melayu dan Belanda. Kesepakatan bulat pendirian Muhamadiyah terjadi pada tanggal 18 November 1912 M atau 8 Dzulhijjah 1330 H. Tgl 20 Desember 1912 diajukanlah surat permohonan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda, agar perserikatan ini diberi izin resmi dan diakui sebagai suatu badan hukum. Setelah memakan waktu sekitar 20 bulan, akhirnya pemerintah Hindia Belanda mengakui Muhammadiyah sebagai badan hukum, tertung dalam Gouvernement Besluit tanggal 22 Agustus 1914, No. 81, beserta alamporan statuennya.

Arti Muhammadiyah

Arti Bahasa (Etimologis)

Muhamadiyah berasal dari kata bahasa Arab "Muhamadiyah", yaitu nama nabi dan rasul Allah yang terkhir. Kemudian mendapatkan "ya" nisbiyah, yang artinya menjeniskan. Jadi, Muhamadiyah berarti "umat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam" atau "pengikut Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam", yaitu semua orang Islam yang mengakui dan meyakini bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah hamba dan pesuruh Allah yang terakhir.

Arti Istilah (Terminologi)

Secara istilah, Muhamadiyah merupakan gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi munkar, berakidah Islam dan bersumber pada Alquran dan as-Sunnah, didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H, bertepatan 18 November 1912 Miladiyah di kota Yogyakarta.

Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah oleh pendirinya dengan maksud untuk berpengharapan baik, dapat mencontoh dan meneladani jejak perjuangan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, semata-mata demi terwujudnya 'Izzul Islam wal Muslimin, kejayaan Islam sebagai realita dan kemuliaan hidup umat Islam sebagai realita.

Maksud dan Tujuan Muhammadiyah

Rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah sejak berdiri hingga sekarang ini telah mengalami beberapa kali perubahan redaksional, perubahan susunan bahasa dan istilah. Tetapi, dari segi isi, maksud dan tujuan Muhammadiyah tidak berubah dari semula.

Pada waktu pertama berdirinya Muhamadiyah memiliki maksud dan tujuan sebagi berikut:

  1. Menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada penduduk bumi-putra, di dalam residensi Yogyakarta.
  2. Memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya.

Hingga tahun 2000, terjadi tujuh kali perubahan redaksional maksud dan tujuan Muhamadiyah. Dalam muktamarnya yang ke-44 yang diselenggarakan di Jakarta bulan Juli 2000 telah ditetapkan maksud dan tujuan Muhamadiyah, yaitu Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Amal Usaha Muhammadiyah

Usaha yang pertama melalui pendidikan, yaitu dengan mendirikan sekolah Muhammadiyah. Selain itu juga menekankan pentingnya pemurnian tauhid dan ibadah, seperti:

  1. Meniadakan kebiasaan menujuhbulani (Jawa: tingkeban), yaitu selamatan bagi orang yang hamil pertama kali memasuki bulan ke tujuh. Kebiasaan ini merupakan peninggalan dari adat-istiadat Jawa kuno, biasanya diadakan dengan membuat rujak dari kelapa muda yang belum berdaging yang dikenal dengan nama cengkir dicampur dengan berbagai bahan lain, seperti buah delima, buah jeruk, dan lain-lain. Masing-masing daerah berbeda-beda cara dan macam upacara tujuh bulanan ini, tetapi pada dasarnya berjiwa sama, yaitu dengan maksud mendoakan bagi keselamatan calon bayi yang masih berada dalam kandungan itu.
  2. Menghilangkan tradisi keagamaan yang tumbuh dari kepercayaan Islam sendiri, seperti selamatan untuk menghormati Syekh Abdul Qadir Jaelani, Syekh Saman, dll yang dikenal dengan manakiban. Selain itu, terdapat pula kebiasaan membaca barzanji, yaitu suatu karya puisi serta syair-syair yang mengandung banyak pujaan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam yang disalahartikan. Dalam acara-acara semacam ini, Muhammadiyah menilai, ada kecenderungan yang kuat untuk mengultusindividukan seornag wali atau nabi, sehingga hal itu dikhawatirkan dapat merusak kemurnian tauhid. Selain itu, ada juga acara yang disebut "khaul", atau yang lebih populer disebut khal, yaitu memperingati hari dan tanggal kematian seseorang setiap tahun sekali, dengan melakukan ziarah dan penghormatan secara besar-besaran terhadap arwah orang-orang alim dengan upacara yang berlebih-lebihan. Acara seperti ini oleh Muhammadiyah juga dipandang dapat mengeruhkan tauhid.
  3. Bacaan surat Yasin dan bermacam-macam zikir yang hanya khusus dibaca pada malam Jumat dan hari-hari tertentu adalah suatu bid'ah. Begia ziarah hanya pada waktu-waktu tertentu dan pada kuburan tertentu, ibadah yang tidak ada dasarnya dalam agama, juga harus ditinggalkan. Yang boleh adalah ziarah kubur dengan tujuan untuk mengingat adanya kematian pada setiap makhluk Allah.
  4. Mendoakan kepada orang yang masih hidup atau yang sudah mati dalam Islam sangat dianjurkan. demikian juga berzikir dan membaca Alquran juga sangat dianjurkan dalam Islam. Akan tetapi, jika di dalam berzikir dan membaca Alquran itu diniatkan untuk mengirim pahala kepada orang yang sudah mati, hal itu tidak berdasa pada ajaran agama, oleh karena itu harus ditinggalkan. Demikian juga tahlilan dan selawatan pada hari kematian ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, dan ke-1000 hari, hal itu merupakan bid'ah yang mesti ditinggalkan dari perbuatan Islam. Selain itu, masih banyak lagi hal-hal yang ingin diusahakan oleh Muhammadiyah dalam memurnikan tauhid.

Perkembangan Muhammadiyah

1. Perkembanngan secara Vertikal

Dari segi perkembangan secara vertikal, Muhammadiyah telah berkembang ke seluruh penjuru tanah air. Akan tetapi, dibandingkan dengan perkembangan organisasi NU, Muhammadiyah sedikit ketinggalan. Hal ini terlihat bahwa jamaah NU lebih banyak dengan jamaah Muhammadiyah. Faktor utama dapat dilihat dari segi usaha Muhammadiyah dalam mengikis adat-istiadat yang mendarah daging di kalangan masyarakat, sehingga banyak menemui tantangan dari masyarakat.

2. Perkembangan secara Horizontal

Dari segi perkembangan secara Horizontal, amal usaha Muhamadiyah telah banyak berkembang, yang meliputi berbagai bidang kehidupan.

Perkembangan Muhamadiyah dalam bidang keagamaan terlihat dalam upaya-upayanya, seperti terbentukanya Majlis Tarjih (1927), yaitu lembaga yang menghimpun ulama-ulama dalam Muhammadiyah yang secara tetap mengadakan permusyawaratan dan memberi fatwa-fatwa dalam bidang keagamaan, serta memberi tuntunan mengenai hukum. Majlis ini banyak telah bayak memberi manfaat bagi jamaah dengan usaha-usahanya yang telah dilakukan:

  • Memberi tuntunan dan pedoman dalam bidang ubudiyah sesuai dengan contoh yang telah diberikan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
  • Memberi pedoman dalam penentuan ibadah puasa dan hari raya dengan jalan perhitungan "hisab" atau "astronomi" sesuai dengan jalan perkembangan ilmu pengetahuan modern.
  • Mendirikan mushalla khusus wanita, dan juga meluruskan arah kiblat yang ada pada amasjid-masjid dan mushalla-mushalla sesuai dengan arah yang benar menurut perhitungan garis lintang.
  • Melaksanakan dan menyeponsori pengeluaran zakat pertanian, perikanan, peternakan, dan hasil perkebunan, serta amengatur pengumpulan dan pembagian zakat fitrah.
  • Memberi fatwa dan tuntunan dalam bidang keluarga sejahtera dan keluarga berencana.
  • Terbentuknya Departemen Agama Republik Indonesia juga termasuk peran dari kepeloporan pemimpin Muhammadiyah.
  • Tersusunnya rumusan "Matan Keyakinan dan Cita-Cita hidup Muhammadiyah", yaitu suatu rumusan pokok-pokok agama Islam secara sederhana, tetapi menyeluruh.

Dalam bidang pendidikan, usaha yang ditempuh Muhammadiyah meliputi:

  • mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan ke dalamnya ilmu-ilmu keagamaan, dan
  • mendirikan madrasah-madrasah yang juga diberi pendidikan pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan umum.

Dengan usaha perpaduan tersebut, tidak ada lagi pembedaan mana ilmu agama dan ilmu umum. Semuanya adalah perintah dan dalam naungan agama.

Dalam bidang kemasyarakatan, usaha-usaha yang telah dilakukan Muhammadiyah meliputi:

  • Mendirikan rumah-rumah sakit modern, lengkap dengan segala peralatan, membangun balai-balai pengobatan, rumah bersalin, apotek, dan sebagainya.
  • Mendirikan panti-panti asuhan anak yatim, baik putra maupun putri untuk menyantuni mereka.
  • Mendirikan perusahaan percetakan, penerbitan, dan toko buku yang banyak memublikasikan majalah-majalah, brosur dan buku-buku yang sangat membantu penyebarluasan paham-paham keagamaan, ilmu, dan kebudayaan Islam.
  • Pengusahaan dana bantuan hari tua, yaitu dana yang diberikan pada saat seseorang tidak lagi bisa abekerja karena usia telah tua atau cacat jasmani.
  • Memberikan bimbingan dan penyuluhan keluarga mengenai hidup sepanjang tuntunan Ilahi.

Dalam bidang politik, usaha-usaha Muhammadiyah meliputi:

  • Menentang pemerintah Hindia Belanda yang mewajibkan pajak atas ibadah kurban. Hal ini berhasil dibebaskan.
  • Pengadilan agama di zaman kolonial berada dalam kekuasaan penjajah yang tentu saja beragama Kristen. Agar urusan agama di Indonesia, yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, juga dipegang oleh orang Islam, Muhammadiyah berjuang ke arah cita-cita itu.
  • Ikut memelopori berdirinya Partai Islam Indonesia. Pada tahun 1945 termasuk menjadi pendukung utama berdirinya partai Islam Masyumi dengan gedung Madrasah Mu'alimin Muhammadiyah Yogyakarta sebagai tempat kelahirannya.
  • Ikut menanamkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air Indonesia di kalangan umat Islam Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam tabligh-tablighnya, dalam khotbah ataupun tulisan-tulisannya.
  • Pada waktu Jepang berkuasa di Indonesia, pernah seluruh bangsa Indonesia diperintahkan untuk menyembah dewa matahari, tuhan bangsa Jepang. Muhammadiyah pun diperintah untuk melakukan Sei-kerei, membungkuk sebagai tanda hormat kepada Tenno Heika, tiap-tiap pagi sesaat matahari sedang terbit. Muhammadiyah menolak perintah itu.
  • Ikut aktif dalam keanggotaan MIAI (Majelis Islam A'la Indonesia) dan menyokong sepenuhnya tuntutan Gabungan Politik Indonesia (GAPI) agar Indonesia mempunyai parlemen di zaman penjajahan. Begitu juga pada kegiatan-kegiatan Islam Internasional, seperti Konferensi Islam Asia Afrika, Muktamar Masjid se-Dunia, dan sebagainya, Muhammadiyah ikut aktif di dalamnya.
  • Pada saat partai politik yang bisa amenyalurkan cita-cita perjuangan Muhammadiyah tidak ada, Muhammadiyah tampil sebagai gerakan dakwah Islam yang sekaligus mempunyai fungsi politik riil. Pada saat itu, tahun 1966/1967, Muhammadiyah dikenal sebagai ormaspol, yaitu organisasi kemasyarakatan yang juga berfungsi sebagai partai politik.

Dengan semakin luasnya usaha-usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah, dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang berkedudukan sebagai badan pembantu pemimpin persyarikatan. Kesatuan-kesatuan kerja tersebut berupa majelis-majelis dan badan-badan. Selain majelis dan lembaga, terdapat organisasi otonom, yaitu organisasi yang bernaung di bawah organisasi induk, dengan amasih tetap memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Dalam persyarikatan Muhammadiyah, organisasi otonom (Ortom) ini ada beberapa buah, yaitu:

1. 'Aisyiyah

2. Nasyiatul 'Aisyiyah

3. Pemuda Muhammadiyah

4. Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM)

5. Ikatan Mahasiswa Muhamadiyyah (IMM)

6. Tapak Suci Putra Muhamadiyah

7. Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan

Organisasi-organisasi otonom tersebut termasuk kelompok Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM). Keenam organisasi otonom ini berkewajiban mengemban fungsi sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah.

Periode Kepemimpinan Muhammadiyah

  1. K.H. Ahmad Dahlan (1912 -- 1923)
  2. K.H. Ibrahim (1923 -- 1932)
  3. K.H. Hisyam (1932 -- 1936)
  4. K.H. Mas Mansur (1936 -- 1942)
  5. Ki Bagus Hadikusumo (1942 -- 1953)
  6. A.R. Sutan Mansyur (1952 -- 1959)
  7. H.M. Yunus Anis (1959 -- 1968)
  8. K.H. Ahmad Badawi (1962 -- 1968)
  9. K.H. Fakih Usman/H.A.R. Fakhrudin (1968 -- 1971)
  10. K.H. Abdur Razak Fakhruddin (1971 -- 1990)
  11. K.H. A. Azhar Basyir, M.A. (1990 -- 1995)
  12. Prof. Dr. H.M. Amien Rais (1995 -- 2000)
  13. Prof. Dr. H.A. Syafi'i Maarif (2000 -- 2005)
  14. Prof. Dr. Din Syamsudin (2005-sekarang)

Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (Keputusan Tanwir tahun 1969 di Ponorogo)

  1. Muhammadiyah adalah gerakan berasas Islam, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.
  2. Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa dan menjamin kesejahteraan hidup materiil dan spirituil, duniawi dan ukhrawi.
  3. Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:
    • Alquran: kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
    • Sunnah Rasul: penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Alquran yang diberikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.

  1. Muhammadiyah bekerja untuk teraksananya ajaran-ajaran Islam yang meliuti bidang-bidang:
    • Akidah
    • Akhlak
    • Ibadah
    • Muamalah Duniawiyah

a. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya akidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid'ah, dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.

b. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Alquran dan Sunnah Rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia.

c. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.

d. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya muamalat duniawiyat (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran agama serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT.

  1. Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan negara Republik Indonesia yang berfilsafat Pancasila, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil, makmur dan diridhai Allah SWT. Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.


(Catatan: Rumusan keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah tersebut telah mendapat perubahan dan perbaikan oleh PP Muhammadiyah atas kuasa Tanwir tahun 1970 di Yogyakarta).


Sumber: Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam dalam Perspektif Historis dan Idiologis, Drs. H. Musthafa Kamal Pasha, B.Ed dan Drs. H. Ahmad Adaby Darban, S.U.

Nahdlatul Ulama (NU)

Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi sosial keagamaan (jam'iyah diniyah islamiah) yang berhaluan Ahli Sunnah wal-Jamaah (Aswaja). Organisasi ini didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 (16 Rajab 1334 H) oleh K.H. Hasyim Asy'ari beserta para tokoh ulama tradisional dan usahawan di Jawa Timur.
Sejak awal K.H. Hasyim Asy'ari duduk sebagai pimpinan dan tokoh agama terkemuka di dalam NU. Tetapi, tidak diragukan bahwa penggerak di balik berdirinya organisasi NU adalah Kiai Wahab Chasbullah, putra Kiai Chasbullah dari Tambakberas, Jombang. Pada tahun 1924 Kiai Wahab Chasbullah mendesak gurunya, K.H. Hasyim Asy'ari, agar mendirikan sebuah organisasi yang mewakili kepentingan-kepentingan dunia pesantren. Namun, ketika itu pendiri pondok pesantren Tebu Ireng ini, K.H. Hasyim Asy'ari, tidak menyetujuinya. Beliau menilai bahwa untuk mendirikan organisasi semacam itu belum diperlukan. Baru setelah adanya peristiwa penyerbuan Ibn Sa'ud atas Mekah, beliau berubah pikiran dan menyetujui perlunya dibentuk sebuah organisasi baru. Semangat untuk merdeka dari penjajahan Belanda pada waktu itu, dan sebagai reaksi defensif maraknya gerakan kaum modernis (Muhammadiyah, dan kelompok modernis moderat yang aktif dalam kegiatan politik, Sarekat Islam) di kalangan umat Islam yang mengancam kelangsungan tradisi ritual keagamaan khas umat islam tradisional adalah yang melatarbelakangi berdirinya NU. Rapat pembentukan NU diadakan di kediaman Kiai Wahab dan dipimpin oleh Kiai Hasyim. September 1926 diadakanlah muktamar NU yang untuk pertama kalinya yang diikuti oleh beberapa tokoh. Muktamar kedua 1927 dihadiri oleh 36 cabang.
Kaum muslim reformis dan modernis berlawanan dengan praktik keagamaan kaum tradisional yang kental dengan budaya lokal. Kaum puritan yang lebih ketat di antara mereka mengerahkan segala daya dan upaya untuk memberantas praktik ibadah yang dicampur dengan kebudayaan lokal, atau yang lebih dikenal dengan praktik ibadah yang bid'ah. Kaum reformis mempertanyakan relevansinya bertaklid kepada kitab-kitab fiqh klasik salah satu mazhab. Kaum reformis menolak taklid dan menganjurkan kembali kepada sumber yang aslinya, yaitu Alquran dan hadis, yaitu dengan ijtihad para ulama yang memenuhi syarat, dan sesuai dengan perkembangan zaman. Kaum reformis juga menolak konsep-konsep akidah dan tasawuf tradisional, yang dalam formatnya dipengaruhi oleh filsafat Yunani, pemikiran agama, dan kepercayaan lainnya.
Bagi banyak kalangan ulama tradisional, kritikan dan serangan dari kaum reformis itu tampaknya dipandang sebagai serangan terhadap inti ajaran Islam. Pembelaan kalangan ulama tradisional terhadap tradisi-tradisi menjadi semakin ketat sebagai sebuah ciri kepribadian. Mazhab Imam Syafii merupakan inti dari tradisionalisme ini (meskipun mereka tetap mengakui mazhab yang lainnya). Ulama tradisional memilih salah satu mazhab dan mewajibkan kepada pengikutnya, karena (dinilainya) di zaman sekarang ini tidak ada orang yang mampu menerjemahkan dan menafsirkan ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Alquran dan sunah secara menyeluruh.
Di sisi lain, berdirinya NU dapat dikatakan sebagai ujung perjalanan dari perkembangan gagasan-gagasan yang muncul di kalangan ulama di perempat abad ke-20. Berdirinya NU diawali dengan lahirnya Nahdlatul Tujjar (1918) yang muncul sebagai lambing gerakan ekonomi pedesaan, disusul dengan munculnya Taswirul Afkar (1922) sebagai gerakan keilmuan dan kebudayaan, dan Nahdlatul Wathon (1924) sebagai gerakan politik dalam bentuk pendidikan. Dengan demikian, bangunan NU didukung oleh tiga pilar utama yang bertumpu pada kesadaran keagamaan. Tiga pilar pilar tersebut adalah (a) wawasan ekonomi kerakyatan; (b) wawasan keilmuan dan sosial budaya; dan (c) wawasan kebangsaan.
NU menarik massa dengan sangat cepat bertambah banyak. Kedekatan antara kiai panutan umat dengan masyarakatnya dan tetap memelihara tradisi di dalam masyarakat inilah yang membuat organisasi ini berkembang sangat cepat, lebih cepat daripada organisasi-organisasi keagamaan yang ada di Indonesia. Setiap kiai membawa pengikutnya masing-masing, yang terdiri dari keluarga-keluarga para santrinya dan penduduk desa yang biasa didatangi untuk berbagai kegiatan keagamaan. Dan, para santri yang telah kembali pulang ke desanya, setelah belajar agama di pondok pesantren, juga memiliki andil besar dalam perkembangan organisasi ini, atau paling tidak memiliki andil di dalam penyebaran dakwah Islam dengan pemahaman khas NU. Pada tahun 1938 organisasi ini sudah mencapai 99 cabang di berbagai daerah. Pada tahun 1930-an anggota Nu sudah mencapai ke wilayah Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Sumatra Selatan. Kini organisasi NU menjadi organisasi terbesar di Indonesia, yang tersebar di seluruh Provinsi, bahkan sekarang telah berdiri cabang-cabang NU di negara-negara lain.
Hubungan dengan kaum pembaru yang sangat tegang pada tahun-tahun awal berdirinya NU secara bertahap diperbaiki. Sekitar tahun 1930-an berkali-kali terlihat tanda-tanda kemauan baik dari kedua belah pihak. Pada muktamar ke-11 (1936) di Banjarmasin Kiai Hasyim Asy'ari mengajak umat Islam Indonesia agar menahan diri dari saling melontarkan kritik sektarian, dan mengingatkan bahwa satu-satunya perbedaan yang sebenarnya hanyalah antara mereka yang beriman dan yang kafir. Apa yang dikatakan oleh Kiai Hasyim Asy'ari adalah tepat, dan hal itu setidaknya dapat menumbuhkan rasa persatuan di kalangan umat Islam. Karena, perbedaan di antara umat Islam itu sudah pasti terjadi. Yang penting perbedaan itu tidaklah menyangkut hal-hal yang mendasar (ushul). Meskipun ajakan ini ditujukan bagi kalangan sendiri, tetapi mendapat respon yang positif dari kalangan pembaru. Sehingga, hubungan antara kedua belah pihak semakin lama semakin baik.
Akan tetapi, dalam beberapa kasus tetap saja terjadi, bahkan hingga era reformasi sekarang ini. Ketegangan yang cukup besar terlihat menjelang jatuhnya pemerintahan Abdul Rahman Wahid (Gus Dur) tahun 2001. Warga NU yang mendukung Gus Dur bersitegang dengan warga Muhammadiyah yang mendukung Amin Rais. Kejadian ini sempat membuat beberapa masjid Muhammadiyah diserang oleh pendukung fanatik Gus Dur di kantong-kantong NU.
Yang lebih unik lagi adalah bahwa perbedaan yang selama ini terjadi telah mengakibatkan tempat ibadah keduanya tidak bisa bersatu. Kristalisasi nilai-nilai ini menjadikan masjid NU berbeda dengan masjid Muhammadiyah. Perbedaan yang dimaksud dalam arti bahwa masjid NU tidak ditempati atau digunakan oleh warga Muhammadiyah dan sebaliknya. Jika di suatu masjid terlihat tidak ada zikiran yang panjang dan seru serta tidak ada kunut, orang NU akan mengatakan bahwa itu masjid Muhammadiyah. Nampaknya kelompok reformis itu terwakili oleh organisasi Muhammadiyah. Padahal, kelompok pembaru sesungguhnya tidak hanya dari kalangan Muhammadiyah, masih banyak dari organisasi lain, seperti Persatuan Islam (persis), Al-Irsyad, dan lain-lain sejenisnya, mereka termasuk dalam kelompok pembaru. Namun, warga NU pada umumnya lebih mengenal Muhammadiyah. Karena, organisasi tersebut memang yang lebih besar, dan terbesar kedua setelah NU.
Dalam perjalanannya, NU pernah melibatkan diri dalam politik praktis, yaitu menjadi partai politik (parpol) sejak tahun 1954 (Orde Lama). Ini sebuah kesalahan besar bagi NU. Keberadaanya di kancah perpolitikan tidak membuatnya semakin maju, justru menjadi semacam komoditas politik murahan bagi kalangan politikus. Dengan pengalamannya yang pahit ini, di masa Orde Baru NU memutuskan kembali menjadi organisasi sosial keagamaan, dengan semangat kembali ke "Khittah 26". Sejak kembalinya orientasi NU kepada Khittah NU pada muktamar ke-27 di Situbondo Jawa Timur tahun 1984, NU berhasil melaksanakan mabadi khaira ummah (prinsip dasar sebaik-baik umat) melalui pendekatan sosial budaya, bukan pendekatan kekuasaan-politik, dengan diperhatikannya NU sebagai jam'iyyah.
Keberhasilan mempertahankan NU sebagai jam'iyyah telah memberi andil besar kepapa perkembangan pluralisme politik di kalangan NU khususnya dan di masyarakat Indonesia pada umumnya, yang berarti telah menyumbang kepada praktik dasar-dasar kehidupan demokratis. Keberhasilan ini telah membangun citra NU sebagai organisasi yang cukup independent dalam menghadapi gempuran-gempuran politik dari penguasa, sebagai perekat bangsa dan pengayom kelompok minoritas. Di masa reformasi, ketika kran kebebasan mendirikan organisasi politik terbuka, muncul desakan dari warga NU sendiri untuk kembali menjadi parpol. Tetapi, belajar dari pengalaman masa lalu, NU berketetapan untuk mempertahankan diri sebagai organisasi sosial keagamaan, konsisten dengan Khittah 1926.
Masyarakat Pendukung NU
Masyarakat pendukung NU sangat beragam. Di satu pihak ada kelompok ulama, intelektual, birokrasi, politisi, professional, seniman, dan budayawan. Tokoh-tokoh elite merupakan tokoh-tokoh masyarakat yang sering menjadi panutan bagi masyarakat, baik di desa maupun di perkotaan. Nasihat-nasihat dan saran-saran biasanya didengarkan oleh masyarakat secara umum. Kelompok inilah yang banyak memegang tampuk kepemimpinan NU di berbagai tingkatan.
Selain itu, yang termasuk pendukung NU, bahkan pendukung terbesar adalah petani, buruh, nelayan, pengusaha kecil, yang biasanya digolongkan sebagai kelompok masyarakat akar rumput (rakyat jelata) yang sebagian besar di daerah pedesaan.
Ciri Khas NU
Ciri khas NU, yang membuatnya berbeda dengan organisasi sejenis lainnya adalah ajaran keagamaan NU tidak membunuh tradisi masyarakat, bahkan tetap memeliharanya, yang dalam bentuknya yang sekarang merupakan asimilasi antara ajaran Islam dan budaya setempat.
Ciri khas yang satu ini juga lebih unik, bagi warga nahdliyyin, ulama merupakan maqam tertinggi karena diyakini sebagai waratsatul anbiya'. Ulama tidak saja sebagai panutan bagi masyarakat dalam hal kehidupan keagamaan, tetapi juga diikuti tindak tanduk keduniannya. Untuk sampai ke tingkat itu, selain menguasai kitab-kitab salaf, Alquran dan hadis, harus ada pengakuan dari masyarakat secara luas. Ulama dengan kedudukan seperti itu (waratsatul anbiya') dipandang bisa mendatangkan barakah. Kedudukan yang demikian tingginya ditandai dengan kepatuhan dan penghormatan anggota masyarakat kepada para kiai NU.
Persaudaraan (ukhuwah) di kalangan nahdliyyin sangat menonjol. Catatan sejarah menunjukkan bahwa dengan nilai persaudaraan itu, NU ikut secara aktif dalam membangun visi kebangsaan Indonesia yang berkarakter keindonesiaan. Hal ini bisa dilihat dari pernyataan NU bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah bentuk final dari perjuangan kebangsaan masyarakat Indonesia. Komitmen yang selalu dikembangkan adalah komitmen kebangsaan yang religius dan berbasis Islam yang inklusif.
Ciri menonjol lainnya adalah bahwa komunikasi di dalam NU lebih bersifat personal dan tentu sangat informal. Implikasi yang sudah berjalan lama menunjukkan bahwa performance fisik terlihat santai dan komunikasi organisasional kurang efektif. Dengan demikian, kebijakan-kebijakan organisasi seringkali sulit mengikat kepada jamaah. Jamaah seringkali lebih taat kepada kiai panutannya daripada taat kepada organisasi.
Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama
Untuk mengetahui lebih detail tentang organisasi keagamaan ini, lebih baiknya dilihat dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga NU. (Anggaran Dasar yang tertulis berikut ini berdasarkan Surat Keputusan Muktamar XXX NU Nomor: 003/MNU-30/11/1999)
Mukadimah
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Bahwa agama Islam adalah rahmat bagi seluruh alam di mana ajarannya mendorong kegiatan para pemeluknya untuk mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.
Bahwa para ulama Ahli Sunnah wal-Jamaah Indonesia terpanggil untuk melanjutkan dakwah islamiah dan melaksanakan amar makruf nahi mungkar dengan mengorganisasikan kegiatan-kegiatannya dalam satu wadah yang bernama Nahdlatul Ulama, yang bertujuan untuk mengamalkan ajaran Islam menurut paham Ahli Sunnah wal-Jamaah.
Bahwa kemaslahatan dan kesejahteraan warga Nahdlatul Ulama menuju khaira ummah adalah bagian mutlak dari kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Maka, dengan rahmat Allah Subhanahu wa Taala, dalam perjuangan mencapai masyarakat adil dan makmur yang menjadi cita-cita seluruh masyarakat Indonesia, jam'iyah Nahdlatul Ulama berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa bagi umat Islam merupakan keparcayaan terhadap Allah Subhanahu wa Taala, sebagai inti akidah Islam, yang meyakini bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah Subhanahu wa Taala.
Bahwa cita-cita bangsa Indonesia hanya dapat diwujudkan secara utuh apabila seluruh potensi nasional difungsikan secara baik, dan Nahdlatul Ulama berkeyakinan bahwa keterlibatannya secara penuh dalam proses perjuangan dan pembangunan nasional merupakan suatu keharusan.
Bahwa untuk mewujudkan hubungan antarbangsa yang adil, damai, dan menusiawi menuntut saling pengertian dan saling membutuhkan, mak Nahdlatul Ulama bertekad untuk mengembangkan ukhuwah islamiah yang mengemban kepentingan nasional.
Menyadari hal-hal tersebut, maka disusunlah Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama sebagai berikut.
BAB I
NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 1
Jam'iyah ini bernama Nahdlatul Ulama disingkat NU. Didirikan di Surabaya pada tanggal 16 Rajab 1344 H bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926 M, untuk waktu yang tidak terbatas.
Pasal 2
Pengurus Besar Jam'iyah Nahdlatul Ulama berkedudukan di ibu kota Negara Republik Indonesia.
BAB II
AQIDAH/ASAS
Pasal 3
Nahdlatul Ulama sebagai Jam'iyah Diniyah islamiah beraqidah/berasas Islam menurut paham Ahli Sunnah wal-Jamaah dan menganut salah satu dari empat mashab empat: Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Nahdlatul Ulama berpedoman kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan berdab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
BAB III
LAMBANG
Pasal 4
Lambing Nahdlatul Ulama berupa gambar bola dunia yang dilingkari tali tersimpul, dikitari oleh 9 (sembilan) bintang, 5 (lima) bintang terletak melingkari di atas garis khatulistiwa, yang tersebar di antaranya terletak di tengah atas, sedang 4 (empat) bintang lainnya terletak melingkar di bawah khatulistiwa, dengan tulisan NAHDLATUL ULAMA dalam huruf Arab yang melintang dari sebelah kanan bola dunia ke sebelah kiri; semua terlukis dengan warna putih di atas dasar hijau.

BAB IV
TUJUAN DAN USAHA
Pasal 5
Tujuan Nahdlatul Ulama adalah berlakunya ajaran Islam menurut paham Ahli Sunnah wal-Jamaah dan menganut salah satu dari mazhab empat, di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negar Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 6
Untuk mewujudkan tujuan sebagaimana Pasal 5 di atas, maka Nahdlatul Ulama melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut.
a. Di bidang agama, mengusahakan terlaksananya ajaran Islam menurut paham Ahli Sunnah wal-Jamaah dalam masyarakat dengan melaksanakan dakwah islamiah dan amar makruf nahi mungkar serta meningkatkan ukhuwah islamiah.
b. Di bidang pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan, mengusahakan terwujudnya penyelengaraan pendidikan dan pengajaran serta pengembangan kebudayaan yang sesuai dengan ajaran Islam, untuk membina manusia muslim yang takwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas, dan terampil, serta berguna bagi agama, bangsa, dan negara.
c. Di bidang sosial, mengusahakan terwujudnya kesejahteraan rakyat dan bantuan terhadap anak yatim, fakir-miskin, serta anggota masyarakat yang menderita lainnya.
d. Di bidang ekonomi, mengusahakan terwujudnya pembangunan ekonomi dengan mengupayakan pemerataan kesempatan untuk berusaha dan menikmati hasil-hasil pembangunan, dengan mengutamakan tumbuh dan berkembangnya ekonomi kerakyatan.
e. Mengembangkan usaha-usaha lain yang beranfaat bagi masyarakat banyak (maslahat al-amanah), guna terwujudnya khaira ummah.
BAB V
KEANGGOTAAN
Pasal 7
1. Keanggotaan Nahdlatul Ulama terdiri dari anggota biasa, anggota luar biasa, dan anggota kehormatan.
2. Tiap warga negara Indonesia yang beragama Islam dan sudah aqil baligh yang menyatakan keinginannya dan sanggup menaati Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama dapat diterima menjadi anggota.
3. Ketentuan menjadi anggota dan pemberhentian keanggotaan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 8
1. Anggota Nahdlatul Ulama berkewajiban mendukung usaha-usaha yang dijalankan Nahdlatul Ulama, dan berhak untuk mendapatkan manfaat dari kegiatan-kegiatan Nahdlatul Ulama.
2. Ketentuan mengenai kewajiban dan hak anggota serta lain-lainnya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB VI
STRUKTUR DAN PERANGKAT ORGANISASI
Pasal 9
Struktur organisasi Nahdlatul Ulama terdiri atas:
a. Pengurus Besar
b. Pengurus Wilayah
c. Pengurus Cabang
d. Pengurus Majelis Wakil Cabang
e. Pengurus Ranting
Pasal 10
1. Untuk melaksanakan tujuan dan usaha-usaha sebagaimana dimaksud pasal 5 dan 6, Nahdlatul Ulama membentuk perangkat organisasi yang meliputi: Lembaga, Lajnah, dan Badan Otonom yang merupakan bagian dari kesatuan organisatoris jam'iyah Nahdlatul Ulama.
2. Ketentuan pembentukan Lembaga, Lajnah, dan Badan Otonom diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB VII
KEPENGURUSAN
Pasal 11
1. Kepengurusan Nahdlatul Ulama terdiri atas Mustasar, Syuriyah, dan Tanfidziyah.
2. Mustasyar adalah penasihat.
3. Syuriyah adalah pemimpin tertinggi Nahdlatul Ulama.
4. Tanfidziyah adalah pelaksana harian.
5. Tugas, wewenang, kewajiban, dan hak Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 12
1. Masa jabatan pengurus tersebut dalam pasal 9 adalah 5 (lima) tahun di semua tingkatan.
2. Masa jabatan pengurus Lembaga dan Lajnah disesuaikan dengan masa jabatan pengurus Nahdlatul Ulama di tingkat masing-masing.
3. Masa jabatan pengurus Badan-Badan Otonom ditentukan dalam peraturan dasar Badan Otonom yang bersangkutan.
Pasal 1
1. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama terdiri atas:
a. Mustasyar Pengurus Besar.
b. Pengurus Besar Harian Syuriyah.
c. Pengurus Besar Lengkap Syuriyah.
d. Pengurus Besar Harian Tandfidziyah.
e. Pengurus Besar Lengkap Tandfidziyah.
f. Pengurus Besar Pleno.
2. Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama terdiri atas:
a. Mustasyar Pengurus Wilayah.
b. Pengurus Wilayah Harian Syuriyah.
c. Pengurus Lengkap Syuriyah.
d. Pengurus Harian Tanfidziyah.
e. Pengurus Wilayah Lengkap Tanfidziyah
f. Pengurus Wilayah Pleno.
3. Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama terdiri atas:
a. Mustasyar Cabang Harian Syuriyah.
b. Pengurus Cabang Harian Syuriyah.
c. Pengurus Cabang Lengkap Syuriyah.
d. Pengurus Cabang Harian Tanfidziyah.
e. Pengurus Cabang Lengkap Tanfidziyah.
f. Pengurus Cabang Pleno.
4. Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama terdiri atas:
a. Mustasyar Pengurus Majelis Wakil Cabang.
b. Pengurus Majelis Wakil Cabang Harian Syuriyah.
c. Pengurus Majelis Wakil Cabang harian Tanfidziyah.
d. Pengurus Majelis Wakil Cabang Pleno.
5. Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama terdiri atas:
a. Pengurus Ranting Syuriyah.
b. Pengurus Ranting Tanfidziyah.
c. Pengurus Ranting Pleno.
6. Ketentuan mengenai susunan dan komposisi pengurus diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 14
1. Pengurus Nahdlatul Ulama di semua tingkatan dipilih dan ditetapkan dalam permusyawaratan sesui tingkatannya.
2. Ketentuan pemilihan dan penetapan pengurus Nahdlatul Ulama diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 15
Apabila terjadi lowongan jabatan antarwaktu dalam kepengurusan Nahdlatul Ulama, maka ketentuan pengisiannya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB VIII
PERMUSYAWARATAN
Pasal 15
Permusyawaratan di lingkungan Nahdlatul Ulama meliputi:
1. permusyawaratan tingkat nasional,
2. permusyawaratan tingkat daerah,
3. permusyawaratan bagi tingkat organisasi Nahdlatul Ulama.
Pasal 17
1. Permusyawaratan tingkat nasional di lingkungan Nahdlatul Ulama:
i. Muktamar
ii. Konferensi Besar
iii. Muktamar Luar Biasa
iv. Musyawarah Nasional Alim-Ulama

2. Ketentuan permusyawaratan nasional sebagaimana disebut dalam huruf a, b, c, dan d diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 18
1. Permusyawaratan untuk kepengurusan tingkat daerah meliputi:
i. Konferensi Wilayah
ii. Musyawarah Kerja Wilayah
iii. Konferensi Cabang
iv. Musyawarah Kerja Cabang
v. Konferensi Majelis Wakil Cabang
vi. Musyawarah Kerja Majelis Wakil Cabang
vii. Rapat Anggota
2. Permusyawaratan tingkat daerah, sebagaimana disebut dalam ayat 1 di atas diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 19
Permusyawaratan untuk lingkungan Lembaga dan Badan Otonom diatur dalam ketentuan intern Lembaga dan Badan Otonom yang bersangkutan dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut.
a. Permusyawaratan tertinggi Badan Otonom diselenggarakan segera sesudah muktamar Nahdlatul Ulama berlangsung dan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah muktamar berakhir;
b. Permusyawaratan tertinggi Badan Otonom merujuk kepada Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan program-program Nahdlatul Ulama;
c. Segala hasil permusyawaratan dan kebijakan Lembaga Lajnah, dan atau Badan Otonom dinyatakan tidak sah dan tidak berlaku jika bertentangan dengan keputusan muktamar, musyawarah nasional alim-ulama dan konferensi besar.
BAB IX
KEUANGAN DAN KEKAYAAN
Pasal 20
1. Keuangan Nahdlatul Ulama digali dari sumber-sumber dana di lingkungan Nahdlatul Ulama, umat Islam, maupun sumber-sumber lain yang halal dan tidak mengikat.
2. Sumber dana di lingkungan Nahdlatul Ulama diperoleh dari:
a. uang pangkal,
b. uang i'anah syahriyah,
c. uang i'anah sanawiyah,
d. sumbangan dari warga dan simpatisan Nahdlatul Ulama,
e. usaha-usaha lain yang halal.
3. Pemanfaatan uang pangkal, i'anah syahriyah dan i'anah sanawiyah diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 21
1. Kekayaan Nahdlatul Ulama dan perangkatnya berupa dana inventaris kantor, gedung, tanah, dan lain-lain, benda bergerak maupun tidak, harus dicatatkan sebagai kekayaan organisasi.
2. Rais aam dan ketua umum pengurus besar Nahdlatul Ulama mewakili Nahdlatul Ulama di dalam maupun di luar pengadilan tentang segala hal dan segala kejadian, baik mengenai kepengurusan maupun tindakan kepemilikan, dengan tidak mengurangi pembatasan yang diputuskan muktamar.
3. Pengurus besar Nahdlatul Ulama dapat melimpahkan pemilikan atau penguasaan dan atau pengurusan kekayaannya kepada pengurus tingkat di bawahnya yang ketentuannya diatur di dalam peraturan organisasi.
BAB X
PERUBAHAN
Pasal 22
1. Anggaran Dasar ini hanya dapat diubah oleh keputusan muktamar yang sah yang dihadiri sedikitnya dua pertiga dari jumlah wilayah dan cabang yang sah dan sedikitnya disetujui oleh dua pertiga dari jumlah suara yang sah.
2. Dalam hal muktamar yang dimaksud ayat 1 (satu) ini tidak dapat diadakan karena tidak tercapai kuorum, maka ditunda selambat-lambatnya satu bulan dan selanjutnya dengan memenuhi syarat dan ketentuan yang sama muktamar dapat dimulai dan dapat mengambil keputusan yang sah.
BAB XI
PEMBUBARAN ORGANISASI
Pasal 23
1. Apabila Nahdlatul Ulama dibubarkan maka segala kekayaannya diserahkan kepada organisasi atau badan amal yang sepaham.
2. Ketentuan-ketentuan ayat 1 di atas berlaku pula untuk pembubaran Lembaga, Lajnah, dan Badan Otonom.
BAB XII
PENUTUP
Pasal 24
Muqaddimah Qanum Asasy oleh Rais Akbar Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy'ari dan naskah Khittah Nahdlatul Ulama merupakan bagian tak terpisahkan dari Anggaran Dasar.
Pasal 25
Segala sesuatu yang belum cukup diatur dalam Anggaran Dasar ini akan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 26
Anggaran Dasar ini mulai berlaku sejak saat disahkan.
Ditetapkan di: Kediri
Tanggal: 18 Sya'ban 1420/16 November 1999
MUKTAMAR XXX NAHDLATUL ULAMA
PIMPINAN SIDANG PLENO XI

ttd.---------------------------------------------ttd.---------------------ttd.
Prof. Dr. Sayyid Aqiel al-Munawar --- H.M. Rozi Munir, S.E., M.Sc. --- H. Ahmad Bagja
Katib------------------------------- Ketua-------------------------Sekretaris


ANGGARAN RUMAH TANGGA
NAHDLATUL ULAMA
Bismillaahirrahmaanirrahiim
BAB I
KEANGGOTAN
Pasal 1
Keanggotaan Nahdlatul Ulama terdiri atas:
1. Anggota biasa, selanjutnya disebut anggota, ialah setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam, menganut salah satu mazhab empat, sudah aqil baligh, menyetujui akidah, asas, tujuan, usaha-usaha serta sanggup melaksanakan semua keputusan Nahdlatul Ulama;
2. Anggota luar biasa, ialah setiap orang yang beragama isla, sudah aqil baligh, menyetujui akidah, asas, tujuan, dan usaha-usaha Nahdlatul Ulama, namun yang bersangkutan berdomisili secara tetap di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
3. Anggota kehormatan, ialah setiap orang yang bukan anggot biasa atau anggota luar biasa yang dianggap telah berjasa kepada Nahdlatul Ulama, dan ditetapkan dalam keputusan pengurus besar.
BAB II
TATA CARA PENERIMAAN DAN PEMBERHENTIAN KEANGGOTAAN
Pasal 2
1. Anggota biasa pada dasarnya diterima melalui ranting di tempat tinggalnya.
2. Dalam keadaan khusus pengelolaan administrasi anggota yang diterima tidak melalui pengurus ranting diserahkan kepada pengurus ranting di tempat tinggalnya atau ranting terdekat jika di tempat tinggalnya belum ada pengurus ranting Nahdlatul Ulama.
3. Anggota luar biasa diterima melalui pengurus cbang dengan persetujuan pengurus besar.
Pasal 3
1. Penerimaan anggota biasa maupun anggota luar biasa menganut cara aktif dan diatur dengan cara:
a. Mengajukan permintaan menjadi anggota disertai pernyataan setuju pada akidah, asas, tujuan, dan usaha-usaha Nahdlatul Ulama secara tertulis atau lisan, dan membayar uang pangkal Rp500,00 (lima ratus rupiah);
b. Jika permintaan itu diluluskan, maka yang bersangkutan menjadi calon anggota selama 6 (enam) bulan, dengan hak menghadiri kegiatan-kegiatan Nahdlatul Ulama yang dilaksanakan secara terbuka;
c. Apabila selama menjadi calon anggota yang bersangkutan menunjukkan hal-hal yang positif maka ia diterima menjadi anggota penuh dan kepadanya diberikan kartu tanda anggota (Kartanu);
d. Permintaan menjadi anggota dapat ditolak apabila terdapat alas an yang kuat, baik syar'i maupun organisasi.
2. Anggota keluarga dari anggota biasa Nahdlatul Ulama diakui sebagai anggota keluarga besar jam'iyah Nahdlatul Ulama.
Pasal 4
1. Anggota kehormatan dapat diusulkan oleh pengurus cabang atau pengurus wilayah dengan mempertimbangkan kesedian yang bersangkutan;
2. Setelah memperoleh persetujuan pengurus besar Nahdlatul Ulama, kepadanya diberikan surat pengesahan.
Pasal 5
1. Seorang dinyatakan berhenti dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena permintaan sendiri, dipecat, atau tidak lagi memenuhi syarat keanggotaan Nahdlatul Ulama.
2. Seseorang berhenti dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena permintaan sendiri yang diajukan kepada pengurus ranting secara tertulis, atau jika dinyatakan secara lisan perlu disksikan oleh 2 (dua) orang anggota pengurus ranting;
3. Seseorang dipecat dari keanggotaan Nahdlatul Ulama, karena dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya sebagai anggota atau melakukan perbuatan yang mencemarkan dan menodai nama Nahdlatul Ulama, baik ditinjau dari segi syar'i, kemaslahatan umu, maupun organisasi, dengan prosedur sebagai berikut:
a. Pada dasarnya pemecatn dilakukan berdasarkan keputusan rapat pengurus cbang pleno setelah menerima usul dari pengurus ranting berdasarkan rapat pengurus ranting pleno;
b. Sebelum dipecat anggota yang bersangkutan diberi peringatan oleh pengurus ranting;
c. Jika setelah 15 (lima belas) hari peringatan itu tidak diperhatikan, maka pengurus cabang dapat memberhentikan sementara 3 (tiga) bulan;
d. Anggota yang diberhentikan sementara atau dipecat dapat membela diri dalam suatu konferensi cabang atau naik banding ke pengurus wilayah. Pengurus wilayah dapat mengambil keputusan atas permintaan itu;
e. Surat pemberhentian atau pemecatan sebagai anggota dikeluarkan oleh pengurus cabang bersangkutan atas keputusan rapat pengurus cabang pleno. Surat keputusan kemudian diserahkan kepada anggota yang dipecat;
f. Jika selama pemberhentian sementara yang bersangkutan tidak ruju' ilal-haq, maka keanggotaannya gugur dengan sendirinya;
g. Pengurus besar mempunyai wewenang memecat seorng anggota secara langsung. Surat keputusan pemecatan ini dikirimkan kepada cabang dan anggota yang bersangkutan;
h. Pemecatan kepada seorang anggota yang dilakukan langsung oleh pengurus besar merupakan hasil rapat pengurus besar pleno;
i. Anggota yang dipecat langsung oleh pengurus besar dapat membela diri dalam konferensi besar atau muktamar.
4. Pertimbangan dan tata cara tersebut pada ayat (3) juga berlaku terhadap anggota luar biasa dan anggota kehormatan, dengan sebutan pencabutan keanggotaan.
BAB III
KEWAJIBAN DAN HAK ANGGOTA
Pasal 6
Anggota Nahdlatul Ulama berkewajiban:
1. Setia, dtunduk, dan taat kepada jam'iyah Nahdlatul Ulama;
2. Bersungguh-sungguh mendukung dan membantu segala langkah Nahdlatul Ulama, serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang diamanatkan kepadanya;
3. Membayar i'anah syahriyah (iuran bulanan) atau i'anah tsanawiyah (iuran tahunan) yang jumlahnya ditetapkan oleh pengurus besar Nahdlatul Ulama;
4. Memupuk dan memelihara ukhuwah islamiah serta perstuan nasional.
Pasal 7
1. Anggota biasa berhak:
a. Menghadiri rapat anggota ranting, mengemukakan pendapat dan memberikan suara;
b. Memilih dan dipilih menjadi pengurus atau jabatan lain yang ditetapkan baginya;
c. Menghadiri ceramah, kursus, latihan, pengajian, dan lain-lain majelis yang diadakan oleh Nahdlatul Ulama;
d. Memberikan peringatan dan koreksi kepada pengurus dengan cara dan tujuan yang baik;
e. Mendapatkan pembelaan dan pelayanan;
f. Mengadakan pembelaan atas keputusan Nahdlatul Ulama terhadap dirinya;
g. Mendapatkan manfaat dari kegiatan-kegiatan Nahdlatul Ulama.
2. Anggota luar biasa berhak:
a. Menghadiri ceramah, kursus, latihan, pengajian, dan lain-lain majelis yang diadkan oleh Nahdlatul Ulama;
b. Memberikan peringatan dan koreksi kepada pengurus dengan cara dan tujuan yang baik;
c. Mendapatkan pelayanan informasi tentang program dan kegiatan Nahdlatul Ulama;
d. Mengadakan pembelaan atas keputusan Nahdlatul Ulama terhadap dirinya.
3. Anggota kehormatan berhak menghadiri kegiatan-kegiatan Nahdlatul Ulama atas undangan pengurus dan dapat memberikan saran-saran/pendaatnya, namun tak memiliki hak suara maupun hak memilih dan dipilih.
4. Anggota biasa da luar biasa Nahdlatul Ulama tidak diperkenankan merangkap menjadi anggota organisasi sosial kemasyarakatan lain yang mempunyai akidah, asas, dan jutuan yang berbeda atau merugikan Nahdlatul Ulama.
BAB IV
TINGKAT KEPENGURUSAN
Pasal 8
Tingkat kepengurusan dalam organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a. Pengurus Besar (PB) untuk tingkat pusat;
b. Pengurus Wilayah (PW) untuk tingkat provinsi;
c. Pengurus Cabang (PC) untuk tingkat kabupaten/kotamadya/kota administratif; dan Pengurus Cabang Istimewa (PCI) di luar negeri;
d. Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) untuk tingkat kecamatan;
e. Pengurus Ranting (PR) untuk tingkat desa/kelurahan.
Pasal 9
1. Pengurus Besar adalah kepengurusan organisasi di tingkat pusat dan berkedudukan di ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2. Pengurus Besar sebagai tingkat kepengurusan tertinggi dalam Nahdlatul Ulama merupakan penanggung jawab kebijaksanaan dalam pengendalian organisasi dan pelaksanaan keputusan-keputusan muktamar.
Pasal 10
1. Pengurus Wilayah adalah tingkat kepengurusan organisasi Nahdlatul Ulama di provinsi (daerah tingkat I) atau daerah yang disamakan dengan itu. Pengurus Wilayah berkedudukan ibu kota provinsi (daerah tingkat satu) atau yang disamakan dengan itu;
2. Pengurus Wilayah dapat dibentuk jika terdapat sekurang-kurangnya 5 (lima) cabang.
3. Permintaan untuk membentuk Pengurus Wilayah disampaikan kepada Pengurus Besar dengan disertai keterangan tentang daerah yang bersangkutan dan jumlah cabang yang ada di daerah itu dengan melalui masa percobaan selama 3 (tiga) bulan. Ketentuan mengenai keterangan/data wilayah tersebut ditetapkan oleh Pengurus Besar.
4. Pengurus Wilayah berfungsi sebagai koordinator cabang-cabang di daerahnya dan sebagai peaksana Pengurus Besar untuk daerah yang bersangkutan.
Pasal 11
1. Pengurus Cabang adalah tingkat kepengurusan organisasi Nahdlatul Ulama di kabupaten/kotamadya/kota administratif dan berkedudukan di ibu kota kabupaten/kotamadya/kota administratif; dan Pengurus Cabang Istimewa (PCI) di luar negeri ditentukan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama;
2. Dalam hal-hal yang menyimpang dari ketentuan ayat 1 di atas disebabkan oleh besarnya penduduk luasnya daerah atau sulitnya komunikasi dan atau faktor kesejarahan pembentukan cabang diatur oeh kebijaksanaan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama;
3. Pengurus Cabang dapat dibentuk jika terdapat sekurang-kurangnya 3 (tiga) Majelis Wakil Cabang;
4. Permintaan utk membentuk Pengurus Cabang dismpaikan kepada Pengurus Besar dalam bentuk suatu permohonan yang dikuatkan oleh Pengurus Wilayah yg bersangkutan, kecuali Pengurus Cabang Istimewa (PCI) dengan masa percobaan selama 3 (tiga) bulan;
5. Pengurus Cabang memimpin dan mengoodinir Majelis Wakil Cabang dan Ranting di daerah kewenangannya, melaksanakan kebijaksanaan Pengurus Wilayah dan Pengurus Besar untuk daerahnya.
Pasal 12
1. Pengurus Majelis Wakil Cabang adalah tingkat kepengurusan organisasi Nahdlatul Ulama di kecamatan atau daerah yang disamakan dengan itu;
2. Pengurus Majelis Wakil Cabang dapat dibentuk jika terdapat sekurang-kurangnya 4 (empat) ranting di kecamatan atau yang disamakan dengan itu;
3. Permintaan untuk membentuk Majelis Wakil Cabang disampaikan kepada Pengurus Wilayah dengan diajukan rekomendasi Pengurus Cabang, dan dapat disahkan oleh Pengurus Wilayah setelah memulai masa percobaan selama 3 (tiga) bulan.
Pasal 13
1. Pengurus Ranting adalah tingkat kepengurusan organisasi Nahdlatul Ulama di desa/kelurahan atau yang disamakan dengan itu;
2. Pengurus Ranting dapat dibentuk jika di suatu desa/kelurahan, atau daerah yang disamakan dengan itu terdapat sekurang-kurangnya 15 (lima belas) orang anggota;
3. Dalam suatu desa/keluarhan atau daerah yang disamakan dengan itu dapat dibentuk lebih dari 1 (satu) ranting jika keadaan daerah dan penduduknya memerlukan;
4. Permintaan pembentukan Ranting disampaikan kepada Pengurus Cabang dengan diajukan dan direkomendasi oleh Pengurus Majelis Wakil Cabang dan dapat disahkan oleh Pengurus Cabang setelah melalui masa percobaan selama 3 (tiga) bulan;
5. Untuk efektivitas organisasi dan pembangunan anggot, jika dianggap perlu dapat dibentuk Kelompok Anak Ranting (KAR). Setiap KAR sedikitnya terdiri dari 10 orang anggota, dipimpin oleh seorang ketua KAR. Dalam KAR tidak terdapat struktur kepengurusan.
BAB V
PERANGKAT ORGANISASI
Pasal 14
Perangkat organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a. Lebaga;
b. Lajnah;
c. Badan Otonom.
Pasal 15
1. Lembaga adalah perangkat departementasi organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama, khususnya yang berkaitan dengan suatu bidang tertentu.
2. Lembaga yang ada di tingkat Pengurus Besar pada saat Anggaran Rumah Tangga ini ditetapkan adalah:
a. Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama disingkat LDNU, bertugas melaksanakan kebijakan nahdlatul Ulama di bibang penyiaran agama Islam Ahli Sunnah wal-jamaah;
b. Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama disingkat LP Maarif NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pendidikan dan pengajaran, baik formal maupun nonformal, selain pondok pesantren;
c. Lembaga Sosial Mabarrot Nahdlatul Ulama disingkat LS Mabarrot NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang sosial dan kesehatan;
d. Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama disingkat LP NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan ekonomi warga Nahdlatul Ulama;
e. Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama disingkat LP-2 NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan pertanian dalam arti luas, termasuk eksplorasi kelautan;
f. Rabithah Ma'ahid al-Islamiyah disingkat RMI, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan pondok pesantren;
g. Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama disingkat LKK NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kemaslahatan keluarga, kependudukan, dan lingkungan hidup;
h. Haiah Ta'miril Masajid Indonesia disingkat HTMI, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan dan pemakmuran masjid;
i. Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia disingkat Lakpesdam, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengkajian dan pengembangan sumber daya manusia;
j. Lembaga Seni-Budaya Nahdlatul Ulama disingkat LSB NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan seni dan budaya termsuk seni hadrah;
k. Lembaga Pengembangan Tenaga Kerja disingkat LPTK NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan dan ketenagakerjaan;
l. Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum disingkat LPBH NU, bertugas melaksanakan penyuluhan dan memberikan bantuan hukum.
m. Lembaga Pencak Silat disingkat LPS Pagar Nusa, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan seni bela diri pencak silat.
n. Jamiyyatul Qurra wal Hufadz, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan tilawah, metode pengajaran, dan hafalan Al-Qur'an.

3. Pembentukan dan penghapusan Lembaga ditetapkan oleh permusyawaratan tertinggi pada masing-masing tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama.
4. Pembentukan Lembaga di tingkat wilayah, cabang, majelis wakil cabang dan ranting disesuaikan dengan kebutuhan penanganan program.
Pasal 16
1. Lajnah adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama untuk melaksanakan program Nahdlatul Ulama yang memerlukan penanganan khusus.
2. Lajnah yang ada di tingkat Pengurus Besar pada saat Anggaran Rumah Tangga ini ditetapkan adalah:
a. Lajnah Falakiyah, bertugas mengurus masalah hisab dan ru'yah;
b. Lajnah Ta'lif wan Nasyr, bertugas di bidang penerjemahan, penyusunan, dan penyebaran kitab-kitab menurut paham Ahli Sunnah wal-Jamaah;
c. Lajnah Auqof Nahdlatul Ulama, bertugas menghimpun, mengurus, dan mengelola tanah serta bangunan yang diwakafkan kepada Nahdlatul Ulama;
d. Lajnah Zakat, Infaq, dan Shadaqah, bertugas menghimpun, mengelola, dan menasharufkan zakat, infaq, dan shadaqah;
e. Lajnah Bahtsul Masail Diniyah, bertugas menghimpun, membahas, dan memecahkan masalah-masalah yang maudlu'iyyah dan waqi'iyyahah yang harus segera mendapatkan kepastian hokum..

3. Pembentukan dan penghapusan Lajnah ditetapkan oleh permusyawaratan tertinggi pada masing-masing tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama.
4. Pembentukan Lajnah Wilayah dan Cabang dan MWC dilakukan sesuai dengan kebutuhan penanganan program khusus dan tenaga yang tersedia.
Pasal 17
1. Badan Otonom adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama, khususnya yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu yang beranggotakan perseorangan.
2. Kepengurusan Badan Otonom diatur menurut Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga masing-masing.
3. Keputusan kongres atau konferensi badan otonom dilaporkan kepada pengurus Nahdlatul Ulama menurut tingkatannya masing-masing.
4. Pengurus Nahdlatul Ulama berhak mengadakan perubahan jika ada hal-hal yang bertentangan dengan garis kebijaksanaan Nahdlatul Ulama.
5. Badan Otonom yang ada pada saat Anggaran Rumah Tangga ini ditetapkan adalah:
a. Jam'iyyah Ahli Thariqah al-Mu'tabarah an-Nahdliyyah, adalah badan otonom yang menghimpun pengikut aliran tarekat yang mu'tabar dilingkungan Nahdlatul Ulama;
b. Muslimat Nahdlatul Ulama, disingkat Muslimat NU, adalah badan otonom yang menghimpun anggota perempuan Nahdlatul Ulama;
c. Fatayat Nahdlatul Ulama, disingkat Fatayat NU, adalah badan otonom yang menghimpun anggota perempuan muda Nahdlatul Ulama;
d. Gerakan Pemuda Ansor, disingkat GP Ansor, adalah badan otonom yang menghimpun anggota pemuda Nahdlatul Ulama;
e. Ikatan Putra Nahdlatul Ulama, disingkat IPNU, adalah badan otonom yang menghimpun pelajar laki-laki, santri laki-laki, dan mahasiswa laki-laki;
f. Ikatan Putra-Putri Nahdlatul Ulama, disingkat IPPNU, adalah badan otonom yang menghimpun pelajar perempuan, santri perempuan, dan mahasiswa perempuan;
g. Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama, disingkat ISNU, adalah badan otonom yang menghimpun para sarjana dan kaum intelektual di kalangan Nahdlatul Ulama.

Pasal 18
Pengurus Nahdlatul Ulama berkewajiban membina dan mengayomi seluruh lembaga lajnah dan badan otonom pada tingkatannya masing-masing.
BAB VI
SUSUNAN PENGURUS BESAR
Pasal 19
1. Mustasyar Pengurus Besar terdiri atas sebanyak-banyaknya 9 (sembilan) orang;
2. Pengurus Besar Harian Syuriyah terdiri atas Rais 'Aam, Wakil Rais 'Aam, beberapa Rais, Katib 'Aam, dan beberapa Wakil Katib;
3. Jumlah Rais dan Wakil Katib disesuaikan dengan kebutuhan tugas dan tenaga yang tersedia;
4. Pengurus Besar Lengkap Syuriyah terdiri atas Pengurus Besar Harian Syuriyah dan beberapa A'wan.
Pasal 20
1. Pengurus Besar Harian Tanfidziyah terdiri atas Ketua Umum, beberapa Ketua, Sekretaris Jenderal, beberapa Wakil Sekretaris Jenderal, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara;
2. Jumlah Ketua, Wakil Sekretaris Jenderal, dan Wakil Bendahara disesuaikan dengan kebutuhan tugas dan tenaga yang tersedia;
3. Pengurus Besar Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Besar Harian Tanfidziyah ditambah dengan ketua-ketua lembaga dan ketua-ketua lajnah pusat.
Pasal 21
Pengurus Besar Pleno terdiri atas Mustasyar, Pengurus Besar Lengkap Syuriyah, Pengurus Besar Lengkap Tanfidziyah ditambah ketua-ketua umum badan otonom tingkat pusat.
BAB VII
SUSUNAN PENGURUS WILAYAH
Pasal 22
1. Mustasyar Pengurus Wilayah terdiri atas sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang;
2. Pengurus Wilayah Harian Syuriyah terdiri atas Rais, beberapa Wakil Rais, Katib, dan beberapa Wakil Katib;
3. Pengurus Wilayah Lengkap Syuriyah terdiri atas pengurus wilayah harian syuriyah ditambah beberapa a'wan.
Pasal 23
1. Pengurus Wilayah Harian Tanfidziyah terdiri atas ketua, beberapa wakil ketua, sekretaris, beberapa wakil sekretaris, bendahara, dan wakil bendahara;
2. Pengurus Wilayah Lengkap Tanfidziyah terdiri atas pengurus wilayah harian tanfidziyah ditambah ketua-ketua lembaga dan ketua-ketua lajnah dingkat wilayah.
Pasal 24
Pengurus Wilayah Pleno terdiri atas Mustasyar Wilayah, Pengurus Wilayah Lengkap Syuriyah, Pengurus Wilayah Lengkap Tanfidziyah, dan ketua-ketua badan otonom tingkat wilayah.
BAB VIII
SUSUNAN PENGURUS CABANG
PASAL 25
1. Mustasyar Pengurus Cabang terdiri atas sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang;
2. Pengurus Cabang Harian Syuriyah terdiri atas rais, beberapa wakil rais, katib, dan beberapa wakil katib;
3. Pengurus Cabang Lengkap Syuriyah terdiri atas pengurus cabang harian syuriyah ditambah dengan beberapa a'wan.
Pasal 26
1. Pengurus cabang tanfidziyah terdiri dari ketua, beberapa wakil ketua, sekretaris, beberapa wakil sekretaris, bendahara, dan wakil bendahara;
2. Pengurus cabang lengkap tanfidziyah terdiri atas pengurus cbang harian ditambah ketua-ketua lembaga dan ketua-ketua lajnah tingkat cabang.
Pasal 27
Pengurus Cabang Pleno terdiri atas Mustasyar Cabang, Pengurus Cabang Lengkap Syuriyah, Pengurus Cabang Lengkap Tanfidziyah, dan ketua-ketua badan otonom tingkat cabang.
BAB IX
SUSUNAN PENGURUS MAJELIS WAKIL CABANG
Pasal 28
1. Mustasyar Majelis Wakil Cabang terdiri sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang;
2. Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) Harian Syuriyah terdiri atas rais, beberapa wakil rais, katib, dan beberapa wakil katib;
3. Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) Lengkap Syuriyah terdiri atas Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) harian syuriyah ditambah beberapa a'wan.
Pasal 29
1. Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) harian tanfidziyah terdiri atas ketua, beberapa wakil ketua, sekretaris, beberapa wakil sekretaris, bendahara, dan wakil bendahara;
2. Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) lengkap tanfidziyah terdiri atas Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) harian tanfidziyah serta ketua-ketua lembaga dan lajnah di tingkatannya.
Pasal 30
Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) Pleno terdiri atas mustasyar, pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) Lengkap Syuriyah, Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) Lengkap Tanfidziyah serta ketua-ketua badan otonom dan lembaga di tingkatannya.
BAB X
SUSUNAN PENGURUS RANTING
Pasal 31
1. Pengurus Ranting Harian Syuriyah terdiri atas rais, beberapa wakil rais, katib, dan wakil katib;
2. Pengurus Ranting Lengkap Syuriyah terdiri atas Pengurus Ranting Harian Syuriyah dan a'wan.
Pasal 32
1. Pengurus Ranting Harian Tanfidziyah terdiri atas ketua, beberapa wakil ketua, sekretaris, dan bendahara;
2. Pengurus Ranting Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Ranting Harian Tanfidziyah ditambah beberapa pembantu dan ketua-ketua lembaga di tingkatannya.
Pasal 33
Pengurus Ranting Pleno terdiri atas pengurus ranting lengkap syuriyah, Pengurus Ranting Lengkap dan ketua-ketua lembaga dan ketua-ketua badan otonom.
BAB XI
SYARAT MENGJADI PENGURUS
Pasal 34
1. Untuk menjadi pengurus ranting atau majelis wakil cabang, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau badan otonomnya sekurang-kurangnya selama 1 (satu) tahun;
2. Untuk menjadi pengurus cabang, seorang caloin sudah harus aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau badan otonomnya sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun;
3. Untuk menjadi pengurus wilayah, seorang calon sudah harus aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau badan otonomnya sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun;
4. Untuk menjadi pengurus besar, seorang calon sudah harus aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau badan otonomnya sekurang-kurangnya selama 4 (empat) tahun;
5. Keanggotaan yang dimaksud dalam pasal ini adalah yang dimaksud oleh bab V pasal 8 Anggaran Dasar dan bab I pasal 1 Anggaran Rumah Tangga;
6. Anggota kehormatan tidak diperkenankan menjadi pengurus.
BAB XII
PEMILIHAN DAN PENETAPAN PENGURUS
Pasal 35
Pemilihan dan penetapan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama:
a. Rais Aam, Wakil Rais Aam dan Ketua Umum Pengurus Besar dipilih oleh Muktamar;
b. Rais Aam dan Wakil Rais Aam dipilih secara langsung;
c. Ketua Umum dipilih secara langsung dengan terlebih dahulu calon yang diajukan untuk menjadi Ketua Umum mendapat persetujuan dari Rais Aam dan Wakil Rais Aam terpilih;
d. Rais Aam, Wakil Rais Aam, dan Ketua Umum terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Besar, Mustasyar, Harian Syuriyah, dan Harian Tanfidziyah, dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta muktamar;
e. Pengisian jabatan-jabatan lain untuk melengkapi susunan Pengurus Besar Lengkap ditetapkan oleh Pengurus Besar Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
Pasal 36
Pemilihan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama:
a. Rais Aam dan Ketua dipilih oleh Konferensi Wilayah;
b. Rais dipilih secara langsung;
c. Ketua dipilih secara langsung, dengan terlebih dahulu calon yang akan diajukan untuk menjadi ketua mendapat persetujuan dari Rais Aam terpilih;
d. Rais dan Ketua terpilih bertugas melangkapi susunan pengurus wilayah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta konferensi wilayah;
e. Pengisian jabatan-jabatan lain untuk melengkapi susunan pengurus wilayah syuriyah dan tanfidziyah ditetapkan oleh pengurus wilayah harian syuriyah dan tanfidziyah.
Pasal 37
Pemilihan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama:
A. Rais dan Ketua dipilih oleh Konferensi Cabang;
B. Rais dipilih secara langsung;
C. Ketua dipilih secara langsung, dengan terlebih dahulu calon yang akn diajukan untuk menjadi ketua mendapat persetujuan dari rais terpilih;
D. Rais dan ketua terpilih bertugas melengkapi susunan pengurus cabang dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta konferensi cabang;
E. Pengisian jabatan-jabatan lain untuk melengkapi susunan pengurus cabang syuriyah dan tanfidziyah ditetapkan oleh pengurus cabang harian syuriyah dan tanfidziyah.
Pasal 38
Pemilihan pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) Nahdlatul Ulama:
a. Rais dan Ketua dipilih oleh Konferensi Majelis Wakil Cabang;
b. Rais dipilih secara langsung;
c. Ketua dipilih secara langsung, dengan terlebih dahulu calon yang akan diajukan untuk menjadi ketua mendapat persetujuan dari rais terpilih;
d. Rais dan ketua terpilih bertugas melengkapi susunan pengurus majelis wakil cabang dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta konferensi wakil cabang;
e. Pengisian jabatan-jabatan lain untuk melengkapi susunan pengurus wakil cabang syuriyah dan tanfidziyah ditetapkan oleh pengurus wakil cabang harian syuriyah dan tanfidziyah.
Pasal 39
Pemilihan Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama:
a. Rais dan Ketua dipilih oleh Rapat Anggota;
b. Rais dipilih secara langsung;
c. Ketua dipilih secara langsung, dengan terlebih dahulu calon yang akan diajukan untuk menjadi ketua mendapat persetujuan dari rais terpilih;
d. Rais dan ketua terpilih bertugas melengkapi susunan pengurus ranting dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta rapat anggota;
e. Pengisian jabatan-jabatan lain untuk melengkapi susunan pengurus ranting syuriyah dan tanfidziyah ditetapkan oleh pengurus ranting harian syuriyah dan tanfidziyah.
BAB XIII
PENGISIAN JABATAN ANTARWAKTU
Pasal 40
1. Apabila terjadi lowongan jabatan Rais Aam, maka Wakil Rais Aam menjadi Rais aam;
2. Apabila terjadi lowongan jabatan Wakil Rais aam, maka jabatan Wakil Rais aam diisi oleh salah seorang rais yang ditetapkan dalam rapat pleno PBNU sebagai pejabat Wakil Rais Aam;
3. Apabila terjadi lowongan jabatan Ketua Umum, maka jabatan Ketua umum diisi oleh salah seorang ketua yang ditetapkan dalam rapat pleno PBNU sebagai Pejabat Ketua Umum;
4. Apabila terjadi lowongan jabatan antarwaktu selain ayat (1), (2), dan (3), maka lowongan jabatan tersebut diisi langsung oleh pejabat di bawahnya yang ditetapkan dalam rapat pleno PBNU;
5. Apabila pengurus yang berada di bawah urutan langsung tidak ada, maka lowongan jabatan tersebut diisi oleh pejabat sementara yang ditetapkan dalam rapat pleno PBNU sampai dengan terselenggaranya muktamar;
6. Pengisian lowongan antarwaktu Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, Majelis Wakil Cabang dan Ranting menyesuaikan dengan ketentuan ayat (1) s.d. (5) di atas.
BAB XIV
MASA JABATAN
Pasal 41
1. Masa jabatan dalam kepengurusan Nahdlatul Ulama mengikuti ketentuan Pasal 12 Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama dan dapat dipilih kembali;
2. Masa jabatan Badan Otonom sesuai dengan ketentuan Badan otonom yang bersangkutan.
BAB XV
PERANGKAPAN JABATAN
Pasal 42
1. Jabatan Pengurus Harian Nahdlatul Ulama, Lembaga, Lajnah, dan Badan Otonom tidak dapat dirangkap dengan jabatan pada tingkat kepengurusan yang lain, baik dalam jam'iyah Nahdlatul Ulama maupun dalam Badan Otonom;
2. Jabatan Pengurus Harian Nahdlatul Ulama, Lembaga, Lajnah, dan Badan Otonom pada semua tingkat kepengurusan tidak dapat dirangkap dengan jabatan pengurus harian organisasi sosial politik dan organisasi yang berafiliasi kepadanya;
3. Rincian aturan pelarangan rangkap jabatan tersebut ayat (1) dan (2) ditetapkan oleh Pengurus Besar, dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas serta tenaga yang tersedia.
BAB XVI
PENGESAHAN DAN PEMBEKUAN PENGURUS
Pasal 43
1. Susunan dan personalia Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang memerlukan pengesahan Pengurus besar;
2. Dalam pengesahan susunan dan personalia Pengurus Cabang, kecuali Pengurus Cabang Istimewa (PCI), diperlukan rekomendasi Pengurus Wilayah;
3. Susunan dan personalia Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) memerlukan pengesahan Pengurus Wilayah dengan rekomendasi Pengurus Cabang;
4. Susunan dan personalia Pengurus Ranting memerlukan pengesahan Pengurus Cabang dengan rekomendasi Pengurus Majelis Wakil Cabang;
5. Susunan dan personalia pimpinan Lembaga dan Lajnah tingkat pusat disahkan oleh Pengurus Besar;
6. Susunan dan personalia pimpinan Lembaga dan Lajnah dibentuk dan disahkan oleh pengurus Nahdlatul Ulama pada tingkatnya masing-masing dan dilaporkan kepada pimpinan pusat.
Pasal 44
1. Pengurus Besar dapat membekukan pengurus tingkat di bawahnya melalui keputusan yang ditetpkan sekurang-kurangnya oleh rapat Pengurus Besar Pleno;
2. Alasan pembekuan harus kuat, baik dilihat secara syar'i maupun secara organisatoris;
3. Sebelum pembekuan dilakukan, terlebih dahulu diberi peringatan untuk memperbaiki pelanggarannya sekurang-kurangnya 15 (lima belas) hari;
4. Kepengurusan yang dibekukan dipegang oleh pengurus yang setingkat lebih tinggi, dengan tugas mempersiapkan penyelenggaraan permusyawaratan yang akan memilih pengurus baru;
5. Selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah pembekuan harus sudah terselenggara permusyawaratan untuk memilih pengurus baru.
BAB XVII
TUGAS DAN WEWENANG PENGURUS
Pasal 45
Mustasyar bertugas menyelenggarakan pertemuan, setiap kali dianggap perlu, untuk secara kolektif memberikan nasihat kepada pengurus Nahdlatul Ulama menurut tingkatannya, dalam rangka menjaga kemurnian Khittah Nahdliyin dan ishlahu dzati bain (arbitrase).
Pasal 46
Pengurus Syuriyah selaku pimpinan tertinggi yang berfungsi sebagai Pembina, pengendali, pengawas, dan penentu kebijaksanaan Nahdlatul Ulama mempunyai tugas:
a. Menentukan arah kebijakan Nahdlatul Ulama dalam melakukan usaha dan tindakan untuk mencapai tujuan Nahdlatul Ulama;
b. Memberikan petunjuk, bimbingan, dan pembinaan memahami, mengamalkan, dan mengembangkan ajaran Islam menurut paham Ahli Sunnah wal-Jamaah, baik di bidang akidah, syariah maupun akhlak/tasawuf;
c. Mengendalikan, mengawasi, dan memberikan koreksi terhadap semua perangkat Nahdlatul Ulama berjalan di atas ketentuan jam'iyah dan agama Islam;
d. Membimbing, mengawasi, dan mengawasi Badan otonom, lembaga, dan Lajnah yang langsung berada di bawah Syuriyah;
e. Jika keputusan suatu perangkat organisasi Nahdlatul Ulama dinilai bertentangan dengan ajaran Islam menurut paham Ahli Sunnah wal-Jamaah, maka pengurus syuriyah yang berdasarkan keputusan rapat dapat membatalkan keputusan atau langkah perangkat tersebut.
Pasal 47
1. Pengurus Tanfidziyah sebagai pelaksana tugas sehari-hari mempunyai kewajiban memimpin jalannya organisasi sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh pengurus syuriyah;
2. Pengurus Tanfidziyah sebagai pelaksana harian mempunyai tugas:
a. Memimpin jalannya organisasi sehari-hari sesuai dengan kebijakan yang ditentukan oleh Pengurus Syuriyah;
b. Melaksanakan program jam'iyah Nahdlatul Ulama;
c. Membina dan mengwasi kegiatan semua perangkat jam'iyah yang berada di bawahnya;
d. Menyampaikan laporan secara periodic kepada Pengurus Syuriyah tentang pelaksanaan tugasnya.
3. Dalam menggerakkan dan mengelola program, Pengurus Besar Tanfidziyah berwenang membentuk tim kerja tetap atau sementara sesuai kebutuhan;
4. Ketua Umum Pengurus Besar, Ketua Pengurus Wilayah, Ketua Pengurus Cabang, Ketua Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) dan Ketua Pengurus Ranting karena jabatannya dapat menghadiri rapat-rapat Pengurus Syuriyah sesuai dengan tingkatannya masing-masing;
5. Pembagian tugas di antara anggota Pengurus Tanfidziyah diatur dalam Peraturan Tata Tertib.
BAB XVIII
KEWAJIBAN DAN HAK PENGURUS
Pasal 48
1. Pengurus berkewajiban:
a. Menjaga dan menjalankan amanat organisasi;
b. Mematuhi ketentuan-ketentuan organisasi dan tugas-tugas yang diamanatkan kepadanya.

2. Pengurusberhak:


a. Membuat kebijaksanaan, keputusan, dan peraturan organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, atau keputusan pengurus Nahdlatul Ulama yang lebih tinggi;
b. Memberikan saran atau koreksi kepada pengurus setingkat lebih tinggi dengan cara dan tujuan yang baik.
Pasal 49
Untuk pengembangan kelembagaan, kegiatan, dan sumber daya jam'iyah Nahdlatul Ulama, Pengurus Besar berhak melakukan pemeringkatan pengurus tingkat di bawahnya.

BAB XIX
PERMUSYAWARATAN TINGKAT NASIONAL
Pasal 50
1. Muktamar adalah instansi permusyawaratan tertinggi di Nahdlatul Ulama, diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, sekali dalam (lima) tahun;
2. Muktamar dipimpin oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama;
3. Muktamar dihadiri oleh:
a. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
b. Pengurus Wilayah
c. Pengurus Cabang
4. Muktamar adalah sah apabila dihadiri oleh dua pertiga jumlah wilayah dan cabang yang sah;
5. Untuk kelancaran penyelenggaraan muktamar, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dapat membentuk panitia penyelenggara yang bertanggung jawab kepoada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama;
6. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama membuat rancangan peraturan tata tertib muktamar yang mencakup susunan dan tata cara pemilihan pengurus;
7. Muktamar Luar Biasa sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar Bab VII Pasal 17 huruf c, dapat diselenggarakan atas permintaan Pengurus Besar Syuriyah dengan ketentuan:
a. Diselenggarakan untuk menyelesaikan masalah-masalh kepentingan umum secara nasional atau mengenai keberadaan jam'iyah Nahdlatul Ulama;
b. Penyelesaian masalah-masalah dimaksud (huruf a) tak dapat diselesaikan dalam permusyawaratan lain;
c. Permintaan Pengurus Besar Syuriyah didasarkan pada keputusan rapat Pengurus Besar Lengkap atau rekomendasi Musyawarah Nasional Alim-Ulama.
Pasal 51
1. Musyawarah Nasional alim-ulama ialah musyawarah alim-ulama yang diselenggarakan oleh Pengurus Besar Syuriyah, sekurangkurangnya satu kali dalam 1 (satu) periode kepengurusan untuk membicarakan masalah keagamaan;
2. Musyawarah alim-ulama yang serupa dapat juga diselenggarakan oleh wilayah atau cbang, sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) periode;
3. Musyawarah tersebut dapat mengundang tokoh-tokoh alim-ulama Ahli Sunnah wal-Jamaah dari dalam maupun dari luar kepengurusan Nahdlatul Ulama, terutama ulama pengasuh pondok pesantren, dan dapat pula mengundang tenaga ahli yang diperlukan;
4. Musyawarah Nasional Alim-Ulama tidak dapat mengubah Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan muktamar dan tidak mengadakan pemilihan pengurus.
Pasal 52
1. Konferensi Besar merupakan instansi permusyawaratan tertinggi setelah muktamar dan diadakan oleh Pengurus Besar;
2. Konferensi Besar dihadiri oleh anggota Pengurus Besar Pleno dan utusan pengurus wilayah;
3. Konferensi Besar dapat juga diselenggarakan atas permintaan sekurang-kurangnya separoh dari jumlah wilayah yang sah;
4. Konferensi Besar membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan muktamar, mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya di tengah masyarakat, membahas masalah keagamaan dan kemasyarakatan;
5. Konferensi Besar tidak dapat mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusan muktamar dan tidak memilih pengurus baru;
6. Konferensi Besar adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari separoh jumlah peserta Konferensi Besar. Dalam pengambilan keputusan setiap peserta mempunyai hak 1 (satu) suara;
7. Konferensi Besar dipimpin oleh Pengurus Besar. Susunan acara dan peraturan tata tertib Konferensi Besar ditetapkan oleh Pengurus Besar.
BAB XX
PERMUSYAWARATAN TINGKAT DAERAH
Pasal 53
1. Konferensi Wilayah adalah instansi permusyawaratan tertinggi untuk tingkat wilayah, dihadiri oleh pengurus wilayah dan utusan pengurus cabang yang ada di daerahnya, terdiri dari syuriyah dan tanfidziyah;
2. Konferensi Wilayah diselenggarakan sekali dalam 5 (lima) tahun;
3. Konferensi Wilayah diselenggarakan atas undangan pengurus wilayah atau atas permintaan sekurang-kurangnya separoh jumlah cabang yang ada di daerahnya.
4. Konferensi Wilayah membicarakan pertanggungjawaban pengurus wilayah, menyusun rencana kerja 5 (lima) tahun, memilih pengurus wilayah yang baru dan membahas masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan pada umumnya, terutama yang terjadi di daerah wilayah bersangkutan;
5. Pengurus Wilayah membuat rancangn tata tertib konferensi termasuk di dalamnya tata cara pemilihan pengurus baru untuk disahkan oleh konferensi;
6. Selain ketentuan yang tercantum pada ayat (1) sampai (5) pasal ini, pengurus wilayah sewaktu-waktu menganggp perlu dan sekurang-kurangnya sekali dalam 2 (dua) tahun mengadakan musyawarah kerja untuk membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Wilayah, mengkaji perkembangan organisasi dan peranannya di tengah masyarakat, membahas masalah keagamaan dan kemasyarakatan. Dalam musyawarah kerja tidak diadakan pemilihan pengurus baru; Konferensi Wilayah adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari separoh jumlah cabang di daerahnya. Dalam pengambilan keputusan pengurus wilayah sebagai satu kesatuan dan tiap-tiap cabang yang hadir mempunyai hak 1 (satu) suara.
Pasal 54
1. Konferensi Cabang adalah instansi permusyawaratan tertinggi pada itngkat cabang, dihadiri oleh utusan-utusan syuriyah dan tanfidziyah Majelis Wakil Cabang dan Ranting di daerhnya dan diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun;
2. Konferensi Cabang diadakan atas undangan pengurus cabang atau atas permintaan sekurang-kurangnya 1/2 (separoh) dari jumlah Majelis Wakil Cabang dan Ranting di daerahnya;
3. Konferensi Cabang membicarakan pertanggungjawaban pengurus cabang, menyusun rencana kerja 5 (lima) tahun, memilih pengurus cabang dan membahas masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan pada umumnya, terutama yang terjadi di daerah cabang yang bersangkutan;
4. Pengurus cabang membuat rancangan tata tertib konferensi, termasuk tata cara pemilihan pengurus yang diatur dalam ART Bab XII Pasal 37 untuk disahkan oleh Konferensi;
5. Selain ketentuan yang tercantum pada ayat (1) sampai (4) pasal ini, pengurus cabang sewaktu-waktu dianggap perlu dan sekurang-kurangnya dua tahun sekali, dapat mengadakan rapat kerja untuk membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Cabang, mengkaji perkembangan organisasi dan perannya di tengah masyarakat, membahas masalah keagamaan dan kemasyarakatan. Dalam rapat kerja tidak diadakan acara pemilihan pengurus;
6. Konferensi Cabang adalah sah jika dihadiri oleh lebih dari 1/2 (setengah) jumlah Majelis Wakil Cabang dan Ranting di daerahnya. Dalam setiap pengambilan keputusan, pengurus cabang sebagai satu kesatuan dan tiap majelis wakil cabang dan ranting yang hadir mempunyai hak 1 (satu) suara.
Pasal 55
1. Konferensi Majelis Wakil Cabang adalah instansi permusyawaratan tertinggi pada tingkat Majelis Wakil Cabang, yang dihadiri oleh utusan-utusan Syuriyah dan Tanfidziyah Ranting di daerahnya, dan diselenggarakan sekali dalam 5 (lima) tahun;
2. Konferensi Majelis Wakil Cabang diselenggarakan atas undangan pengurus majelis wakil cabang atau atas permintaan sekurang-kurangnya setengah dari jumlah ranting;
3. Konferensi Majelis Wakil Cabang membicarakan pertanggungjawaban pengurus majelis wakil cabang, penyusunn rencana kerja untuk masa 5 (lima) tahun, memilih pengurus wakil cabang dan membahas masalah-masalah kemasyarakatan pada umumnya, terutama yang terjadi di daerahnya;
4. Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) membuat rancangan tata tertib konferensi, termasuk tata cara pemilihan pengurus yang diatur dalam ART Bab XII Pasal 38 untuk disahkan oleh Konferensi;
5. Selain keputusan yang tercantum pada ayat (1) sampai (4) pasal ini, pengurus MWC sewaktu-waktu dianggap perlu sekurang-kurangnya sekali dalam dua setengah tahun menyelenggarakan rapat kerja untuk membicarakan pelaksanaan konferensi MWC, mengkaji perkembangan organisasi dan peranannya di tengah masyarakat, membahas masalah keagamaan dan kemasyarakatan. Dalam rapat kerja tidak diadakan acara pemilihan pengurus;
6. Konferensi Majelis Wakil Cabang adalah sah apabila dihadiri oleh lebih dari 1/2 (setengah) dari jumlah ranting di daerahnya. Dalam setiap pengambilan keputusan, pengurus majelis wakil cabang sebagai satu kesatuan dan tiap-tiap ranting yang hadir masing-masing mempunyai 1 (satu) suara.
Pasal 56
1. Rapat Anggota adalah instansi permusyawaratan tertinggi pada tingkat ranting yang dihadiri oleh anggota-anggota Nahdlatul Ulama di daerah ranting dan diselenggarakan sekali dalam 5 (lima) tahun;
2. Rapat Anggota diselenggarakan atas undangan pengurus ranting atau atas permintaan sekurang-kurangnya separoh dari jumlah anggota Nahdlatul Ulama di ranting bersangkutan;
3. Rapat Anggota membicarakan laporan pertanggungjawaban pengurus ranting, menyusun rencana kerja untuk 5 (lima) tahun, memilih pengurus ranting dan membahas masalah-masalah kemasyarakatan pada umumnya, terutama yang terjadi di daerah ranting;
4. Selain ketentuan yang tercantum pada ayat (3), pengurus ranting sewaktu-waktu dianggap perlu dan sekurang-kurangnya dalam dua setengah tahun menyelenggarakan forum musyawarah. Pada forum ini tidak dilakukan pemilihan pengurus.
5. Rapat Anggota adalah sah apabila dihadiri lebih dari separoh anggota Nahdlatul Ulama di ranting tersebut. Setiap anggota mempunyai hak 1 (satu) suara.
BAB XXI
KEUANGAN DAN KEKAYAAN
Pasal 57
Uang pangkal, i'anah syariyah dan i'anah tsanawiyah yang diterima dari anggota Nahdlatul Ulama digunakan untuk membiayai kegiatan organisasi dan dimanfaatkan dengan perimbangan sebagai berikut:
a. 50% untuk membiayai kegiatan Ranting;
b. 20% untuk membiayai kegiatan MWC;
c. 15% untuk membiayai kegitan Cabang;
d. 10% untuk membiayai kegitan Wilayah;
e. 5% untuk membiayai kegiatan Pengurus Besar.
Pasal 58
1. Dalam laporan pertanggungjawaban Pengurus Besar kepada Muktamar, dilaporkan pula pertanggungjawaban keuangan dan inventaris Pengurus Besar, Lembaga, dan Lajnah;
2. Dalam laporan pertanggungjawaban Pengurus Wilayah kepada Konferensi, dilaporkan pula pertanggungjawaban keuangan dan inventaris Pengurus Wilayah, Lembaga, dan Lajnah;
3. Dalam laporan pertanggungjawaban Pengurus Cabang kepada Konferensi, dilaporkan pula pertanggungjawaban keuangan dan inventaris Pengurus Cabang, Lembaga, dan Lanjah;
4. Dalam laporan pertanggungjawaban Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) kepada Konferensi, dilaporkan pula pertanggungjawaban keuangan dan inventaris majelis Wakil Cabang;
5. Dalam laporan pertanggungjawaban Pengurus Ranting kepada Rapat Anggota, dilaporkan pula pertanggungjawaban keuangan dan inventaris Ranting.
BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 59
1. Segala sesuatu yang belum cukup diatur atau belum cukup diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini ditetapkan oleh keputusan Pengurus Besar;
2. Anggaran Rumah Tangga ini hanya dapat diubah oleh Muktamar.

Ditetapkan di: Kediri
Pada tanggal: 17 Sya'ban 1420/25 November 1999

MUKTAMAR XXX NAHDLATUL ULAMA
PIMPINAN SIDANG PLENO XI
ttd.---------------------------------------------ttd.---------------------ttd.
Prof. Dr. Sayyid Aqiel al-Munawar --- H.M. Rozi Munir, S.E., M.Sc. --- H. Ahmad Bagja
Katib------------------------------- Ketua-------------------------Sekretaris

Tim perumus:
Drs. K.H. H. A. Hafizh Ustman (PBNU)---------Ketua merangkap anggota
H. Abdul Hadi (Kalsel)------------------------Wakil Ketua merangkap anggota
Drs. H. Syarbini Mahya (Irja)-----------------Sekretaris merangkap anggota
Prof. Dr. A. Rivai Siregar (Sumut)-------------Anggota
K.H. Abdul Mujib Imron (Jatim)----------------Anggota
Dr. K.H. Sahabuddin (Sulsel)------------------Anggota
Drs. Marinah Hardy (NTB)---------------------Anggota
Ratu Dian Hatifah, S.Ag (PBNU)---------------Anggota
Drs. Hasyim Umasuqi (Maluku)----------------nggota
Referensi:
1. NU; Tradisi, Relasi-Relasi Kekuasaan, Pencarian Wacana Baru, Martin van Bruinessen
2. Hasil-Hasil Muktamar XXX Nahdlatul Ulama, Sekretariat Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama